Tabungan Rp 600 Juta di Koperasi Tak Bisa Diambil, Bisakah Saya Gugat?

detik's Advocate

Tabungan Rp 600 Juta di Koperasi Tak Bisa Diambil, Bisakah Saya Gugat?

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 08 Sep 2023 08:16 WIB
Ilustrasi Subsidi Bunga
Foto ilustrasi uang: shutterstock
Jakarta -

Koperasi memberikan berbagai keuntungan, terutama bagi anggotanya. Tapi bagaimana bila keuangan koperasi goyah dan tidak bisa mengembalikan simpanan uang nasabah?

Berikut pertanyaan lengkap pembaca yang diterima detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com.

Selamat pagi
Saya menjadi anggota koperasi sekitar 13 tahun yang lalu. Koperasi primer, terdaftar di Dinas Koperasi DKI.
Mulai awal 2021 koperasi goyah disebabkan banyak anggota tidak bisa mengembalikan pinjamannya yang dipakai usaha, terdampak pandemi Covid-19. Simpanan berjangka yang saya miliki (tabungan pensiun, tabungan pendidikan) yang cair di tahun 2022-2023 hingga sekarang tidak dapat diambil. Saya sudah menemui pengurus koperasi untuk menanyakan strategi pengembalian pinjaman, dan ternyata untuk yang simpanannya besar seperti saya (Rp 600 juta) justru tidak menjadi prioritas cicilan pengembalian dengan alasan jika diberikan kepada yang simpanannya besar yang lain tidak mendapat bagian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sampai saat ini koperasi masih berjalan namun saya juga tidak bisa menarik dana, meski hanya Rp 1 juta. Koperasi memiliki agunan namun ternyata banyak yang bermasalah (tanah bukan atas nama peminjam, berupa sawah yang posisi di luar kota, dan sebagainya). Apakah saya bisa melaporkan kasus ini melalui perdata dengan tuntutan jika agunan terjual tabungan saya dikembalikan?

Terima kasih atas advisnya.
Depok, 31 Agustus 2023
Salam,
PN

ADVERTISEMENT

Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. Simak penjelasan lengkapnya di halaman selanjutnya:

Simak juga 'Janji atau Kesepakatan Politik di Mata Hukum':

[Gambas:Video 20detik]



Terima kasih atas pertanyaan yang Saudari sampaikan. Kami akan coba untuk membantu menjawabnya.

Dari pertanyaan di atas, dapat disimpulkan antara Saudari dan koperasi, telah terjadi hubungan keperdataan yaitu suatu perjanjian dimana pihak koperasi menghimpun dan menyimpan dana nasabahnya dalam bentuk tabungan berjangka, sementara pihak Saudari melakukan penyimpanan uang sejumlah tertentu untuk kemudian pada saat jatuh tempo dapat dicairkan.

Pengertian perjanjian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Selain itu, juga bersandar kepada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yakni sepakat, cakap, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.

Kesepakatan untuk melakukan penghimpunan dan penyimpanan dana tersebut tentu dapat dibuktikan dengan adanya surat tertulis ataupun bukti berupa buku tabungan atau bilyet simpanan yang diterbitkan oleh koperasi. Dengan disepakatinya perjanjian diantara para pihak, maka timbul hak dan kewajiban hukum diantara mereka. Oleh karena itu, berlaku pula ketentuan Pasal 1338 Ayat (1) dan Ayat (3) KUHPerdata, yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya; Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Dari segi koperasi dengan statusnya sebagai badan hukum, maka koperasi memiliki harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi para anggotanya. Untuk itu, jika koperasi mengalami kegagalan dalam memenuhi kewajiban, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pembayaran dari harta kekayaan koperasi.

Pasal 31 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian (UU 25/1992) menyatakan bahwa:

Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.

Koperasi sebagai badan hukum, perbuatannya diwakili oleh organnya dalam hal ini adalah Pengurus, Pengawas, dan Rapat Anggota. Dalam hal melakukan pengelolaan, Pengurus diberi kewenangan untuk melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan serta kemanfaatan koperasi, sesuai tanggung jawabnya dan sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.

Pasal 34 Ayat (1) UU 25/1992 menyatakan bahwa Pengurus, baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. Artinya, Pengurus harus berpegang pada asas kehati-hatian dalam menjalankan kewenangannya dan harus bertanggung jawab jika perbuatannya merugikan koperasi.

Berdasarkan aturan-aturan hukum tersebut di atas, maka tindakan koperasi dalam hal ini diwakili oleh Pengurus, yang tidak mampu memenuhi prestasi atau kewajibannya yaitu mengembalikan dana Saudari yang sudah jatuh tempo, dapat dituntut secara perdata melalui gugatan ke Pengadilan Negeri.

Kegagalan dalam memenuhi prestasi disebut Wanprestasi. Wanprestasi adalah kelalaian / ketidakmampuan debitur dalam memenuhi prestasi. Adapun prestasi dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Lebih lanjut, Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Hukum Perjanjian, menjelaskan tentang Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu :

- Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukannya;

- Melakukan apa yang dijanjikannya, namun tidak sebagaimana yang dijanjikan;

- Melakukan apa yang dijanjikannya, namun terlambat;

- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Di dalam gugatan Wanprestasi yang diajukan ke Pengadilan Negeri, dapat pula dimasukkan permohonan mengenai Sita Jaminan (conservatoir beslag) terhadap harta kekayaan koperasi. Hal ini bertujuan agar nantinya gugatan tidak menjadi sia-sia karena harta kekayaan koperasi tidak dapat dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, dan lain sebagainya, maupun tidak dibebani dengan sewa menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga, sehingga keberadaan harta kekayaan koperasi tetap utuh sebagai jaminan pembayaran kewajibannya apabila ia tidak melaksanakan isi putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat.
Salam.
Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Halaman 2 dari 2
(asp/zap)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads