Kajari Pandeglang Jelaskan Maksud Tanya Korban Maafkan Pelaku Revenge Porn

Kajari Pandeglang Jelaskan Maksud Tanya Korban Maafkan Pelaku Revenge Porn

Bahtiar Rifa'i - detikNews
Selasa, 27 Jun 2023 13:15 WIB
Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang (Aris Rivaldo/detikcom)
Foto: Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang (Aris Rivaldo/detikcom)
Pandeglang -

Kajari Pandeglang Helena Octaviane membantah pihaknya memaksa mahasiswi korban revenge porn memaafkan terdakwa Alwi Husen Maolana (22) selama di persidangan. Dia mengatakan proses sidang sudah berjalan.

"Ada pernyataan, saya agak bingung juga, karena gini, kok dibilang kami memaksa untuk supaya korban memaafkan. Padahal itu di persidangan hakim dan majelis, korban nggak di dalam karena nggak kuat lihat pelaku," kata Helena di Pandeglang, Selasa (27/6/2023).

Sidangnya dakwaan UU ITE dengan terdakwa Alwi Husen Maolana itu sudah berjalan beberapa kali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan hakim dan jaksa pernah menanyakan hal tersebut. Namun, lanjutnya, hal itu dikatakan bukan untuk menentukan tuntutan yang rendah dan pemaksaan agar memaafkan pelaku.

"Hakim menanyakan, 'apakah dari pihak korban memaafkan pelaku?', kakaknya bilang 'kami memaafkan'. Tapi, mohon maaf setiap kali persidangan kita menanyakan seperti itu. Atau hakim menanyakan seperti itu. Kalau diarahkan supaya menuntut rendah atau apa, tentu kami sesuai dengan perintah Jaksa Agung gunakan hati nurani," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Bahkan, saat pertemuan antara korban di Kejari Banten juga memang hal itu ditanyakan karena antara korban dan terdakwa pernah memiliki hubungan pacaran. Namun, dia mengatakan korban meminta agar proses hukum terus berlanjut.

Menurutnya, komitmen kejaksaan atas permintaan itu tentunya ada dilakukan selama proses persidangan.

"Kami waktu dengan korban nanya karena dia 4 tahun pacaran, terus memaafkan nggak, 'ya nggak sih tapi lebih baik diproses aja'. Itu jawaban dari korban itu waktu kami di posko," ujarnya.

Helena melanjutkan, pada prinsipnya persidangan di pengadilan oleh jaksa berdasarkan berkas perkara. Mengenai adanya laporan kasus pemerkosaan di kasus antara terdakwa dan korban itu dua hal berbeda.

Kejari memang menyarankan agar kasus terkait pemerkosaannya dilaporkan ke pihak kepolisian.

"Saya sudah menyarankan silahkan bawa data, kami dari kejaksaan akan tunggu berkasnya, itu bahasa kami," katanya.

Lihat juga Video 'Perangi Revenge Porn, Facebook Minta Pengguna Unggah Foto Bugil':

[Gambas:Video 20detik]



Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

Keluarga Ungkap Kejanggalan Kasus

Pihak keluarga korban menyebutkan terjadinya kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut. Awal kasus disidangkan, pihak korban mengaku tidak mendapatkan kabar soal agenda sidang perdana pembacaan dakwaan oleh jaksa.

"Tidak ada informasi perkembangan perkara bahwa persidangan sudah dimulai sejak tanggal 16 Mei 2023. Menurut kami ini sangat janggal," kata Kuasa hukum korban dari LBH Rakyat Banten, Muhammad Syarifain dalam keterangannya, Selasa (27/6).

Kasus ini bermula saat pelaku Alwi Husen Maolana (22) ditangkap setelah menyebarkan video asusila terhadap korban kepada SM yang merupakan teman korban. Tindakan itu dilakukan sebagai ancaman karena pelaku ingin menjadi pacar korban. Pelaku juga diduga mencekoki korban sebelum melakukan perbuatan asusila sehingga korban dalam kondisi tidak sadar.

Dia mengatakan pihak korban baru mendapatkan informasi mengenai mengenai persidangan pada sidang kedua. Sehingga pihak korban tidak mengetahui dakwaan yang dibacakan JPU pada sidang perdana.

Selain itu, pengacara korban melihat ada kejanggalan karena alat bukti utama berupa video asusila tak ditunjukkan jaksa ke hakim dalam sidang.

Para kuasa hukum korban berharap proses persidangan ini dapat menemukan kebenaran materiil. Mereka berharap Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang berorientasi pada pemulihan hak korban dan mengedepankan perlindungan korban kekerasan seksual.

"Proses persidangan ini gelap dan tidak transparan. Menurut kami hakim harusnya lebih aktif menilai bukti-bukti. Saat pemeriksaan saksi korban, video yang menjadi alat bukti utama tidak bisa ditayangkan dengan alasan laptop tidak support. Bayangkan, bagaimana majelis hakim bisa menilai bukti-bukti persidangan?" ucap Rizki.

Pengacara korban juga mengaku melihat ada keanehan dalam proses hukum sebenarnya sudah dirasakan sejak awal. Dia mengungkit saat kuasa hukum meminta agar nama korban tidak ditampilkan dalam situs SIPP, yang terjadi justru sebaliknya.

Halaman 2 dari 2
(jbr/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads