Pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo tengah menjadi sorotan lantaran mahasiswa diminta mengunduh registrasi salah satu aplikasi pinjaman online (pinjol). Pihak kampus saat ini sedang menelusuri masalah tersebut.
Dilansir detikJateng, Wakil Rektor 3 UIN Raden Mas Said Solo Prof Syamsul Bakri Wironagoro mengatakan pemberian sanksi paling berat bisa berupa pemecatan. Dia menuturkan sanksi melalui sidang kode etik akan diberikan jika menemukan kesalahan dalam praktik pelaksanaan PBAK itu.
"Terakhir itu ada sidang kode etik, apakah mahasiswa itu punya kesalahan sedang, ringan, atau berat. Kalau berat, kena sanksi yang berat maksimal pemecatan. Kalau sedang, sanksinya akan kita kembalikan kepada fakultas," kata Syamsul, Senin (7/8/2023).
Meski demikian, dia menjelaskan sanksi berat biasanya hanya diberikan kepada mahasiswa yang terlibat dalam kasus kriminal.
"Pemecatan itu DO kalau itu kriminal. Kita beberapa kali menggelar sidang kode etik lalu mengeluarkan mahasiswa, misal terlibat terlibat terorisme, pembunuhan, narkoba. Tapi kalau sedang, kita kembali ke fakultas, misal dicutikan paksa misalnya," imbuhnya.
Adapun Rektor UIN Raden Mas Said Solo Prof Mudofir mengaku telah meminta keterangan terhadap pengurus Dema. Dari laporan yang ia terima, ada sekitar 4.000 mahasiswa baru tahun ini.
Sedangkan dari ribuan mahasiswa baru itu, baru ratusan orang yang telah mengisi data dan melakukan registrasi.
Namun, data itu berbeda dengan hasil temuan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang menggelar aksi demo atas masalah itu. Mereka menyebut sudah ada ribuan mahasiswa baru yang teregistrasi.
"Di dalam ujar daripada ketua Dema sendiri, sudah beberapa Maba, sekitar 2 ribu mahasiswa yang sudah registrasi dan berhasil, dari 3 ribu mahasiswa yang melakukan registrasi," kata Ketua HMI Komisariat UIN Raden Mas Said Solo, Kelvin Harianto.
Baca selengkapnya di sini.
Simak juga 'Pengakuan Senior Pembunuh Mahasiswa UI: Rugi Kripto-Terlilit Pinjol':
(dek/idh)