Luas Tanah Berbeda dengan di Akta Jual Beli, Mana yang Sah di Mata Hukum?

Luas Tanah Berbeda dengan di Akta Jual Beli, Mana yang Sah di Mata Hukum?

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 10 Agu 2023 10:58 WIB
Leny Ferina
Leny Ferina (dok.pri)
Jakarta -

Jual beli tanah harus dituangkan dalam bukti tertulis agar mudah pembuktiannya di kemudian hari. Tapi bagaimana bila ada perbedaan luas tanah di bukti dengan di lapangan?

Berikut pertanyaan pembaca:

Saya ada transaksi jual beli tanah, yang di mana penjual dan para saksinya menandatangani kuitansi/nota lengkap dengan materai serta dengan isinya lengkap dengan luas tanah. Akan tetapi luas tanah yang di kuitansi (yang disebutkan oleh penjual) berbeda dengan sertifikat. Dan sekarang ada pihak ketiga yang mengklaim hasil dari berbeda dari kwitansi dan sertifikat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu siapa yang sah atas tanah itu di mata hukum?

Rama

ADVERTISEMENT

Pembaca juga bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi.

Nah untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Leny Ferina, S.H. Berikut jawabannya:

Terima Kasih, kami akan mencoba menjawab pertanyaan saudara terkait permasalahan hukum yang sedang dihadapi oleh anda.

Saya akan memberikan pandangan hukum terkait permasalahan yang saudara hadapi dari sisi hukum maupun peraturan lain yang terkait berdasarkan informasi dan kronologis kejadian yang telah kami terima dari anda.

Bukti kepemilikan hak atas tanah adalah sertifikat tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ("PP 24/1997"):

"Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan".

Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya. Disebutkan bahwa hak atas tanah meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan.

Bukti otentik hak-hak yang disebutkan di atas pun didokumentasikan ke dalam sertifikat resmi yang terdiri dari:

a. Sertifikat Hak Milik (SHM)
b. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
c. Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)
d. Dari ketiga jenis sertifikat tersebut, SHM memiliki kedudukan hukum tertinggi.

Legitimasinya diejawantahkan dalam UUPA Pasal 20 ayat 1. Disebutkan;

"Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah".

Jenis-Jenis Bukti Kepemilikan Tanah Selain Sertifikat

Namun, seperti telah disinggung di atas, selain sertifikat ada pula sejumlah dokumen yang bisa dijadikan bukti kepemilikan atas tanah. Hanya saja kedudukannya di mata hukum tidak setinggi SHM maupun SHGB.

Jenis-Jenis Bukti Kepemilikan Tanah Selain Sertifikat

1. Girik;
2. Letter C;
3. Petok D;
4. Surat Hijau;
5. Eigendom Verponding

Apabila terjadi kesalahan atau perbedaan ukuran tanah di dalam kwitansi jual beli dengan di sertifikat , berarti developer anda telah melakukan wanprestasi.

Apabila terjadi kesalahan atau perbedaan ukuran tanah di dalam kwitansi jual beli dengan di sertifikat , berarti developer anda telah melakukan wanprestasi.Leny Ferina, S.H. (Penyuluh Hukum BPHN)

Dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

Melalui isi pasal tersebut, setidaknya ada 3 unsur wanprestasi, antara lain:

-Ada perjanjian;
-Ada pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian; dan
-Telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian.

Sehingga, hal yang menyebabkan timbulnya wanprestasi adalah karena adanya cidera janji dalam perjanjian yang menyebabkan salah satu pihak ingkar akan janjinya atau melanggar janji. Maka, pihak yang cidera janji harus bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

Kalau dalam gugatan wanprestasi, maka tuntutan pada masing-masing orang untuk keseluruhannya hanya mungkin diajukan apabila sifat tanggung rentengnya dicantumkan dalam kontraknya atau apabila prestasinya tidak dapat dibagi-bagi. Tetapi apabila kesalahan nya memang dari BPN yang slah melakukan pengukuran pada tanahnya, segera laporkan hal tersebut ke kantor BPN sesuai domisili.

Nantinya, akan dilakukan pendaftaran ulang tanah yang mencakup empat tahapan:

Pertama, pengumpulan dan pengolahan data fisik oleh petugas.
Kedua, pembuktian hak dan pembukuan.
Lalu, penerbitan sertifikat dan pengajuan data fakta dan yuridis, serta penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Untuk pengumpulan data fisik sendiri, mencakup langkah-langkah berikut:

-Pembuatan peta dasar pendaftaran.
-Penetapan batas bidang-bidang tanah.
-Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah.
-Pembuatan daftar tanah.
-Pembuatan surat ukur tanah.
-Pengukuran ulang akan diikuti oleh pihak-pihak yang tanahnya berbatasan langsung dengan tanah milik pemohon.

Jadi, ketika dalam sertifikat tanah Anda mengalami kesalahan pengukuran, segera laporkan ke petugas dan ikuti tahapan-tahapan yang diharuskan. Memang, kesalahan dalam pengukuran tanah untuk sertifikat bisa saja terjadi. Biasanya, akibat kelalaian dari petugas, kesalahan dalam membaca batasan lahan, tidak jelasnya peta, dan masih banyak lagi.

Dalam mengukur dan memetakan lahan sebagai dasar pendaftaran, petugas BPN akan mengukur terrestrial di atas permukaan bumi dan pengukuran fotogrametik dari udara. Kesalahan dalam pengukuran tanah adalah tanggung jawab dari Kantah. Hal ini sesuai dengan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam beleid itu disebutkan, Kepala Kantah akan bertanggung jawab secara administratif jika ada kesalahan pengukuran lahan atau tanah.

Demikian jawaban dari kami untuk permasalahan hukum saudara, semoga bermanfaat.

Terima kasih.

Leny Ferina, S.H.
Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham

Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

detik's advocate

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Halaman 2 dari 2
(asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads