Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan kembali pentingnya peran tokoh Muhammadiyah dalam pengawalan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila hingga saat ini. Hal ini disampaikannya di hadapan 2.040 mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Senin (18/9).
"Para Mahasiswa Universitas Muhammadiyah sangat perlu memahami fakta sejarah bahwa sila-sila Pancasila serta Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tak lepas dari peran serta partisipasi para ulama, tak terkecuali tokoh-tokoh Muhammadiyah," ungkap HNW dalam keterangannya, Selasa (19/9/2023).
HNW melanjutkan tokoh ulama Muhammadiyah juga memiliki peran penting saat momen proklamasi 17 Agustus 1945 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, sore harinya ada utusan dari Indonesia Timur yang menyatakan keberatan atas naskah Pancasila sebagai hasil dari Piagam Jakarta. Dua tokoh Muhammadiyah, yaitu Ki bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimedjo, terlibat dalam perundingan singkat itu demi keselamatan proklamasi dan keutuhan bangsa dan negara. Mereka menyetujui sila pertama berubah menjadi seperti yang kita kenal dan hafal sekarang," terang HNW.
Menurut HNW bukti keterlibatan para ulama dalam melahirkan Pancasila bisa dilihat dari pemaknaan dan redaksi yang disepakati menjadi sila-sila Pancasila di antaranya adalah sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila pertama tersebut dimaknai oleh Ketua PB Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo sebagai tauhid. HNW menilai hal itu hanya bisa dilakukan oleh para ulama, bukan penganut aliran komunis atau yang lainnya.
"Istilah yang dipakai pada sila-sila Pancasila juga mencerminkan keterlibatan para ulama. Karena banyak istilah pada sila-sila Pancasila yang diserap dari Bahasa Arab yang dipergunakan dalam Al-Qur'an dan Hadits yang umum digunakan pada kosa kata agama Islam," ucap HNW.
"Seperti adil dan beradab, kerakyatan, permusyawaratan, hikmat, perwakilan. Ini mencerminkan bahwa Umat Islam dan para ulama bersama tokoh-tokoh bapak bangsa dari kelompok kebangsaan lainnya memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan dasar serta ideologi negara Pancasila," sambungnya.
Karena itu HNW mengajak para mahasiswa terus meningkatkan kajian agar makin memahami, mengamalkan sila-sila Pancasila dan mengawal pelaksanaan semua sila dari Pancasila. Dengan demikian maka berarti generasi muda juga menghormati dan melanjutkan perjuangan para ulama bersama bapak2 bangsa lainnya yang telah berkontribusi melahirkan dasar dan ideologi negara.
"Menjaga Pancasila agar selalu berada di tempatnya secara benar adalah bukti kita menghargai jasa para pahlawan. Caranya adalah dengan mengamalkan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, serta mengawal pengamalan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam bingkai NKRI dalam semangat kerukunan bhinneka tunggal ika. Agar kiblat bangsa dan negara tetap terus terjaga, hingga bisa diwariskan kepada generasi yang akan menyongsong era Indonesia Emas," jelasnya.
Diketahui, kehadiran HNW di UMJ adalah sebagai pembicara kunci pada Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Tema dalam acara tersebut adalah 'Pemahaman Pancasila Sebagai Dasar Negara, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika'. Acara ini digelar di Gedung Cendekia UMJ, yang dihadiri Rektor UMJ Prof. Dr. Ma'mun Murod, M.Si.
Pada kesempatan tersebut, HNW juga mengajak mahasiswa untuk mendoakan keselamatan dan keberhasilan bangsa Indonesia termasuk Alumni Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) angkatan 2000, Iswandi bin M. Yakub (Awie) yang saat ini sedang bersama ratusan masyarakat Melayu Batam menggelar aksi membela masyarakat Rempang-Batam.
Kegiatan itu dilakukan sebagai bagian dari kepedulian terhadap nasib Indonesia sebagai negara hukum dan kelanjutannya sebagai negara demokrasi yang diwajibkan untuk melindungi seluruh tumpah darah dan warga Indonesia(bukan mendahulukan warga asing) serta mendahulukan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia (bukan rakyat dari negara asing).
(anl/ega)