Kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) masih bergulir di Polda Metro Jaya. Tim penyidik memeriksa sejumlah saksi, termasuk mantan Ketua KPK Saut Situmorang.
Sejauh ini total 23 orang diperiksa sebagai saksi. SYL pun sebelumnya telah diperiksa sebelum politikus NasDem itu ditahan KPK di kasus korupsi pada Jumat (13/10).
Terkait pemeriksaan kepada Saut, mantan pimpinan KPK ini mengaku diperiksa sebagai saksi ahli. Dia menjelaskan soal aturan etik pimpinan KPK hingga dugaan korupsi yang terjadi dalam kasus pemerasan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saut mengatakan dirinya fokus menjelaskan terkait Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang tentang Pemberantasan Korupsi dalam perkara yang ada. Yakni larangan pimpinan KPK berhubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara yang tengah ditangani.
"Oh, itu kan sudah pasti UU KPK sudah begitu, kan. Dengan alasan apa pun, kata-katanya gitu kan, dengan alasan apa pun, tidak boleh ketemu, itu di Pasal 36. Di Pasal 65-nya di pidana 5 tahun," ujar Saut di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (17/10/2023).
Saut Yakin Kapolri Usut Tuntas Pemerasan Pimpinan KPK ke SYL
Saut Situmorang yakin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan mengusut tuntas kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dia menyebutkan memang harus ada check and balance terhadap badan antikorupsi, dalam hal ini KPK.
"Saya pikir kali ini yang dipertaruhkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Saya percaya Pak Kapolri dari statement-nya kelihatan ada upaya," kata Saut di Polda Metro Jaya.
Saut meminta penyidik bisa mengusut tuntas kasus tersebut. Pengusutan kasus tersebut, lanjut Saut, bisa mengembalikan fungsi KPK sesuai dengan tugas dan fungsinya.
"Memang kali ini kita harus membuat badan antikorupsi, itu memang di-check and balance dari luar. Sebenarnya dia kan trigger mechanism. Dia justru men-trigger orang lain supaya antikorupsi," ucap Saut.
"Sekarang kebalikannya, yang saya bilang itu, sekarang kita minta Polri men-tune up mereka, supaya kembali ke jalan yang benar dengan kembali ke penegakan hukum," sambung dia.
Singgung Pimpinan KPK Lain Tahu Firli Bertemu SYL
Saut juga mengomentari isu pertemuan Firli Bahuri dan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di lapangan bulutangkis di tengah kisruh kasus dugaan pemerasan. Dari aturan yang ada, Saut menyebut pertemuan tersebut jelas dilarang.
"Dengan alasan apa pun, dilarang langsung tidak langsung bertemu dengan orang yang ada kaitannya dengan perkara yang sedang ditangani. Itu mereka sudah memperkirakan, nggak ada alasan," kata Saut.
Saut mengatakan pertemuan antara Firli dan SYL tersebut tentu diketahui oleh empat pimpinan KPK lainnya. Sebab, sistem kepemimpinan di KPK bersifat kolektif kolegial.
"Kalau kamu bicara kolektif kolegial, nggak ada alasan lima pimpinan KPK tidak tahu kegiatan pimpinan yang lain. Iya dong, kamu mau pergi ke mana saja mesti pamit," ujarnya.
Firli sebelumnya mengklarifikasi pertemuan dilakukan pada Maret 2022. Sementara itu, kasus korupsi di Kementan yang ditangani KPK mulai diselidiki pada 2023.
Saut menyinggung suatu kasus dugaan tindak pidana korupsi di KPK sudah ditangani sejak aduan masyarakat muncul. Selain itu, pimpinan KPK pun tahu terkait tindak pidana tersebut.
"Iya dong, surat itu sudah ditangani dong di pengaduan masyarakat, lapor ke pimpinan itu kan soal lain. Tapi nggak ada alasan pimpinan nggak tahu sudah ditangani," ujarnya.
Foto pertemuan tersebut beredar di tengah kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK kepada SYL yang tengah diusut di Polda Metro Jaya. Kasus tersebut pun kini sudah naik ke tingkat penyidikan. Polisi juga akan menyelidiki lebih lanjut foto pertemuan Firli dan SYL untuk mengusut ada tidaknya peristiwa pemerasan.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Yakin Ada Pelanggaran Terkait Pertemuan Firli dan SYL
Saut menduga ada pelanggaran di balik pertemuan antara Ketua KPK Firli Bahuri dan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di lapangan bulutangkis. Dia menduga pengaduan masyarakat terkait kasus korupsi di Kementerian Pertanian sudah masuk pada 2021. Sejak dumas masuk, pimpinan KPK dilarang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan pihak yang beperkara.
Saut menyebut pertemuan yang diklaim Firli terjadi pada 2022 tersebut menyalahi aturan. Saut menjelaskan soal Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK (selanjutnya disebut UU KPK).
"Tidak boleh di Pasal 36 nya, 65 nya itu di pidana penjara 5 tahun kalau bertemu dengan pihak yang berperkara. Pertanyaannya, kapan sebuah perkara dimulai itu saya tadi kan tanya. Ya perkara itu dimulai bukan pada saat penyidikan, kalau kalian tahu kan penyidikan itu kan September 2023 kan. Pengaduan masyarakat itu mulainya tahun 2021," kata Saut.
Saut kemudian menjelaskan perkara di KPK sudah ditangani sejak pengaduan masyarakat diterima. Artinya pertemuan antara Firli dan SYL menyalahi aturan yang ada.
"Jadi kalau ada yang mendebat itu bahwa ditangani itu terhitung mulai penyidikan, itu nggak cocok dengan filosofi dari Pasal 36 dan 65 itu. Pasal 36 dan 65 itu emang tujuannya adalah pimpinan yang punya accessibility terhadap informasi yang datang ke KPK itu supaya dia tidak cawe-cawe di situ," jelasnya.
"Penegasannya bahwa yang dimaksudkan pimpinan KPK dilarang untuk bertemu langsung tidak langsung dengan alasan apapun dengan pihak yang beperkara yang sedang ditangani KPK itu adalah pada saat pengaduan masyarakat membuka itu," imbuhnya.
Yakin Ada Tersangka
Saut menyebut pertemuan Ketua KPK Firli Bahuri dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di lapangan bulutangkis melanggar aturan. Saut pun yakin akan ada tersangka dalam kasus tersebut.
"Kalau saya menjelaskan tadi di sana memang Pasal 36 dan 65, itu memang tidak ada keraguan berada dalam term yang kita sebut peristiwa pidananya ada di dalam pasal itu," kata Saut.
Saut menilai pertemuan yang diklaim Firli terjadi pada 2022 tersebut menyalahi aturan yang ada. Menurutnya, dalam Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK (selanjutnya disebut UU KPK) ada larangan pimpinan KPK bertemu dengan orang yang beperkara.
Karena itu, Saut pun tak ragu dengan kemungkinan Firli menjadi tersangka. Apalagi, menurutnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berkomitmen mengusut tuntas kasus tersebut.
"I have no any doubt about it (saya nggak punya keraguan sama sekali tentang itu). Kalau saya nggak ragu. Tapi saya menjadi ragu kalau kasus ini menjadi lambat. Oleh sebab itu, saya kemari. Sinyal itu saya tangkap dari Pak Kapolri, makanya saya kemari (menghadiri undangan klarifikasi penyidik)," ujarnya.
Desak Dewas KPK Beri Sanksi Etik ke Firli
Saut pun meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK memberikan sanksi etik kepada Firli. Saut menyebut pertemuan keduanya melanggar Pasal 36 dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK (selanjutnya disebut UU KPK). Pasal tersebut berisikan larangan pimpinan KPK bertemu dengan orang yang beperkara.
"Oh iya itu nantinya (sanksi etik). Kalau mereka smart, kalau mereka produnce, kalau mereka paham dengan Undang-Undang KPK baru, meskipun saya nggak happy dengan undang-undang baru itu," kata Saut.
Saut menjelaskan Dewas KPK bekerja atas lima hal yakni integritas, sinergisitas, profesionalisme, kepemimpinan, dan keadilan. Jika Firli tak disanksi etik, lanjut Saut, Dewas menyalahi aturan yang ada.
"Jadi profesional nggak ini pimpinan ketemu sama orang yang berperkara? Ya berarti melanggar kan, harusnya komisi etiknya bekerja dong. Integrasi nggak? Ya nggak. Harusnya Dewas-nya sudah mulai bekerja kalau memang itu terjadi. Tapi sampai hari ini kita nggak denger kan," kata dia.
"Iya dong itu tugasnya dia, dia (Dewas) digaji untuk itu dia menjaga lima nilai yang namanya integrity, sinergi, kepemimpinan, sama keadilan. Ini adil nggak kaya gini, ya nggak. Dia harusnya sudah bekerja dan sudah bisa menyimpulkan sebenarnya," jelas Saut.