Usai banyaknya orang tua calon murid yang memakai alamat palsu dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) supaya berhasil mendaftar sekolah via jalur zonasi, muncul usulan agar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) soal PPDB direvisi saja. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) merespons positif usulan itu.
"Kemendikbudristek senantiasa mendengar dan menampung masukan dari berbagai pihak untuk semakin meningkatkan layanan PPDB ke depannya," kata Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Ristek, Anang Ristanto, kepada detikcom, Selasa (18/7/2023).
Saat detikcom bertanya mengenai apakah itu berarti Permendikbud tersebut akan direvisi, Anang tidak menjawab sampai berita ini diunggah. Permendikbud yang dimaksud adalah Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB. Terlepas dari itu, Anang menyampaikan PPDB bertujuan memeratakan pendidikan di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PPDB merupakan upaya bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam mewujudkan pemerataan akses bagi seluruh peserta didik guna mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas," kata Anang.
Berdasarkan catatan yang dihimpun detikcom, aturan mengenai PPDB sudah beberapa kali mengalami perubahan. Aturan PPDB yang bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan ini diinisiasi di era pendahulu Mendikbud Nadiem Makarim yakni Mendikbud Muhadjir Effendy.
Dulu, ada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 juncto Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019, direvisi menjadi Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, dan direvisi lagi menjadi Prmendikbud Nomor 1 Tahun 2021.
Usulan revisi
Berangkat dari 'banjir' modus pemalsuan alamat dan Kartu Keluarga (KK) calon siswa dalam PPDB, pemerhati pendidikan mengusulkan agar Permendikbud soal PPDB direvisi. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai perlu ada aturan yang lebih adil bagi pihak calon murid.
"Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 harus direvisi dan diganti dengan aturan baru yang jelas dan berkeadilan. Aturan ini harus bisa langsung diterapkan tanpa harus menunggu Pemda membuat aturan turunan yang malah membingungkan dan menimbulkan diskriminasi di daerah-daerah," kata Ubaid.
Dia menyoroti Pasal 12 dan 30 dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 itu. Dia usul agar Permendikbud meninggalkan model seleksi dalam PPDB. Soalnya, sistem seleksi tidak adal dan bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945 bahwa semua punya hak sama untuk pendidikan. Seleksi itu mensyaratkan sistem gugur, maka bakal ada yang tidak dapat sekolah bila sistem seleksi diterapkan dalam PPDB seperti sekarang.
"Jangan lagi menggunakan 'sistem seleksi' dalam aturan PPDB yang baru. Gunakan sistem yang berkeadilan yang memastikan 'no one left behind' dalam pemenuhan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas," kata Ubaid.
![]() |
Selanjutnya, Pasal 16. Di pasal itu diatur pelibatan sekolah swasta bersifat opsional. Ubaid mengusulkan agar pelibatan swasta bersifat wajib. Pemerintah juga harus membiayai penuh pendidikan anak di swasta.
Soal pelaporan dan pengawasan, Ubaid mengusulkan agar perkara itu juga melibatkan tim khusus yang terbuka melibatkan masyarakat sipil. Dengan demikian, masyarakat bisa turut memantau dan mengevaluasi kebijakan PPDB ini.
Meski begitu, Ubaid menilai sistem zonasi bisa terus diterapkan. Namun, penerapan sistem zonasi perlu dibarengi dengan pemerataan kualitas sekolah baik swasta maupun negeri.
Simak juga Video 'Cak Imin soal Kontroversi PPDB Sistem Zonasi: Penyakit Memprihatinkan':