KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Jakarta Timur dan Kota Bekasi terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa tahun 2021 hingga 2023 di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2022 lalu menjadi salah satu instrumen yang menjadi acuan untuk dilakukannya penindakan tersebut.
Berdasarkan hasil SPI tahun 2022 lalu, Basarnas adalah satu dari sejumlah kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (K/L/PD) yang terpotret memiliki tingkat risiko tinggi dalam pengelolaan PBJ. Melalui kuesioner SPI 2022, lebih dari 40% responden dari internal Basarnas sendiri menyatakan melihat atau mendengar adanya risiko korupsi pada PBJ di instansinya.
Secara umum, komponen risiko tersebut berbentuk pengaturan proses pemilihan pemenang lelang, hingga adanya hubungan kedekatan antara penyedia barang/jasa pemenang pengadaan dengan pejabat. Risiko korupsi lainnya pada variabel pengelolaan PBJ adalah pemenang paket PBJ merupakan peserta yang memberikan sesuatu (uang, barang, fasilitas, dan sejenisnya) kepada pihak terkait.
Korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang melibatkan para penyelenggara negara termasuk modus yang paling sering ditangani KPK sejak tahun 2004. Setidaknya hingga pertengahan tahun 2023, KPK telah memproses 301 perkara, terbesar kedua jumlahnya setelah modus gratifikasi/penyuapan yang berjumlah 916 perkara.
"Komitmen KPK adalah melaksanakan penegakan hukum hingga tuntas agar memberikan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Terlebih dugaan tindak pidana korupsi ini terkait pengadaan barang dan jasa yang menyangkut dengan keselamatan manusia," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata Beberapa waktu lalu, seperti dikutip dalam keterangan tertulis Senin (31/7/2023).
Apa Itu SPI?
SPI adalah upaya KPK untuk memotret risiko korupsi, praktik korupsi dan upaya pencegahan korupsi di seluruh lembaga publik di Indonesia, mencakup kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (K/L/PD). Dari SPI itu dihasilkan ukuran dampak upaya perbaikan dan pencegahan korupsi yang telah dilakukan, serta berbagai risiko korupsi yang ada di instansi. Suap, gratifikasi, pungli, jual beli jabatan, penyalahgunaan fasilitas dan kegiatan kantor, pengadaan barang dan jasa hingga penyelewengan anggaran, akan terpetakan melalui SPI.
SPI dapat disebut sebagai survei antikorupsi terbesar jika melihat dari jumlah respondennya yang mencapai kisaran 400 ribu orang. Tiga kelompok responden menjadi sasaran SPI, yakni pegawai instansi publik, masyarakat pengguna layanan publik dan pelaku usaha, serta pemangku kepentingan (auditor, lembaga swadaya masyarakat, media massa dan lainnya).
Di tahun 2021 SPI pada skala nasional mencatatkan nilai 72,4. Di periode berikutnya, nilai SPI 2022 turun tipis menjadi 71,94. Kedua nilai tersebut menjadi penanda, K/L/PD di Indonesia masih rentan terhadap korupsi dan perlu perbaikan tata kelola yang berkelanjutan.
"Indikasi sesuatu bisa disebut berintegritas dan antikorupsi, kalau setiap sistem di dalamnya sudah berkepastian, semua prosesnya sama, orang bisa memastikan prosedurnya. Sehingga dalam pelayanan publik misalnya, masyarakat tidak perlu melakukan suap. Logikanya, kalau sudah transparan untuk apa pakai calo," terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Lewat SPI, para responden yang terjaga kerahasiaan dan identitasnya oleh KPK dapat menuturkan persepsi hingga pengalaman pribadi mereka, yang relevan dengan sejumlah risiko korupsi di K/L/PD yang diukur. Dari data tersebut, juga akan terlihat apakah upaya perbaikan sistem yang dilakukan K/L/PD untuk mencegah korupsi dari tahun ke tahun menunjukkan perbaikan, atau malah sebaliknya.
Urgensi Partisipasi Publik untuk SPI 2023
Berdasarkan keterangan KPK, masih cukup banyak K/L/PD pada skala nasional yang belum mampu menunjukkan perbaikan serupa. Berkaca pada SPI 2022, tercatat 1 dari 4 responden masyarakat pengguna layanan/vendor menyatakan, pernah memberikan suap/gratifikasi atau menjadi korban pungli.
Temuan lainnya, di lingkup pegawai, SPI mencatat sebanyak 33% mengatakan adanya penyalahgunaan pengelolaan pengadaan barang dan jasa di instansi, 59% pegawai menyalahgunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, serta 25% pegawai mengatakan risiko jual/beli jabatan di instansi masih tinggi.
Ghufron menyatakan hal tersebut mencerminkan kasus korupsi masih terus terjadi di lingkup K/L/PD. Oleh sebab itu, dia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berkontribusi dalam SPI 2023 dengan menuangkan pengalamannya serta melaporkan praktik korupsi yang mungkin saja terjadi dalam pelayanan publik.
"Kami tidak berharap K/L/PD melakukan survei dengan mengumpulkan pegawainya untuk mengisi SPI supaya mendapat nilai yang bagus. Ajak masyarakat untuk memberikan penilaian supaya hasilnya lebih objektif," pesan Ghufron.
Dia menambahkan secara nasional SPI akan melakukan penilaian terhadap 640 K/L/PD secara internal dan eksternal. Untuk penilaian internal menyangkut tujuh dimensi, yaitu transparansi, integritas dalam pelaksanaan tugas, perdagangan pengaruh (trading in influence), pengelolaan anggaran, pengelolaan pengadaan barang dan jasa, pengelolaan SDM dan sosialisasi antikorupsi. Sementara itu, penilaian eksternal meliputi transparansi dan keadilan layanan, upaya pencegahan korupsi, dan integritas pegawai.
SPI 2023 telah dimulai pada 17 Juli 2023 dan akan berakhir hingga 31 Oktober 2023 mendatang. Responden SPI dapat mendaftar melalui tautan https://bit.ly/PendaftaranSPI2023 atau mengunjungi situs https://jaga.id. Pendaftaran dapat pula dilakukan dengan cara memindai QR code yang dipublikasikan di tempat-tempat layanan publik.
Ghufron mengungkapkan jika berkaca dari hasil SPI tahun lalu, tak hanya Basarnas yang memiliki risiko korupsi tinggi dalam tata kelolanya. Dia mengingatkan temuan berdasarkan hasil survei sudah selayaknya menjadi pengingat agar risiko tak dibiarkan bertumbuh menjadi pelanggaran nyata.
Lihat juga Video 'Tersangka Suap Kabasarnas Serahkan Diri ke KPK!':
(ega/ega)