"Kami tidak menghitung itu Pak, dan kami juga tidak bisa berandai-andai seperti itu. Kesimpulan kami berdasarkan prosedur dan bukti yang telah kami laksanakan, silakan nanti majelis hakim yang menilai kalau diperhitungkan seperti apa kami mohon maaf tidak bisa memberikan pendapat," jawab Dedy.
"Apa pendapat Saudara ahli terhadap nilai kontrak Rp 1,8 triliun ketika dikurangi pajak Rp 1,3 triliun dan juga jaminan Rp 1,7 triliun, jaminan pengembalian Rp 1,7 triliun dan itu sudah diterima oleh BAKTI ya. Pertanyaan saya adalah apakah angka pengurangan ini sehingga menjadi Rp 7,8 triliun seluruhnya apakah bisa Saudara bisa katakan bahwa kerugian dari projek ini adalah Rp 8,03 triliun?" tanya Maqdir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesuai dengan kesimpulan hasil audit kami dan juga berita acara pemeriksaan keterangan kami yang kami berikan ke penyidik seperti itu. Jadi terkait dengan tadi pajak sudah kami keluarkan, pajak tidak kami perhitungkan seperti itu," jawab Dedy.
"Jadi pengembalian tidak Saudara hitung ya? alasannya karena memang tidak mau dihitung?" tanya Maqdir.
"Seperti yang kami jelaskan tadi, kami membandingkan antara output yang diterima oleh negara dengan uang yang dikeluarkan," jawab Dedy.
Dedy menegaskan uang jaminan yang telah dikembalikan itu merupakan tindak lanjut kerugian. Sehingga, kata Dedy, uang itu tak dihitung untuk mengurangi kerugian keuangan negara di proyek BTS.
"Yang kami tanya kepada Saudara ahli ini Yang Mulia, apa pendapat dia, penerimaan kembali uang yang nilainya Rp 1,7 triliun dan apa alasannya pengembalian ini kepada Bakti tidak, mereka gunakan sebagai faktor pengurang terhadap kerugian itu?" tanya Maqdir.
"Karena tadi sudah dijelaskan oleh ahli kan, intinya tadi output dibandingkan dengan uang yang sudah dikeluarkan oleh negara. adanya jaminan tindak lanjut," timpal Hakim Ketua Dennie.
"Pengembalian itu merupakan tindak lanjut dari kerugian yang telah terjadi, itu kenapa tidak diperhitungkan karena sebagai tindak lanjut," timpal Deny.
Sebelumnya, Jaksa menghadirkan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Dedy Nurmawan Susilo, sebagai saksi sidang kasus korupsi BTS 4G. Dedy membeberkan kerugian keuangan negara akibat proyek BTS mencapai Rp 8 triliun.
Hal itu diungkapkan Dedy saat menjadi saksi sidang kasus korupsi BTS di PN Tipikor Jakarta, Selasa (17/10/2023). Duduk sebagai terdakwa Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, dan Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
"Hasil yang Bapak dapat Pak berapa kerugian negara dari audit yang Bapak lakukan?" tanya jaksa dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (17/10/2023).
"Berdasarkan hasil audit yang kami laksanakan, kerugian keuangan negara kami simpulkan sebesar Rp 8.032.084.133.795,51 (Rp 8 triliun)," jawab Dedy.
(ygs/ygs)