Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Emirsyah Satar di Kasus Pembelian Pesawat

Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Emirsyah Satar di Kasus Pembelian Pesawat

Mulia Budi - detikNews
Selasa, 24 Okt 2023 01:02 WIB
Mantan Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, jalani sidang dakwaan Pengadilan Tipikor, Jakarta. Ia didakwa menerima suap pengadaan mesin pesawat Garuda Indonesia.
Foto ilustrasi: Emirsyah Satar saat mendengar dakwaan di persidangan. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Kuasa hukum mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, Monang Sagala, menyebut hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai dasar penyusunan dakwaan kliennya bersifat manipulatif. Jaksa menyebut penilaian itu sangat subjektif dan prematur.

"Pendapat penuntut umum bahwa dalil keberatan penasihat hukum terdakwa di atas sudah terlalu jauh masuk dalam materi pokok perkara," kata jaksa saat membacakan tanggapan atas keberatan atau eksepsi Emirsyah Satar dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).

Menurut jaksa, penilaian kuasa hukum Emirsyah Satar itu seharusnya diajukan saat persidangan saja karena sudah masuk dalam pembahasan pokok perkara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga pernyataan penasehat hukum terdakwa terhadap hasil audit BPKP tersebut adalah penilaian yang sangat subjektif, premature dan sangat tendensius, terlebih dalil penasehat hukum tersebut sama sekali bukan termasuk materi eksepsi/keberatan. Sehingga keberatan penasehat hukum terdakwa tersebut harus dikesampingkan dan ditolak," imbuhnya.

Jaksa mengatakan perkara Satar di kasus pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia berbeda dengan perkara suap di KPK yang telah selesai disidangkan. Jaksa menyebut dakwaan Satar dalam perkara di KPK yang hanya terkait pemberian suap.

ADVERTISEMENT

"Dalam perkara a quo yang menjadi objek perkara adalah Tindak Pidana Korupsi adanya penyelewenangan mulai dari perencanaan, pengadaan sampai dengan pengoperasian Pesawat Udara Sub-100 Seaters (CRJ-1000) dan Turbo Propeller (ATR 72-600) pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Tahun 2011 sampai dengan 2021, yang pada akhirnya mengakibatkan kerugian keuangan negara. Sedangkan dalam dakwaan KPK yang menjadi objek perkara adalah hanya pemberian suap terhadap terdakwa Emirsyah Satar dalam dalam pengadaan pesawat Airbus A.330 series, Pesawat Airbus A.320, Pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet CRJ) 1000 NG serta pembelian dan perawatan mesin (engine) Roll-Royce Trent 700 sehingga objek perkara adalah perkara a quo dan perkara terdakwa di KPK adalah tidak sama," tuturnya.

Jaksa juga menanggapi pendapat kuasa hukum Satar yang menyebut Satar telah menyelamatkan PT Garuda Indonesia dari kebangkrutan. Jaksa berpendapat pernyataan itu merupakan klaim sepihak dan tak teruji.

"Bahwa pernyataan penasehat hukum terdakwa yang menyatakan Terdakwa Emirsyah Satar selama menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia telah menyelamatkan PT Garuda Indonesia dari kebangkrutan adalah klaim sepihak dan penilaian yang sangat subjektif dari Penasihat Hukum terdakwa sendiri, di mana klaim tersebut sama sekali tidak didukung oleh alat bukti yang sah serta belum teruji kebenaranya, terlebih pernyataan penasehat hukum terdakwa tersebut sama sekali bukan termasuk materi eksepsi/keberatan. Sehingga keberatan Penasehat Hukum terdakwa tersebut harus dikesampingkan dan ditolak," ujarnya.

Jaksa meminta hakim menolak eksepsi Emirsyah Satar. Jaksa meminta alasan dalam keberatan atau eksepsi itu dikesampingkan.

"Maka kami penuntut umum dalam perkara ini memohon kepada majelis hakim yang berwenang untuk mengadili untuk menjatuhkan putusan sela dengan amar sebagai berikut. Satu, menyatakan seluruh pendapat dan alasan ya g dikemukakan oleh penasehat hukum Terdakwa dalam nota keberatan atau eksepsi sebagaimana telah dibacakan pada hari senin tanggal 9 Oktober 2023 tidak dapat diterima. Dua, menolak dan mengesampingkan alasan-alasan keberatan yang diajukan oleh penasehat hukum Terdakwa tersebut," ujarnya.

Jaksa menyebut surat dakwaan Emirsyah Satar terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 sudah sah. Jaksa meminta hakim melanjutkan persidangan ke tahap pembuktian.

"(Dakwaan) sebagaimana telah dibacakan pada hari senin 18 September 20223 adalah sah dan dapat diterima. Empat, memerintahkan untuk melanjutkan pemeriksaan pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi No 78/PidsusTpk/PN Jakpus," ujarnya.

Sebelumnya, Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa terkait kasus korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Emirsyah Satar menuding jaksa mencari 'kambing hitam'.

Hal itu disampaikan Emirsyah Satar melalui kuasa hukumnya, Monang Sagala, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (9/10/2023) kemarin. Eksepsi Emirsyah Satar diberi judul 'Mencari Kambing Hitam'.

Monang menuding jaksa sengaja mengkambinghitamkan kliennya. Dia menyebut hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjadi dasar dakwaan dibuat menjadi menyesatkan.

"Bahwa berdasarkan terjemahan resmi KUHP, pendapat para ahli di negeri Belanda dan ahli di Indonesia termasuk Prof Juajir Sumardi, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin, kata 'perbuatan' dalam Pasal 76 KUHP yang mengatur tentang nebis in idem harus diartikan sebagai perbuatan material bukan perbuatan pidana, sehingga perubahan atau penambahan pasal yang dilanggar tidak serta merta menjadi perkara baru, harus diteliti perbuatan materialnya," ungkap Monang.

Monang mengatakan rangkaian perbuatan yang tertuang dalam dakwaan kasus ini sama persis dengan rangkaian perbuatan pada kasus pertama, yang di mana kliennya sudah dihukum. Dia menyebut hal tersebut tidak diperbolehkan.

"Misalnya tentang perbuatan terdakwa membocorkan fleet plan sebagaimana pernah dijelaskan oleh Jaksa Agung. Uraian perbuatan tentang fleet plan tersebut sudah pernah diuraikan dalam dakwaan perkara terdakwa yang pertama," katanya.

"Kemudian peristiwa yang didakwakan saat ini juga sama persis dengan peristiwa yang didakwakan pada saat terdakwa menjalani persidangan yang pertama, yaitu peristiwa pengadaan Pesawat Bombardier CJ-1000 dan ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia. Peristiwa tersebut sudah pernah diperiksa pada dalam persidangan tahun 2020-2021," sambungnya.

Monang menyebut kliennya sudah pernah dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar SGD 2,1 juta, karena dinyatakan terbukti merugikan negara Pasal 18 UU Tipikor di kasus yang sama. Kata Monang, pasal yang sama juga diterapkan dalam kasus ini.

"Dalam perkara saat ini dakwaan JPU mendakwa ulang terdakwa dengan Pasal 18 UU Tipikor. Artinya bukan cuma perbuatan dan peristiwanya yang sama, tapi penerapan pasalnya juga diulang lagi," sebut Monang.

Monang mengatakan kliennya juga sudah dinyatakan melanggar Pasal 65 ayat (1) tentang perbarengan (concursus realis) di kasus sebelumnya. Artinya, kata Monang, secara hukum seharusnya seluruh hukuman terhadap kliennya dalam kasus pengadaan Pesawat Bombardier dan ATR 72-600 sudah terserap (absorpsi), sehingga tidak boleh dihukum lagi.

"Bahwa dakwaan saat ini bertumpu pada hasil audit BPKP tahun 2022. Hasil Audit tersebut menghitung kerugian negara dengan cara mengurangi pendapatan bersih dengan biaya. Hasil audit BPKP tersebut mengesampingkan fakta bahwa BUMN memiliki fungsi sosial bukan mencari keuntungan semata," ujarnya.

Monang memohon majelis hakim untuk menerima seluruh eksepsi yang diajukan Emirsyah Satar. Dia memohon hakim membatalkan dakwaan jaksa dan memulihkan nama baik kliennya.

Diketahui, Emirsyah Satar sebelumnya sudah divonis bersalah terkait kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia, Boeing, Bombardier CJ-1000 dan ATR 72-600.

Dalam perkara itu, Emirsyah dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 8 Mei 2020 lalu.

Kini, Emirsyah Satar juga tengah diadili di Pengadilan Tipikor dalam kasus yang sama yakni terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Jaksa menyebut total kerugian negara melalui PT Garuda Indonesia akibat perbuatan Emirsyah sebesar 609 juta dolar Amerika.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri Terdakwa Emirsyah Satar atau memperkaya orang lain yakni Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Sedarjo atau memperkaya korporasi yaitu Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC), yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar USD 609.814.504," kata jaksa saat membacakan dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (18/9).

(dnu/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads