KPK tengah mengusut kasus dugaan proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya. Tim penyidik juga ikut memeriksa Direktur Utama AirNav Indonesia Polana Banguningsih Pramesti dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp 46 miliar.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Polana diperiksa pada Rabu (3/8) di gedung Merah Putih KPK. Dia dicecar soal aliran uang dari proyek fiktif yang melibatkan PT Amarta Karya.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain dugaan adanya aliran uang dari proyek fiktif PT AK ke beberapa kegiatan bisnis perusahaan," kata Ali kepada wartawan, Jumat (5/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim penyidik juga memeriksa Building Manager Kawasan Taman Melati Margonda, Ashadi Cahyadi, pada Rabu (3/8). Dia turut diperiksa terkait aliran uang dari proyek fiktif PT Amarta Karya.
"Selanjutnya akan didalami dan dikonfirmasi lebih lanjut ke beberapa pihak," tutur Ali.
Respons AirNav
Sekretaris Perusahaan AirNav Indonesia Hermana Soegijantoro telah buka suara soal pemeriksaan Polana di KPK. Dia diperiksa sebagai saksi kasus korupsi PT Amarta Karya.
"Ibu Polana B. Pramesti mendukung penuh proses penyelidikan dan investigasi KPK pada kasus ini, dan mendukung sepenuhnya langkah-langkah KPK dalam pemberantasan korupsi," ungkap Hermana dalam keterangannya, Kamis (3/8).
Hermana menegaskan pihaknya sama sekali tak memiliki kaitan dengan kasus subkontraktor fiktif yang menjerat Amarta Karya pada 2018.
"Kasus subkontraktor fiktif di internal PT Amarta Karya yang terjadi pada tahun 2018, tidak ada kaitannya dengan AirNav Indonesia," tegas Hermana.
Lihat juga Video 'Dewas KPK Pelajari Laporan MAKI Terkait OTT Kabasarnas':
Selanjutnya
Kasus Proyek Fiktif PT Amarta Karya
KPK sebelumnya telah menahan Direktur Utama PT Amarta Karya, Catur Prabowo, yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif tahun 2018-2020. Proyek fiktif itu diduga merugikan negara miliaran rupiah.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan kasus ini berawal saat Catur Prabowo memerintahkan Direktur Keuangan PT Amarta Karya bernama Trisna Sutisna untuk menyiapkan uang bagi kebutuhan pribadinya. Uang itu diambil dari pembayaran proyek dari PT Amarta Karya.
"Tersangka TS bersama dengan beberapa staf di PT AK Persero kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT AK Persero tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya," kata Alex di KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023).
Persekongkolan keduanya lalu memunculkan CV fiktif pada 2018. CV itu digunakan untuk menerima pembayaran dari kegiatan PT Amarta Karya.
Dalam penyidikan KPK menemukan ada 60 proyek fiktif yang dikerjakan oleh PT Amarta Karya. Uang dari pembayaran proyek fiktif itu lau digunakan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna untuk kepentingan pribadi.
Tindakan korupsi proyek fiktif dari Catur Prabowo dan Trisna Sutisna diduga merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah.
"Diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 46 miliar," tutur Alex.