Partai-partai politik menanggapi gugatan yang diajukan warga Nias Eliadi Hulu dan Saiful Salim soal Undang-Undang Partai Politik terkait masa jabatan ketua umum parpol ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sejumlah parpol mendukung gugatan, tapi tak sedikit juga parpol yang tidak sependapat.
Pasal yang digugat keduanya yakni Pasal 23 ayat 1 yang berbunyi:
Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka meminta pasal tersebut diubah menjadi:
Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut.
"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapa pun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," ujar keduanya dalam berkas permohonan yang dilansir website MK, Minggu (25/6).
Sejumlah partai pun merespons gugatan itu. Beberapa parpol sependapat adanya pembatasan, beberapa lainnya menganggap gugatan tersebut aneh.
Simak tanggapan parpol-parpol soal gugatan tersebut di halaman berikutnya.
Parpol Kontra Gugatan:
Gerindra
Salah satu partai yang tidak mendukung gugatan tersebut yakni Partai Gerindra. Gerindra menilai gugatan itu aneh lantaran partai berhak menentukan aturan internalnya.
"Itu aneh ya pertama soal jabatan itu, itu lebih dalam lagi, lebih spesial lagi daripada legal policy. Kalau open legal policy itu kan di DPR, kalau jabatan parpol itu ada di masing-masing partai politik," kata Waketum Gerindra Habiburokhman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/6).
Habiburokhman menyebut aturan tersebut semestinya hanya berlaku bagi masing-masing partai politik. Penentuan Ketum partai, lanjut dia, adalah hak masing-masing parpol tanpa harus diintervensi.
"Kalau dia mau atur partai orang ya aneh sekali, sesuatu yang oleh negara pengaturan partai politik dijaga banget tidak diintervensi dan tidak dimasukkan ke dalam undang-undang," tutur Habiburokhman.
"Hal yang sangat demokratis, yaitu menentukan pilihan ketua umum diserahkan kepada anggota partai politik kok mau dirampok, mau diserahkan kepada negara lewat pengaturan undang-undang, ini kan kebalik, menjungkirbalikkan akal sehat demokrasi ini orang, saya pikir aneh sekali ya nggak tahu dasarnya apa, apa karena ketidaktahuan atau dasar lain," sambungnya.
PPP
Waketum PPP Arsul Sani angkat bicara soal 2 warga yang menggugat UU Parpol ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan meminta masa jabatan ketua umum (ketum) partai politik (parpol) hanya 2 periode. Arsul menyebut setiap parpol punya aturan sendiri.
"Soal berapa kali ketum sebuah parpol akan bisa menjabat adalah open legal policy atau kebijakan yang terbuka sesuai dengan kesepakatan atau keputusan dari forum permusyawaratan parpol yang bersangkutan. Karenanya dalam UU Parpol pun maka pembentuk UU tidak mau ikut campur dengan mengaturnya. Itu merupakan 'kontrak' di antara para pemangku kepentingan di parpol masing-masing yang juga dijamin oleh UUD NRI tahun 1945 sebagai bentuk dari kebebasan berserikat atau berorganisasi," ujar Arsul kepada wartawan, Minggu (25/6).
"Nah kalau pembentuk UU saja tidak ikut campur, maka hemat saya tidak pas juga kalau MK juga turut campur mengatur soal berapa periode orang jadi ketum parpol," tegas Arsul.
Demokrat
Demokrat juga turut buka suara. Partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY itu menganggap gugatan tersebut tidak relevan.
"Ketua umum partai itu diatur oleh statuta-nya, diatur oleh anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya karena ini menjadi urusan internal, menjadi urusan rumah tangga partai itu sendiri sehingga tidak bisa diatur oleh negara," kata Ketua DPP Demokrat Herman Khaeron kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/6).
Herman menyebut anggaran partai didanai oleh anggota masing-masing. Menurutnya, pembatasan masa jabatan ketum partai politik menjadi tak relevan.
"Kehidupan berpartai juga dibiayai oleh kemampuan para anggota partainya untuk membiayai eksistensi dan berjalannya partai. Nah, oleh karenanya saya kira pembatasan akan sangat tidak relevan dengan kondisi internalnya masing-masing," tutur Herman.
Simak respons parpol yang kontra lainnya di halaman berikutnya.
Partai Garuda
Partai Garuda menilai gugatan ini sebatas lucu-lucuan. Mereka juga menganggap gugatan tersebut gimmick.
"Ada yang menggugat masa jabatan Ketua Umum Partai Politik ke MK. Penggugat ingin agar masa jabatan Ketua Umum Partai Politik dibatasi 2 periode sama seperti kepala daerah dan Presiden. Tentu hal ini tidak perlu ditanggapi secara serius dan berlebihan oleh Partai Politik, karena ini bukan gugatan serius, tapi gimmick menjelang Pemilu," ujar Waketum Partai Garuda, Teddy Gusnaidi, Selasa (27/6).
Menurut Teddy, setelah sekian lama berbagai permohonan ke MK serius semuanya, tentu sesekali perlu juga ada yang lucu-lucu biar berwarna. Partai-partai, lanjutnya, tidak perlu merespon secara berlebihan gimmick ini, respon secara lucu-lucuan saja.
"Tapi tentu MK wajib menanggapi serius permohonan ini, karena siapapun sah-sah saja melakukan gugatan, walaupun hasilnya sudah sama-sama kita ketahui bakal ditolak. Secara legal standing tidak ada, isi gugatannya pun jauh dari serius. Ya kita nikmati saja gimmick lucu-lucuan ini," pungkasnya.
PAN
PAN juga turut buka suara. Waketum PAN Yandri Susanto mengatakan hal ini tak layak jadi materi gugatan ke MK.
"Ya nggak layak jadi materi gugatan ke MK," kata Yandri kepada wartawan saat dihubungi, Selasa (27/6).
Yandri mengatakan ketum partai merupakan urusan internal masing-masing partai. Sebab itu, Yandri menilai gugatan ini kurang tepat dilakukan.
"Gugatan yang kurang tepat karena urusan ketum partai adalah urusan rumah tangga masing-masing dan biasanya regulasi partai sudah diatur dalam AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) partai masing-masing," ungkapnya.
NasDem
Partai NasDem juga salah satu parpol yang mengkritisi gugatan yang diajukan kedua warga Nias tersebut. NasDem berharap MK teliti.
"Sah-sah saja warga negara menggugat hal tersebut, tinggal menunggu keputusan MK kedepannya. Saya harap MK lebih teliti tentang hal tersebut," kata Bendum Partai NasDem Sahroni kepada wartawan, Minggu (25/6).
Menurut Sahroni, suara ketum parpol berasal dari suara para ketua wilayah di daerah. Baik dari Sabang sampai Merauke.
"Bilamana para ketua wilayah masih menginginkan ketum parpol terus memimpin itu sah-sah saja. Sekalipun mau beberapa periode," imbuh Sahroni.
"Tidak ada aturan yang melanggar hal tersebut kan AD/ART masing-masing partai semua punya aturan masing-masing," lanjutnya.
Simak parpol yang pro gugatan di halaman selanjutnya.
Parpol Pro Gugatan:
PKS
PKS salah satu partai yang menganggap wajar munculnya gugatan itu dari warga negara. Ketua DPP PKS Mardani Ali sera menganggap masa jabatan ketua umum (Ketum) parpol digugat hal yang wajar lantaran masyarakat ingin ada sirkulasi kepemimpinan dalam organisasi parpol.
"Wajar masyarakat menggugat. Intinya agar ada sirkulasi kepemimpinan dalam semua organisasi. Dan sirkulasi kepemimpinan adalah hal yang sehat. Adagium power tend to corrupt, bahwa kekuasaan (jika terlalu lama) cenderung menyimpang punya pembenaran dalam sejarah," kata Mardani saat dihubungi, Senin (26/6).
Mardani menuturkan partai yang baik selalu melakukan sirkulasi kepemimpinan. Menurutnya ada beberapa partai yang tidak melakukan pergantian ketum lantaran ketokohan yang dimiliki orang tersebut.
"Partai yang baik biasanya selalu melakukan sirkulasi kepemimpinan dengan teratur," ujarnya.
PSI
Selain PKS, PSI juga berpendapat serupa. PSI justru menilai kekuasaan yang terlalu lama akan cenderung korup.
"Kami setuju ada pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik. Partai politik adalah 'rahim' kehidupan politik dalam sistem demokrasi. Jabatan presiden, gubernur, dan walikota yang lahir dari rahim partai politik saja dibatasi, wajar bila ketua umum parpol juga dibatasi," kata Juru Bicara DPP PSI Dedek Prayudi dalam keterangannya, Selasa (27/6).
Selain itu, Dedek mengatakan proses kaderisasi dalam parpol harus terus bergulir dan atmosfer di Parpol tetap sehat. Menurutnya, terlalu lamanya kekuasaan, maka memiliki kecenderungan korup.
"Kekuasaan punya kecenderungan untuk korup dan kekuasaan absolut, yang tidak pernah dirotasi dan regenerasi, akan korup secara absolut," ucap Dedek.