Pemprov DKI Jakarta melakukan uji coba kebijakan work from home (WFH) 50% bagi ASN. Kebijakan itu bagan dari upaya menekan polusi udara di Jakarta.
Uji coba mulai diterapkan Senin (21/8/2023) pagi. ASN akan WFH selama 2 bulan hingga 21 Oktober dan dilarang keluyuran serta pulang kampung.
Plt. Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko menerangkan, pelaksanaan uji coba WFH dilakukan dengan persentase kehadiran 50% bagi ASN yang melakukan fungsi staf atau pendukung. Sementara, untuk ASN yang menempati posisi pelayanan tidak berlaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelaksanaan uji coba WFH dilakukan dengan persentase kehadiran 50 persen di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, berlaku pada 21 Agustus-21 Oktober 2023 bagi ASN yang melakukan fungsi staf atau pendukung," kata Sigit dalam keterangan tertulis, Jumat (18/8).
"Namun, tidak berlaku pada layanan yang bersifat langsung kepada masyarakat, seperti RSUD, Puskesmas, Satpol PP, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan, Dinas Perhubungan, hingga pelayanan tingkat kelurahan," tambahnya.
Kepadatan Masih Terjadi
Pantauan detikcom sepanjang Jalan MT Haryono mulai dari Cawang hingga Pancoran pada Senin (21/8/2023) pukul 08.00 WIB kemacetan masih ditemukan di beberapa titik. Terjadi kepadatan lalu lintas akibat padatnya kendaraan roda dua dan roda empat masih terlihat.
Salah satu warga, Shinta (21), menjelaskan tetap merasakan kemacetan. Padahal dirinya bersama temannya berangkat dari rumahnya di Jakarta Pusat menggunakan Transjakarta untuk ke kantornya yang berada di Jakarta Timur.
"Masih macet sih, itu tadi di daerah Semanggi, Kuningan. Rumah saya di Jakarta Pusat, kantor di Jakarta Timur, ke kantor naik Transjakarta," kata Shinta kepada detikcom di kawasan Cawang, Jaktim, Senin (21/8/2023).
Lihat juga Video: Kata Pengamat soal WFH Tekan Polusi: Ada Hal Lain yang Ikut Tereduksi
Dinilai Kurang Efektif
Shinta mengaku telah mengetahui kebijakan 50 persen WFH bagi ASN di Jakarta. Namun menurutnya hal tersebut tak begitu efektif untuk menangani polusi udara serta mengatasi kemacetan.
"Setahu saya sih masih belum efektif ya, soalnya saya lihat di jalan polusinya juga masih banyak banget, tebel banget, terus juga buktinya sekarang masih macet gitu loh, kayak enggak efektif aja gitu loh," ucap Shinta.
Shinta juga merasakan efek dari tingginya tingkat polusi udara di Jakarta. Beberapa hari sebelumnya ia mengaku mengalami gejala flu.
Dia pun berharap pemerintah tidak bosan-bosan untuk memberi imbauan kepada warga agar menggunakan transportasi umum ketimbang kendaraan pribadi.
"Iya ini saya masih batuk pilek. Saya sih berharap pemerintah bisa menghimbau warga masyarakat khususnya yang bekerja itu untuk menggunakan transportasi umum, soalnya saya lihat masih banyak yang menggunakan kendaraan pribadi," pungkas Shinta.
Sementara, di Jalan Basuki Rahmat arah Tebet pukul 08.20 WIB, ruas jalan yang mengarah dari Duren Sawit, Jakarta Timur, ini terlihat macet. Kendaraan pribadi baik motor dan mobil menyemuti jalan tersebut.
Suara klaskon pun terdengar saling bersahutan. Kemacetan terjadi hingga underpass Basura yang mengarah ke Tebet, Jakarta Selatan.
Di ruas jalan sebaliknya yang mengarah ke Duren Sawit, Jakarta Timur, juga nampak ramai. Meski tidak sepadat di ruas yang mengarah ke Tebet, jalan ini juga ramai dilewati oleh kendaraan motor dan mobil.
(dek/dek)