Kasus penyebaran video porno seorang mahasiswi di Pandeglang, Banten viral di media sosial dan keluarga menyebut proses sidang dipenuhi kejanggalan. Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten melakukan eksaminasi kasus revenge porn tersebut.
"Jadi Kejaksaan Tinggi diminta melakukan eksaminasi terhadap perkara yang sedang berjalan," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Selasa (27/6/2023).
"Tetap lakukan eksaminasi biar nanti dilihat prosedurnya, fakta materilnya sebagaimana yang disampaikan sebagaimana di Twitter. Tetapi kita lakukan upaya penelitian dari Kejaksaan Tinggi," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini bermula saat pelaku Alwi Husen Maolana (22) ditangkap setelah menyebarkan video asusila terhadap korban kepada SM yang merupakan teman korban. Tindakan itu dilakukan sebagai ancaman karena pelaku ingin menjadi pacar korban. Pelaku juga diduga mencekoki korban sebelum melakukan perbuatan asusila sehingga korban dalam kondisi tidak sadar.
Dia juga buka suara soal alat bukti utama yang tak ditampilkan dalam persidangan. Menurutnya, jaksa penuntut umum (JPU) tak akan membiarkan kasus tersebut kandas.
"Ndak mungkinlah (bukti disembunyikan). Karena kan jaksa di sana mewakili korban, masyarakat, dan negara. Nggak mungkin sampai dia menyembunyikan fakta yang sebenarnya di persidangan. Bisa bebas itu perkara," kata dia.
Untuk menghindari salah paham terkait penanganan kasus tersebut, Kejagung meminta Kejati Banten untuk melakukan eksaminasi.
"Maka dari itu kami memberitahukan kepada Kajati Banten untuk segera dilakukan eksaminasi terhadap perkara yang saat ini sedang jalan. Sehingga tuduhan itu bisa ditepis," ucap dia.
Dia mengatakan jaksa JPU menampilkan barang bukti untuk memperkuat pembuktian perkara.
"Jadi begini. Kalau sudah proses persidangan, pembuktian itu adalah kewenangan penuh dari penuntut umum yang menentukan alat bukti mana yang perlu ditunjukkan untuk memperkuat pembuktian," tuturnya.
Menurutnya, jaksa tidak akan teledor dalam membuktikan perkara. Selain itu, lanjutnya, hakim akan menanyakan pembuktian perkara dalam persidangan.
"Kalau yang begitu-begitu kan sudah termasuk materi persidangan jadi jaksa, hakim itu punya kewenangan penuh untuk menanyakan pembuktian yang sebenar-benarnya fakta hukum terkait. Jadi ndak mungkinlah kalau sampai jaksa teledor sampai membuktikan sesuatu yang tidak sebenarnya, itu kan berarti bunuh diri jaksa itu," ujar Ketut.
Selain itu, dia juga mengomentari soal munculnya kesan persidangan tertutup. Menurutnya, sidang kasus asusila tidak digelar secara vulgar.
"Kenapa itu sifatnya tertutup, di samping UU ITE juga ada konten asusilanya jadi nggak bisa dibuka vulgar. Asusila itu kan nggak boleh dibuka secara umum sehingga oleh hakim dibikin sidangnya agak tertutup pada saat pemeriksaan," katanya.
Jaksa Bantah Persulit Korban
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten Didik Farkhan Alisyahdi dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pandeglang Helena Ovtaviane membantah narasi viral terkait dugaan mempersulit pihak korban.
Didik awalnya menjelaskan perkara yang dimaksud dengan revenge porn itu awalnya ditangani polisi dan sudah dilimpahkan ke Kejari Pandeglang. Perkara itu terkait dengan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Sudah dilimpah ke pengadilan. Kemudian sudah sidang tiga kali," kata Didik yang menyampaikan penjelasan melalui Zoom Meeting ke wartawan di Serang.
Didik mengatakan keluarga korban datang ke Posko Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak di Kejari Pandeglang setelah sidang tiga kali berjalan. Didik mengatakan kakak korban menceritakan soal dugaan pemerkosaan yang dialami adiknya 3 tahun lalu.
Kakak korban menyebut terduga pelaku pemerkosaan adiknya merupakan terdakwa yang sama dalam kasus revenge porn itu, yakni Alwi. Didik mengatakan jaksa menyarankan agar terdakwa membuat laporan dugaan pemerkosaan ke polisi.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saat itulah, kata Didik, terjadi kesalahpahaman. Dia menduga keluarga korban salah paham dengan ucapan jaksa yang bertanya bagaimana dengan visum yang perlu disertakan untuk melaporkan dugaan pemerkosaan.
Kejanggalan kasus
Pihak keluarga korban menyebutkan terjadinya kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut. Awal kasus disidangkan, pihak korban mengaku tidak mendapatkan kabar soal agenda sidang perdana pembacaan dakwaan oleh jaksa.
"Tidak ada informasi perkembangan perkara bahwa persidangan sudah dimulai sejak tanggal 16 Mei 2023. Menurut kami ini sangat janggal," kata Kuasa hukum korban dari LBH Rakyat Banten, Muhammad Syarifain dalam keterangannya, Selasa (27/6).
Dia mengatakan pihak korban baru mendapatkan informasi mengenai mengenai persidangan pada sidang kedua. Sehingga pihak korban tidak mengetahui dakwaan yang dibacakan JPU pada sidang perdana.
Selain itu, pengacara korban melihat ada kejanggalan karena alat bukti utama berupa video asusila tak ditunjukkan jaksa ke hakim dalam sidang.
Para kuasa hukum korban berharap proses persidangan ini dapat menemukan kebenaran materiil. Mereka berharap Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang berorientasi pada pemulihan hak korban dan mengedepankan perlindungan korban kekerasan seksual.
"Proses persidangan ini gelap dan tidak transparan. Menurut kami hakim harusnya lebih aktif menilai bukti-bukti. Saat pemeriksaan saksi korban, video yang menjadi alat bukti utama tidak bisa ditayangkan dengan alasan laptop tidak support. Bayangkan, bagaimana majelis hakim bisa menilai bukti-bukti persidangan?" ucap Rizki.
Pengacara korban juga mengaku melihat ada keanehan dalam proses hukum sebenarnya sudah dirasakan sejak awal. Dia mengungkit saat kuasa hukum meminta agar nama korban tidak ditampilkan dalam situs SIPP, yang terjadi justru sebaliknya.
Simak juga 'Saat 2 Ayah Tiri yang Perkosa Anak Gadisnya di Lampung':