Polda Metro Jaya membongkar praktik peredaran senjata api (senpi) ilegal yang dijual secara online atau melalui e-commerce. Ada empat klaster tersangka yang ditangkap dalam kasus ini.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menjelaskan kasus ini terungkap setelah pihaknya menyelidiki informasi yang diperoleh intelijen terkait peredaran senjata api ilegal. Polda Metro Jaya bekerja sama dengan Puspom TNI Angkatan Darat (AD), karena salah satu tersangka memiliki kartu anggota TNI AD palsu.
"Sejak bulan Juni, kami berkolaborasi dengan Puspom Angkatan Darat (AD), melakukan serangkaian penyelidikan dan penangkapan terhadap jaringan peredaran senjata api ilegal yang mengatasnamakan institusi angkatan darat dan kementerian pertahanan. Tersangka menggunakan kartu palsu seolah-olah itu adalah asli, bahkan melakukan pelatihan-pelatihan sejenis militer, padahal itu bukan militer," jelas Hengki dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (18/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Klaster Jaringan Terorisme
Hengki mengatakan klaster pertama yakni jaringan terorisme. Dia menyebutkan kasus jual beli senpi ilegal terkait terorisme akan ditangani Densus 88, sementara di luar terorisme akan ditangani Polda Metro Jaya.
"Ada beberapa klaster yang kami jelaskan di sini, pertama yang terkait dengan jaringan teror itu dilaksanakan oleh Detasemen Khusus 88, terkait jaringan teror," kata Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Klaster Penjual via e-Commerce
Hengki mengatakan klaster kedua yakni penjual senjata api ilegal secara online atau melalui e-commerce. Dia menjelaskan tersangka menjual senjata api modifikator dari air gun yang dimodifikasi menjadi senjata api.
"Tetapi di luar jaringan teror, di sini ada penjual senjata api, ini ada beberapa jenis ya senjata api modifikasi. Modifikasi ini, ini ada fenomena baru yang menjadi harus menjadi kewaspadaan kita, banyak sekarang beredar senjata air gun, air gun itu dia pelurunya dari gotri besi pakai gas CO2, ternyata itu bisa dimodifikasi di-upgade menjadi senjata api. Ini yang sangat berbahaya dan sekarang banyak beredar di masyarakat," beber Hengki.
"Nah ini senjata modifikator ini banyak disuplai yang profesional itu ada di Semarang yang kami ungkap kemarin, dan juga pabrikan penjual senjata api. Tetapi yang cukup menyediakan ini dijual via platform e-commerce, penjualan online seolah-olah di sana adalah airsoft gun, padahal itu sudah senjata modifikasi dari air gun ke senjata api," imbuhnya.
Baca selanjutnya: klaster modifikator dan penerima...
Klaster Modifikator
Dia mengatakan klaster ketiga yakni pabrik modifikator senjata api ilegal tersebut. Dia menyebutkan pabrik modifikator senjata api ilegal itu berada di Semarang, Jawa Tengah.
"Kemudian, klaster yang berikutnya adalah pabrik modifikator, ini yang kami baru ungkap kemarin di Semarang. Ini adalah penyuplai termasuk ke teroris ini, tapi ingat mereka tidak saling bertemu hanya via online dengan nama akun yang berubah-ubah," tambahnya.
Klaster Penerima
Hengki mengarah klaster keempat yakni klaster penerima dari pabrik modifikator senjata api ilegal. Dia menyebutkan sejumlah senjata api ilegal itu telah disita.
"Klaster yang berikutnya adalah penerima senpi ilegal dari penjual maupun pabrik modifikator ini," ujarnya.
Nah, salah satu penerima adalah Bripka Reynaldi Prakoso, anggota Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Hengki mengatakan Bripka Reynaldi Prakoso ditangkap karena membeli senjata api via e-commerce.
"(Renaldy) beli satu pucuk via e-commerce," kata Hengki.
Hengki mengatakan motif Reynaldi membeli senjata api tersebut tidak berkaitan dengan jaringan terorisme, melainkan hanya hobi semata.
"Kemudian, motif Renaldy itu tidak ada hubungannya (dengan jaringan teror), dia hanya hobi senjata aja," imbuh Hengki.