Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menyoroti kebijakan Kementerian Pendayahgunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) tentang kenaikan pangkat 6 kali dalam setahun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Meski kebijakan tersebut baik, namun dia mengingatkan pemerintah untuk juga memikirkan nasib pegawai honorer.
"Untuk mereka yang mendapatkan kenaikan pangkat kan sudah jelas sebagai apresiasi atas kinerjanya. Tapi jangan lupa Pemerintah masih punya PR dalam memaksimalkan status tenaga honorer yang diangkat menjadi PPPK atau ASN," kata Mardani dalam keterangannya, Selasa (18/7/2023).
Ketua DPP PKS ini menyebut masih banyak ketidakjelasan nasib pegawai honorer yang dijanjikan akan diangkat menjadi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau ASN. Menurutnya, KemenPAN-RB fokus terhadap masalah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak pegawai honorer yang menunggu realisasi dari janji kenaikan status mereka. Ini seharusnya yang lebih diprioritaskan, karena kalau ASN kan memang sudah memiliki kejelasan dalam status," tutur Mardani.
Mardani menyebut, proses seleksi pegawai honorer menjadi PPPK dan ASN merupakan poin penting untuk peningkatan kesejahteraan dan pengakuan bagi tenaga honorer di Indonesia.
"Kami memahami niat baik Pemerintah untuk para ASN. Tapi jangan sampai kemudian menyepelekan soal kebutuhan tenaga honorer karena bisa saja pegawai yang sekarang berstatus honorer justru memiliki kapabilitas dan komitmen yang lebih tinggi dari beberapa yang telah menjadi pegawai tetap," paparnya.
Mardani menyoroti adanya ribuan peserta seleksi ASN PPPK tenaga teknis tahun 2022, yang gugur massal sehingga menyisakan formasi kosong yang besar. Di sisi lain, ada kebutuhan besar di berbagai kementerian/lembaga.
"Sungguh memprihatinkan jika melihat ribuan orang tenaga teknis tidak lolos seleksi. Ini yang harus dicari jalan keluarnya oleh Pemerintah, agar tidak ada kekosongan di setiap kementerian atau lembaga," ucap Mardani.
Para tenaga teknis yang gagal dalam seleksi terkendala dalam aturan Passing Grade (PG). Bahkan menurutnya, hanya 13 persen tenaga teknis yang lolos dari aturan tersebut. Oleh karena itu, Mardani mendorong adanya perubahan aturan dari PG menjadi masa kerja sebagai syarat lolos seleksi.
"Ini harus mendapat perhatian khusus dari Menpan RB, untuk segera mengambil dan menerbitkan kebijakan yang mengakomodir dan meluluskan tenaga teknis tersebut menjadi PPPK," ujarnya.
"Persoalan PG ini menjadi kendala bagi tenaga teknis, alangkah eloknya jika mengambil langkah humanis dengan mempertimbangkan masa pengabdian kerja menjadi aturan lolos seleksi. Karena secara skill selama ini mereka toh mumpuni," lanjut Mardani.
Mardani menyebut jumlah honorer di bidang tenaga teknis sangat banyak di Indonesia. Bahkan terdapat di seluruh lembaga dan kementerian hingga di tingkat pemerintah daerah.
"Jika dikatakan jumlah honorer tenaga teknis tidak banyak, salah sekali. Karena hampir di setiap kementerian, lembaga bahkan di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) juga ada. Jadi tidak boleh dianggap enteng para tenaga teknis ini," ungkap Mardani.
Mardani juga mengingatkan, kebijakan kenaikan pangkat 6 kali dalam setahun bagi ASN di saat banyak pegawai honorer yang nasibnya belum jelas akan membuat persepsi negatif di masyarakat apalagi belakangan banyak muncul masalah yang melibatkan ASN.
"Jangan sampai tercipta persepsi bahwa mudah sekali orang naik jabatan. Jadi kenaikan jabatan adalah bentuk apresiasi yang harus disertai dengan kualitas dan profesionalitas," tegasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikut