Kemarau panjang menyebabkan krisis air bersih di Kabupaten Lebak, Banten. Tercatat sebanyak 1,1 juta jiwa dari 1,4 juta jiwa penduduk di Lebak terdampak kekeringan.
"Sampai hari ini kami mencatat dampak musim kemarau terjadi di 94 desa, 22 kecamatan, dengan jumlah jiwa terdampaknya ada 1,1 juta jiwa. Jadi hampir 75 persen warga Lebak yang terdampak," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lebak, Febby Rizky Pratama, kepada wartawan ditemui di Rangkasbitung, Senin (9/10/2023).
Febby menjelaskan, tingginya dampak musim kemarau menjadikan Lebak berstatus tanggap darurat bencana kekeringan. Statusnya berlaku hingga 17 Oktober mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika sudah ditetapkan tanggap darurat, kondisinya sudah parah banget, dalam arti sudah ada korban. Korban di sini bukan orang yang meninggal, tapi orang yang membutuhkan air bersih, atau kondisi sawah sudah mengalami puso (gagal panen)," tuturnya.
Selain kekeringan dan krisis air bersih, BPBD Lebak mencatat fenomena cuaca panas. Tercatat, suhu tertingginya 37 derajat.
"Dampak musim kemarau itu krisis air bersih, puso, kebakaran hutan dan lahan. Iya termasuk cuaca panas dan paling tinggi di Lebak pernah 37 derajat. Nah ini dampak yang dirasakan manusia dan pertanian, kalau dampak ke satwa atau hewan kami belum mendalami," jelasnya.
![]() |
Lebih lanjut, Febby menjelaskan, musim kemarau diprediksi akan berakhir di bulan Oktober. Musim hujan diperkirakan pada November mendatang.
"Hasil rilis BMKG terbaru hujan mulai turun akhir Oktober atau awal November. Nah November mulai masa transisi atau musim peralihan dari kemarau ke musim hujan," pungkasnya.
(knv/knv)