MUI Jawa Barat mendapat penolakan saat menyambangi Ponpes Al-Zaytun, Indramayu, untuk mengusut dugaan penyimpangan ajaran yang diterapkan. Kini, muncul desakan agar Ponpes Al-Zaytun diselidiki.
Dirangkum detikcom, Sabtu (17/6/2023), MUI Jawa Barat diketahui tengah mengusut ajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu. Namun, MUI mendapat sejumlah kendala yang menghambat proses penelusuran.
Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar mengatakan pihaknya sudah mengumpulkan data dan informasi terkait apa pun yang ada di ponpes tersebut. Sayangnya, upaya MUI datang ke Al-Zaytun ditolak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah melakukan beberapa langkah, pengumpulan informasi data-fakta, kemudian tim ini akan melakukan kunjungan ke Al-Zaytun, dialog, tapi ditolak oleh pihak Al-Zaytun. Alasannya, sibuk untuk tahun ini," kata Rafani saat ditemui di kantornya, Jumat (16/6).
Rafani menerangkan MUI Jabar sangat responsif sejak banyaknya aduan dari masyarakat tentang Ponpes Al-Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang. Namun, kata dia, pihak ponpes tidak kooperatif.
Rafani mengungkap Al-Zaytun maupun pimpinannya, Panji Gumilang, juga kerap membuat pernyataan kontroversial. Rafani menyebut pimpinan ponpes di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, itu sempat membuat pernyataan soal dibolehkannya perzinaan.
"Banyak kontroversi, yang terakhir itu zina boleh asal ditebus, komunisme, menganggap Indonesia tanah suci disamakan dengan tanah haram di Makkah, salat Idul Fitri perempuan diletakkan di saf terdepan, jami imam khatib," ungkapnya.
MUI Indramayu Larang Ajaran Ponpes Al-Zaytun Diikuti
Ketua MUI Kabupaten Indramayu Mohammad Satori mengatakan ajaran Ponpes Al-Zaytun tidak sesuai dengan syariat Islam. Satori melarang masyarakat Kabupaten Indramayu mengikuti pendidikan di Al-Zaytun.
Satori mengatakan kegiatan yang dilakukan Ponpes Al-Zaytun jauh dari tata cara peribadatan umat Islam pada umumnya. Hal itu, kata Satori, mulai salat, puasa, hingga ibadah haji, yang katanya bisa dilakukan di Indonesia.
"Itu sangat tidak sesuai sekali dengan syariat-syariat Islam pada umumnya," kata Satori.
Satori melarang masyarakat Kabupaten Indramayu untuk mengikuti pendidikan di Al-Zaytun. Sebab kata Satori, ada ketidaksamaan dalam akidah maupun cara pandang ibadah yang dilakukan Ponpes Al-Zaytun.
"Yang kedua kami mengimbau kepada masyarakat Indramayu khususnya, jangan ikut berpendidikan di Al-Zaytun karena ketidaksamaan akidah, tidak ada kesamaan cara pandang dalam rangka beribadah, syariat-syariat yang dilakukan mereka (Al-Zaytun)," ujarnya.
Lebih lanjut Satori juga meminta pemerintah segera menyelesaikan keresahan yang terjadi di Indramayu ini. Satori menyebut tata cara ibadah Ponpes Al-Zaytun jauh berbeda dari ajaran agama Islam.
Komisi VIII Sebut Al-Zaytun Tak Boleh Menutup Diri
Pimpinan Komisi VIII DPR RI berharap agar Ponpes Al-Zaytun tak menutup diri, khususnya saat otoritas keagamaan melakukan pengecekan.
"Pihak Pesantren Al-Zaytun juga tidak boleh eksklusif dan menutup diri dari berbagai pihak, terutama otoritas keagamaan yang selama ini menjadi rujukan masyarakat pada umumnya," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Sabtu (17/6).
Politikus Golkar itu juga meminta agar mengutamakan sikap tabayun dalam mengusut dugaan tersebut. Menurutnya, penting bagi pihak Pesantren AL-Zaytun menyampaikan klarifikasi agar tak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
"Diperlukan tabayun dari pihak Pesantren Al-Zaytun soal dugaan ajaran yang diajarkan Pesantren Al Zaytun yang diduga menyimpang," ujar pria yang akrab disapa Kang Ace ini.
"Berbagai dugaan penyimpangan ajaran harus diklarifikasi kepada masyarakat agar tidak menimbulkan keresahan dari masyarakat," ujarnya.
Baca selengkapnya desakan agar Kemenag hingga polisi selidiki Ponpes Al-Zaytun>>
Simak Video 'Heboh Pimpinan Al-Zaytun Dinarasikan Bentak Polisi, Begini Faktanya':
Minta Kemenag-Polisi Selidiki
Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi meminta polisi turun tangan dan boleh memaksa masuk ke ponpes tersebut sesuai keperluan penyelidikan dugaan penyimpangan ajaran yang diterapkan Ponpes Al-Zaytun.
"Jika (ponpes) memang ada indikasi penyimpangan, aparat kepolisian harus bertindak dan boleh memaksa masuk untuk keperluan penyelidikan sesuai kewenangan UU. Jika sudah ada bukti awal, siapa pun tidak boleh menghalangi penegakan hukum," kata Ahmad Fahrur Rozi kepada wartawan, Sabtu (17/6).
Fahrur meminta Kemenag, MUI, jaksa, hingga polisi menginvestigasi Ponpes Al-Zaytun. Hal itu dilakukan agar masyarakat tidak terkecoh bila ada ajaran yang salah dalam ponpes tersebut.
"Saya kira sudah saatnya pihak Kementerian Agama bekerja sama dengan MUI dan kepolisian melakukan investigasi untuk menjawab pertanyaan masyarakat agar tidak ada yang terkecoh jika ajaran mereka salah," kata Fahrur.
Fahrur mengatakan semua umat Islam harus tunduk dan patuh pada ajaran agama Islam. Fahrur mengatakan pesantren yang memperbolehkan zina adalah sesat dan harus ditegur.
"Bahwa ajaran syariah Islam itu sudah sempurna. Ditulis, dibukukan dengan jelas, mana yang halal dan haram. Semua muslim wajib tunduk patuh pada syariah Islam. Apabila ada pemikiran yang menyimpang, semisal membolehkan perzinaan atau meragukan kitab suci Al-Qur'an, itu adalah pemikiran sesat yang harus ditegur dan diperingatkan agar kembali ke jalan yang benar oleh pihak yang berwenang," ujarnya.
Kendati demikian, kata Fahrur, bila sengaja mengajarkan aliran sesat dan menolak kembali ke jalan yang benar, pesantren harus diberi sanksi. Fahrur meminta masyarakat selektif memilih lembaga pendidikan Islam bagi anak.
"Apabila pelaku dengan sengaja melakukan penyesatan dan menolak kembali ke jalan yang benar, harus dihukum agar tidak menyebarkan kesesatan kepada masyarakat dan sebaiknya masyarakat selektif memilih lembaga pendidikan Islam untuk anak agar tidak salah masuk ke lembaga yang beraliran aneh, tidak sesuai paham ahlussunnah wal jamaah yang menjadi pegangan mayoritas muslim di dunia," ungkapnya.
"Menyelamatkan akidah anak lebih penting daripada sekedar kemegahan sarana sebuah lembaga pendidikan. Pesantren adalah lembaga yang mengajarkan moralitas dan budi mulia," imbuhnya.