Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan urgensi penerbitan aturan turunan pelaksana Undang-Undang No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Dia meminta pemerintah segera memberikan respons cepat, mengingat saat ini Indonesia tengah menghadapi situasi darurat kekerasan seksual.
Dalam pernyataannya, berkali-kali Puan meminta pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan teknis UU TPKS agar dapat diimplementasikan dengan lebih optimal. Hal ini turut menuai tanggapan dari Ahli Komunikasi Politik Universitas Indonesia (UI), Ari Junaedi. Ari menyebut penyelesaian kasus kekerasan seksual akan lebih efektif jika menggunakan UU TPKS.
"Saya sependapat, sebagaimana yang terus disuarakan oleh Puan Maharani bahwa UU TPKS belum optimal di tengah maraknya kasus kekerasan seksual karena belum adanya aturan teknis," kata Ari dalam keterangan tertulis, Senin (5/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pemerintah harus segera merespons desakan DPR mengenai penerbitan aturan pelaksana sebagai implementasi atas UU TPKS. Apalagi, kata Ari, desakan tersebut juga sudah datang dari berbagai kalangan.
"Baik dari DPR, termasuk pimpinan, Badan Legislasi (Baleg), Komisi III DPR dan Komisi VIII DPR sudah terus mengingatkan. Para aktivis pun juga selalu bersuara sehingga seharusnya pemerintah memberi respons cepat," tuturnya.
"Kasus kekerasan seksual di Indonesia masuk status darurat di Indonesia, harus segera ditindak dengan cara yang baru melalui implementasi UU TPKS karena cara yang lama tidak membawa penurunan angka kasus," imbuh Ari.
Dia mengatakan dengan gencarnya desakan DPR RI maka sudah seharusnya pemerintah menjadi lebih aware akan pentingnya penerapan aturan pelaksana atas implementasi UU TPKS.
Hal ini guna memastikan perlindungan yang lebih baik bagi para korban kekerasan seksual. Ari menilai UU TPKS juga dapat menegakkan hukum dalam kasus kekerasan seksual secara lebih adil.
"Maraknya kasus kekerasan seksual sudah jadi alert untuk Pemerintah mengevaluasi sistem hukum penanganan kasus kekerasan seksual," sebut Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama itu.
"UU TPKS mempertegas hukuman pelaku pelecehan maupun kekerasan seksual sehingga penerbitan aturan teknis sudah menjadi kebutuhan mendesak," lanjut Ari.
![]() |
Dia menilai sudah sewajarnya Puan memberi desakan kepada pemerintah. Hal ini mengingat UU TPKS lahir di bawah kepemimpinan Puan di DPR setelah diperjuangkan selama satu dekade. Puan pun diketahui sudah mengawal perjalanan UU TPKS sejak ia masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
Menurutnya, semangat Puan membela kelompok perempuan dan anak yang merupakan kelompok paling rentan menjadi korban kekerasan, semakin memuluskan perjalanan UU TPKS hingga akhirnya disahkan tahun lalu. Maka tidak heran apabila Puan ingin UU TPKS segera diimplementasikan.
"Artinya Puan masih terus memperjuangkan undang-undang ini hingga tahap akhir. Saya menilai kehadiran UU TPKS sebagai milestone pencapaian Puan dalam memimpin DPR," ujarnya.
"Sekarang saatnya pemerintah dengan sigap mengeluarkan produk-produk hukum turunan dari UU TPKS agar apa yang diperjuangkan di parlemen bisa diimplementasikan di aturan-aturan pelaksananya," sambung Ari.
Dia menegaskan kehadiran aturan pelaksana UU TPKS akan menjadi pedoman bagi para aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual. Selain itu juga dapat meningkatkan koordinasi dan kolaborasi antara instansi-instansi terkait dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Dengan begitu diharapkan dapat memperkuat respons terhadap fenomena kekerasan seksual yang masih menjadi momok di negeri ini.
Ari pun mengapresiasi upaya Puan bersama jajarannya di DPR yang terus menunjukkan kepeduliannya terhadap kasus kekerasan seksual.
"Dengan disahkannya UU TPKS juga menjadi bukti bahwa DPR di bawah kepemimpinan Puan Maharani 'tidak tuli' dengan aspirasi rakyat. Bahwa kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang masih terjadi di masyarakat berhasil 'ditangkap' dan dicarikan solusinya oleh DPR," paparnya.
Padahal dinamika penerbitan UU TPKS sendiri dinilainya cukup besar. Banyak perdebatan dan tantangan yang datang dari sejumlah pihak. Kendati demikian, Puan bersama para aktivis dan akademisi berhasil merealisasikan pengesahan UU TPKS setelah 10 tahun diperjuangkan.
"Terbilang tidak mudah dan butuh komitmen tinggi dalam proses legislasi yang dilakukan DPR pada penerbitan UU TPKS. Ini menunjukkan kepemimpinan perempuan di parlemen menjadi warna tersendiri terhadap persoalan perempuan dan anak," sebut Ari.
Lebih lanjut, kata dia, kehadiran UU TPKS dinilai menjadi penanda keberpihakan wakil-wakil rakyat terhadap persoalan perlindungan kerentanan perempuan dan anak. Ari mengatakan UU TPKS hadir sebagai pelindung serta penguat terhadap peran sosok perempuan dan anak, di mana hal itu tidak terlepas dari perjuangan Puan beserta anggota DPR lainnya.
"Maka perjuangan tersebut harus didukung dengan segera diterbitkannya aturan teknis UU TPKS sebagai semangat penghapusan kasus kekerasan seksual di Tanah Air," urainya.
Ari menjelaskan UU TPKS merupakan beleid yang berpihak kepada korban. Melalui undang-undang ini pula, aparat penegak hukum akhirnya memiliki payung hukum, khususnya untuk menangani tindak pidana kekerasan seksual. Selain itu, Undang-undang TPKS juga memuat tentang victim trust fund atau dana bantuan korban.
"Ini adalah sebuah langkah yang maju dan menunjukkan DPR hadir dalam memberikan perlindungan bagi rakyat. Perjuangan DPR, perjuangan para aktivis dan seluruh elemen bangsa dalam merealisasikan UU TPKS harus direspons segera oleh Pemerintah lewat penerbitan aturan teknisnya," tukas Ari.
Halaman selanjutnya: Desakan Puan