Warga Kampung Susun Bayam menggugat Pemprov DKI Jakarta dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena tak kunjung mendapat hak tinggal. Pemprov DKI Jakarta mengatakan sejak awal pihaknya telah menyiapkan Rusun Nagrak sebagai hunian alternatif bagi warga.
"Tugas Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) memberikan solusi hunian di Rusunawa Nagrak," kata Plt Kepala Dinas PRKP DKI Jakarta Retno Sulistyaningrum saat dihubungi, Senin (14/8/2023).
Meski begitu, Retno mengaku sampai sekarang belum ada warga yang berminat pindah ke Rusun Nagrak. Warga beralasan lokasi rusun tersebut jauh dari akses sekolah anak-anak mereka.
"Belum ada (yang pindah)," ujar Retno.
Retno memastikan bakal berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk menambah akses transportasi di Rusun Nagrak. Selain itu, pihaknya bakal berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk memproses pemindahan siswa ke sekolah yang jaraknya lebih dekat dengan Rusun Nagrak.
"Apabila warga bersedia menempati Rusun Nagrak terkait jarak sekolah dan kendala akses akan dikoordinasikan dengan SKPD terkait, dalam hal ini Disdik terkait dengan perpindahan sekolah, Dishub terkait dengan penyediaan feeder busway," terangnya.
Diketahui, Gugatan itu telah didaftarkan ke PTUN pada 14 Agustus 2023 dengan nomor 379/G/TF/2023/PTUN-JKT. Jihan mengatakan pihaknya menggugat tindakan pemerintah dengan tidak memberikan unit tinggal di Kampung Susun Bayam pada warga yang dianggap berkah.
"Yang digugat adalah bentuk tindakan pemerintah dengan tidak memberikan unit tempat tinggal, yaitu Kampung Susun Bayam," kata Jihan di PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Senin (14/8/2023).
Jihan mengatakan warga mengaku berhak menempati Kampung Susun Bayam setelah melalui proses verifikasi sebagaimana tercantum di dalam Surat Walikota Jakarta Utara nomor e-0176/PU.04.00 tentang Data Verifikasi Warga Calon Penghuni Kampung Susun Bayam. Selain itu, pihaknya menggugat karena merasa adanya pelanggaran hak atas hunian yang sudah dijanjikan sebelumnya oleh Pemprov DKI dan Jakpro.
"Pengabaian oleh Pemprov DKI dan Jakpro telah berdampak pada ketidakpastian pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak. Akibatnya, warga harus tinggal terkatung-katung, bahkan lima kepala keluarga di antaranya harus berkemah di depan Kampung Susun Bayam karena tidak lagi memiliki uang untuk mengontrak atau mencari tempat tinggal lainnya," ujarnya.
"Hal ini membuktikan tidak hadirnya negara dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta dalam pemenuhan hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga Kampung Bayam, termasuk diantaranya warga yang menggugat," sambungnya.
Gugatan dilayangkan karena warga merasa tidak memiliki kepastian hukum dalam menghadapi masalah ini. Tindakan Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro, menurut warga, telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
"Selain ketidakpastian hukum yang harus dihadapi oleh warga Kampung Bayam, pelanggaran asas keterbukaan, kemanfaatan, ketidakberpihakan dan kepentingan umum juga sangat terlihat," ucapnya.
Jihan mengacu pada Pergub DKI 55/2018 dan menyebut kliennya masuk dalam kategori warga terprogram dan berhak atas unit yang dalam skema Kepgub DKI 979/2022.
Simak Video 'Keroyokan Poles JIS Demi Pembukaan Piala Dunia U-17':
(taa/eva)