Ahmad Juwanto (19) mengidap obesitas hingga berat badannya mencapai 200 kilogram (kg). Kondisi itu membuat Ahmad tak bisa berbaring dan duduk di dalam rumahnya yang beralamat di Jakarta Timur (Jaktim).
Kondisi obesitas membuat Ahmad tak bisa beraktivitas seperti beberapa tahun sebelumnya. Dia mengatakan berat badannya naik drastis setelah dewasa.
"Sejak umur 10 tahun mulai obesitas. Waktu itu masih bisa beraktivitas sampai umur 17 tahun. Naik drastis (berat badan) umur 18 tahun," kata Juwanto, dilansir Antara, Rabu (5/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bobot tubuh 200 kg membuat Ahmad tidak memungkinkan untuk berjalan. Dia menghabiskan seluruh waktunya dengan berbaring dan duduk di ruang tamu rumahnya di Jalan SMP 160, Kelurahan Ceger, Kecamatan Cipayung, Jaktim.
Nenek Juwanto, Lina (54), mengaku tidak mengetahui pasti penyebab obesitas yang diderita Juwanto sehingga mereka tidak dapat berbuat banyak untuk memulihkan kondisi Juwanto.
Menurut dia, sejak masih duduk di sekolah dasar (SD) cucunya tersebut memang sudah mengalami obesitas dan bobotnya terus bertambah hingga dewasa.
"Memang badannya gede dari kecil sih, dari SD juga sudah besar badannya. Sudah kelihatan gede," tutur Lina.
Putus Sekolah
Keterbatasan ekonomi pihak keluarga dan obesitas yang diderita Juwanto juga membuatnya terpaksa putus sekolah.
Setelah sekolah swasta tempat Juwanto belajar tutup karena kekurangan murid, hingga kini Juwanto belum melanjutkan pendidikan ke jenjang kelas II SMP.
Juwanto juga memimpikan berat badan yang ideal dan ingin mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Butuh Biaya Medis
Sebelum beratnya lebih dari 200 kilogram pihak keluarga sebenarnya sudah berupaya membawa Juwanto ke sejumlah fasilitas kesehatan untuk mendapat penanganan medis.
Sudah 3 rumah sakit di wilayah Jaktim didatangi, tapi karena tidak membuahkan hasil dan pihak keluarga terbebani dengan biaya akomodasi pengobatan pun terpaksa terhenti.
Pada Jumat (30/6) lalu petugas medis dan jajaran Sudin Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jaktim sempat hendak mengevakuasi Juwanto ke RS.
Namun tawaran tersebut sempat ditolak karena pihak keluarga belum mendapat jaminan pembiayaan selama Juwanto menjalani perawatan di rumah sakit dari pemerintah daerah.
"Nanti soal biaya bagaimana? Dua tahun lalu sudah pernah berobat selama enam bulan, dapat bantuan. Tapi nggak ada perubahan. Cuman dibilang pola makan diatur," tutur Lina.
Pihak keluarga tidak menolak Juwanto dirawat di RS. Namun mereka berharap pemerintah menjamin menanggung seluruh biaya pengobatan dan akomodasi karena ada keterbatasan ekonomi.
"Sebelum-sebelumnya orang dari puskesmas dan kelurahan datang, tapi kontrol kondisi saja. Kita mau bawa ke rumah sakit juga bagaimana, enggak ada biaya," kata Lina.
(jbr/rfs)