Heroin 2,6 Kg Ngumpet di Koper yang Tak Diketahui Mary Jane

Heroin 2,6 Kg Ngumpet di Koper yang Tak Diketahui Mary Jane

Tim detikcom - detikNews
Senin, 03 Jul 2023 08:36 WIB
Ilustrasi Mary Jane
Ilustrasi Mary Jane. (Foto: Ilustrator Edi Wahyono)
Jakarta -

Vonis mati dijatuhkan Pengadilan Negeri Sleman pada 11 Oktober 2010 untuk Mary Jane Fiesta Veloso. Hukuman itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa yaitu seumur hidup penjara untuk warga Filipina yang kedapatan membawa 2,6 heroin tersebut.

"Menyatakan terdakwa Mary Jane Fiesta Veloso tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak atau melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram," ujar majelis hakim yang saat itu dipimpin hakim Dahlan dan dibantu 2 hakim anggota yaitu Kadarisman Al Riskandar dan Suratno.

Dilansir detikX, Mary Jane ditangkap di Bandara Adisutjipto pada April 2010. Saat itu 2 petugas Bea Cukai bandara mencurigai koper warna hitam Mary Jane sebab ketika melintas di mesin X-Ray tampak bintik-bintik hijau kecokelatan di dalamnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mary Jane lalu dibawa ke ruangan khusus untuk menjalani pemeriksaan fisik. Di ruangan itu, Mary Jane diminta membuka koper dan mengeluarkan isinya. Satu per satu barang bawaan Mary Jane diperiksa dan tak ada yang aneh.

Namun ada bagian dalam koper yang mencurigakan. Tampak kulit bagian luar koper itu seperti bekas disayat dan direkatkan kembali dengan lakban warna hitam. Petugas pun merobeknya. Terlihat beberapa bungkusan yang dilapisi alumunium foil yang disimpan di sela-sela dinding koper. Salah satu bungkusan lalu dibuka. Ternyata isinya serbuk berwarna cokelat muda kekuningan. Setelah dicek memakai alat narko test, serbuk itu adalah narkotika golongan 1 jenis heroin.

ADVERTISEMENT

Mary Jane terkejut. Serbuk heroin itu dibagi menjadi empat bagian bungkusan plastik berwarna putih. Plastik pertama seberat 559 gram, plastik kedua seberat 695 gram, plastik ketiga seberat 581 gram, dan plastik keempat seberat 776 gram. Total serbuk itu berjumlah 2.611 gram atau 2,611 kg.

Mary Jane Tak Tahu soal Heroin

Kepada petugas bea cukai, Mary Jane mengaku bahwa koper itu miliknya tapi sama sekali tak tahu ada barang haram tersebut. Apapun alasannya saat itu, Mary dan barang bukti langsung diserahkan kepada polisi dari Direktorat Reserse Narkoba Polda Daerah Istimewa Yogyakarta untuk diselidiki.

Kepada polisi, Mary Jane menceritakan tengah mencari pekerjaan. Ia bertemu dengan seorang perempuan tetangga di kampungnya yang menjanjikan pekerjaan di luar negeri yaitu Maria Cristina Sergio. Temannya itu mengajaknya pergi ke Malaysia untuk mencari kerja pada 21 April 2010 pukul 20.55 waktu setempat. Cristina mengajak Mary Jane menginap di Hotel Sun Inn Langgon, tak jauh dari pusat perbelanjaan Sunway Pyramid.

Pada 24 April 2010, Cristina mendapat telepon dari seseorang bernama Ibon alias Prince Fatu yang mengatakan seseorang berinisial IK akan menemui mereka. Setelah itu, Mary Jane diberitahu Cristina bahwa sebelum dicarikan pekerjaan, dia disuruh berlibur ke Yogyakarta. Mary Jane juga diberitahu saat di Kota Gudeg itu akan bertemu dengan Ibon.

Lalu, Mary Jane diajak Cristina menuju parkiran hotel untuk bertemu seseorang. Mary Jane yang tak kenal orang itu memberikan koper kosong merk Polo Paite warna hitam kepada Cristina. Selanjutnya, Cristina mengajak Mary Jane belanja baju baru di Sunway Pyramid. Baju itu untuk keperluan Mary Jane di Yogyakarta, begitu alasan Cristina.

Begitu kembali ke kamar hotel, Mary pun membereskan pakaian baru ke dalam koper. Alis mata Mary Jane sempat terangkat begitu melihat sisi dalam koper seperti sudah ada sayatan dan direkatkan kembali lakban hitam. Tanpa curiga, Mary Jane tetap memasukkan pakaiannya. Setelah beres, Cristina diberikan tiket pesawat tujuan Yogyakarta dan uang bekal sebesar USD 500.

Tak lupa, Cristina berpesan kepada Mary Jane, bahwa setiba di kota tujuan, harus segera menghubungi seseorang yang bernama Ibon dan menyerahkan koper tersebut. Esoknya pada 25 April 2010 pukul 07.00 waktu Kuala Lumpur, Mary Jane terbang tanpa pemeriksaan yang ketat oleh petugas bandara di negeri jiran tersebut.

Namun, rencana liburannya berubah 360 derajat. Setibanya di Yogyakarta, Mary Jane malah ditangkap petugas bandara dan berurusan dengan hukum. Badannya lemas ketika koper yang dibawanya ternyata berisi 2,611 kg heroin.

Kepada para penyidik Ditresnarkoba Polda DIY, Mary Jane mengaku tak kenal dengan Ibon sebelumnya. Nomor telepon Ibon sendiri baru tahu setelah diberikan oleh Cristine. Setelah disidik polisi, berkas Mary Jane langsung diserahkan ke Kejaksaan Negeri Sleman pada 23 Juni 2010. Mary Jane mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Sleman sejak 30 Juni 2010.

Selama disidik polisi, Kejaksaan hingga Pengadilan, Mary Jane didampingi oleh pengacara M. Syafei, Edy Haryanto dan Wahyu Puspita. Hingga akhirnya majelis hakim menjatuhkan vonis mati pada Mary Jane.

Dalam putusan vonis bernomor 385/PID.B/2010/PN.SLMN, perempuan kelahiran 10 Januari 1985 itu dinyatakan bersalah melanggar Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain itu tidak ada hal yang bisa dijadikan sebagai peringan hukuman.

Mary Jane sebenarnya sempat mengajukan permohonan grasi, namon ditolak Presiden Jokowi pada 30 Desember 2014. Lalu tim kuasa hukum Mary Jane mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua ke PN Sleman pada 27 April 2015. Tapi sehari berikutnya atau sehari sebelum pelaksanaan eksekusi, PK tersebut ditolak PN Sleman.

Eksekusi Mati Mary Jane Ditunda

Mary Jane sedianya dieksekusi pada Rabu, 29 April 2015 bersama dengan 8 orang lainnya di Nusakambangan. Mereka adalah Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Martin Andeson, Raheem Agbaje, Rodrigo Gularte, Sylvester Obiekwe Nwolise, Okwudili Oyatanze, dan Zainal Abidin.

Dua nama awal merupakan warga Australia yang dikenal sebagai duo 'Bali Nine'. Sisanya merupakan warga Nigeria kecuali Rodrigo yang berasal dari Brazil dan Zainal dari Indonesia.

Namun eksekusi untuk Mary Jane ditunda. Dia menangis haru. Hatinya lega setelah dikabari sipir bahwa eksekusi matinya ditunda. Beberapa hari kemudian, Mary Jane dibawa kembali ke LP Perempuan Kelas IIA Wirogunan, Yogyakarta, yang sudah dihuninya hampir 5 tahun kala itu.

Ihwal penundaan disebut berkat permintaan Presiden Filipina kala itu Benigno Aquaino III ketika bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di sela-sela penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-26 di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin, 27 April 2015.

Benigno beralasan Mary adalah korban mafia perdagangan manusia. Bahkan, sehari kemudian, atau sehari sebelum Mary dieksekusi, otoritas keamanan Filipina telah menahan Maria Cristina Sergio, pelaku perdagangan manusia. Wanita berusia 44 tahun inilah yang dituduh menjebak Mary Jane. Ia menyerahkan diri di Kota Cabanatuan, Nueva Ecija pada Kamis, 28 April 2015 pukul 10.00 waktu setempat.

"Jadi ada surat pemerintah Filipina. Ada kasus human trafficking. Ada penundaan, bukan pembatalan," kata Jokowi di Jakarta pada Rabu, 29 April 2015.

Berharap Ampunan Jokowi Sekali Lagi

Terakhir pada Kamis, 22 Juni 2023, ibunda Mary Jane yang bernama Celia Veloso menaruh harapan agar putrinya bebas. Sudah 13 tahun Mary Jane di balik jeruji menurutnya sudah cukup.

"Mary Jane sudah dipenjara 13 tahun dan itu waktu yang sangat-sangat lama dan saya tahu dia adalah korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang)," ungkap Celia dalam jumpa pers di Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023).

Sebagai seorang Ibu, Celia mengaku sedih harus melihat anaknya mendekam di penjara untuk menunggu eksekusi. Padahal, kata Celia, Mary Jane adalah anak yang baik.

"Mary Jane adalah anak bungsu saya. Saya kadang bertanya pada Tuhan kenapa anak saya ada di sini, di penjara. Dan saya tahu anak saya adalah anak yang sangat baik," ujarnya.

"Dan saya melanjutkan permohonan atas dukungan semuanya atas pembebasan Mary Jane," sambungnya.

Di tempat yang sama, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menerangkan maksud kedatangan keluarga Mary Jane ke kantornya. Anis mengatakan keluarga Mary Jane akan mengajukan grasi ke Presiden Jokowi. Komnas HAM, kata Anis, juga akan memberikan rekomendasi agar Presiden Jokowi memberikan grasi ke Mary Jane sebagai korban TPPO.

"Kedatangan keluarga ke sini meminta Komnas HAM agar mengambil peran-peran sesuai mandatnya agar Mary Jane bisa kembali ke Filipina bersama kedua putranya," kata Anis.

"Nanti kuasa hukum akan mengajukan grasi kepada Presiden terkait kasus Mary Jane komnas akan memberikan rekomendasi agar ini diberikan grasi atas dugaan kuat dia sebagai korban TPPO," imbuh Anis.

Simak juga ''Dua Anak Cukup': Antara Realita dan Propaganda Usang':

[Gambas:Video 20detik]



(dhn/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads