Namanya Hendro Fernando. Perawakannya tinggi dan tegap, kulit sawo matang. Teman-teman dekatnya biasa memanggil lelaki kelahiran Bekasi, 24 Maret 1984, itu 'Baron'. Dia adalah penggalang dan penerima dana untuk disalurkan ke organisasi-organisasi teroris, seperti Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah.
"Saya pernah mendapat tugas dari Bahrumsyah (pentolan ISIS) untuk menyalurkan dana USD 100 ribu dari Suriah ke Poso," kata Hendro dalam acara bedah buku 'Narasi Mematikan Pendanaan Teror di Indonesia' karya Noor Huda Ismail di Universitas Paramadina, Kamis (27/7/2023).
Tugas itu diterimanya pada 2015. Hendro mengambilnya dari Turki dengan memecah, lalu menyalurkannya via jasa Western Union dalam satu pekan. Untuk menghindari identifikasi nasabah oleh penyedia jasa keuangan, Hendro Fernando juga memanfaatkan jaringan Hawala. Ini adalah sistem transfer uang secara informal yang didasarkan pada asas kepercayaan dan biasa dilakukan oleh jaringan luas pedagang uang di Timur Tengah, Afrika Utara dan Timur Laut, serta Asia Tenggara. "Kalau dirupiahkan, total dana sekitar Rp 1,3 miliar, cash saya ambil dari Turki," kata Hendro.
Dana sebanyak itu untuk disalurkan ke MIT di Poso untuk membeli senjata dan amunisi dari Filipina. Sebagian untuk membeli sembilan senjata selundupan dari LP Tangerang serta membeli berbagai kebutuhan sehari-hari. Tapi belum sempat uang itu digunakan untuk melakukan aksi teror, Hendro ditangkap Densus 88 Antiteror sesaat setelah peristiwa bom Thamrin, Januari 2016.
Saat ditahan di Mako Brimob, Hendro mengaku masih bisa berkomunikasi dengan jaringannya di Poso. Dia antara lain masih bisa membantu menggalang dan menyalurkan dana untuk pembangunan pesantren dan menghidupi anak-anak para narapidana terorisme. "Saya memanfaatkan media sosial, antara lain membikin narasi (pentingnya bersedekah) di grup Telegram. Dalam dua bulan, saya dapat Rp 300 juta," ujarnya.
Hendro baru meninggalkan penjara dengan tingkat keamanan berlapis, Nusakambangan, pada akhir 2020. Noor Huda memperkenalkan Hendro dalam acara tersebut sebagai 'The Handsome Preman'. "Dulu rambutnya gondrong kayak aktor John Wick (Keanu Reeves)," ujarnya disambut tawa hadirin.
Selain Hendro, acara itu juga menampilkan Munir Kartono. Dia mengaku menggalang dana via jaringan internet, antara lain dengan mengutip PayPal para nasabah. "Tapi saya ngambil ya nggak banyak-banyak, paling USD 5," katanya.
Orang-orang yang terlibat dalam tindak pidana terorisme, ia melanjutkan, tak sedikit yang terpelajar dan melek teknologi. Mereka terus berusaha dengan teknologi untuk melakukan aksi pendanaan terorisme untuk masa depan. Via internet, kata Munir, banyak hal bisa dimonetisasi, salah satunya game atau judi online.
Hendro dan Munir adalah satu dari sekian narasumber tepercaya penulisan buku 'Narasi Mematikan'. Huda mengistilahkan para narasumbernya sebagai 'credible voice'. Ia melakukan penelitian terkait pendanaan terorisme selama setahun. "Kalau menuliskannya sih cuma tiga bulan," ujar koresponden The Washington Post biro Asia Tenggara, 2002-2005, itu.
Di dalam buku, Hendro mengaku punya hobi tawuran dan ngebut dengan sepeda motor saat masih sekolah di STM. Tapi hidup dengan kekerasan ala jalanan itu tak membuatnya nyaman. Suatu hari dia tersentuh oleh pemberitaan terkait Palestina dari sebuah stasiun televisi. Pelan-pelan ia terpikat untuk mengikuti pengajian. Cuma keliru memilih masjid. Ia memasuki masjid di Bekasi yang ternyata merupakan sarang para aktivis jihad, seperti Majelis Mujahidin Indonesia dan Jamaah Asharut Tauhid. Pematerinya antara lain Abu Bakar Ba'asyir dan Abu Jibril.
Hendro juga kemudian berkenalan dengan Bahrumsyah pada 2012. Keduanya sering rapat bersama untuk mengadakan acara-acara dakwah tauhid di Bekasi, Ciputat, Sumatera, dan daerah lainnya.
Dari situlah kemudian dia aktif dalam penggalangan dana bagi keluarga teroris. Rujukannya adalah sebuah hadis Bukhari yang menyatakan, "Barang siapa yang mempersiapkan orang yang berperang di jalan Allah, berarti dia telah berperang (mendapat pahala berperang). Dan barang siapa yang menjaga (menanggung urusan rumah) orang yang berperang di jalan Allah dengan baik, berarti dia telah berperang."
Menggalang dana, bagi Hendro, dirasakannya sebagai bagian dari upaya menghapus dosa-dosanya di masa lalu. Bersama istrinya, dia terlibat dalam Gerakan Sehari Seribu (Gashibu) yang diinisiasi Izzy alias Irkham Fuadi.
Simak juga 'Ledakan Bom Mobil di Suriah, 15 Orang Tewas':
(jat/mae)