Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti dugaan pemerkosaan gadis berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng), oleh seorang oknum anggota Brimob berinisial HST dan 11 orang lainnya. Puan meminta pelaku dihukum seberat-beratnya.
"Tidak ada tolerir terhadap kekerasan seksual. Tindak tegas pelaku kekerasan seksual seberat-beratnya," kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/5/2023).
Puan menilai kasus kekerasan seksual di RI ini sudah seperti puncak gunung es. Untuk itu, dia menekankan pentingnya aturan turunan dari UU TPKS segera diterbitkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berkali-kali saya sudah ingatkan agar aturan turunan UU TPKS segera dibuat agar penanganan kasus kekerasan seksual yang sudah seperti puncak gunung es di Indonesia ini dapat lebih optimal," tegasnya.
"UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual bisa menjadi instrumen negara dalam menangani, melindungi, dan memulihkan korban kekerasan seksual serta melaksanakan penegakan hukum," lanjutnya.
Puan mengecam keras apabila terbukti adanya keterlibatan kades, guru, hingga petugas berwenang lainnya. Dia meminta adanya perlindungan bagi korban.
"Ini perilaku yang tidak bermoral. Pejabat desa dan tenaga pengajar seharusnya bisa memberi teladan, bukan malah merusak masa depan seorang anak. Jika terbukti benar mereka terlibat, harus dihukum lebih berat," ucap Puan.
"Harus ada tindakan tegas bagi pelaku. Pihak berwenang harus memberikan perlindungan maksimal bagi korban," imbuhnya.
Puan juga mendorong pemerintah daerah memberikan pendampingan bagi korban dan keluarganya, termasuk perawatan medis untuk fisik dan mental korban.
"Pemerintah Daerah harus bersinergi dengan kepolisian dalam mengawal kasus ini, jangan sampai ada keterlambatan penanganan bagi kesehatan korban. Pemerintah harus menjamin keamanan, keselamatan serta kesehatan anak yang menjadi korban kekerasan seksual," jelas Puan.
Lebih lanjut, Puan memastikan DPR akan terus mengawal kasus-kasus kekerasan seksual yang ada. Puan menekankan, proses hukum harus dilakukan seterang-terangnya demi keadilan korban kasus kekerasan seksual.
"Kami di DPR akan mengawal setiap kasus kekerasan seksual. Jalan damai tidak boleh menjadi pilihan utama dalam kasus seperti ini, pelaku harus ditindak tegas dengan hukuman maksimal!" ungkapnya.
Di sisi lain, Puan mengingatkan Pemerintah untuk menggencarkan sosialisasi layanan pelaporan bagi para korban kekerasan seksual, sekaligus menjamin perlindungan keamanan identitas pelapor.
"Perlindungan bagi korban kekerasan seksual harus selaras dengan penuntasan semua kasus dan respons cepat terhadap setiap laporan yang masuk," papar Puan.
Puan juga meminta komitmen Pemerintah dan penegak hukum untuk mempercepat penyelesaian setiap kasus kekerasan seksual. Dengan adanya respons cepat, ia meyakini kasus kekerasan seksual yang masih menjadi momok di Indonesia bisa berkurang karena adanya penerapan hukum dan perlindungan korban yang tepat.
"Jangan sampai ada kenaikan kasus kekerasan seksual setiap tahunnya, UU TPKS disahkan sebagai pelindung bagi korban dan pemberian hukuman yang setimpal bagi pelaku kejahatan seksual," tutup Puan.
10 orang ditetapkan tersangka di kasus ini, simak selengkapnya di halaman berikut
10 Orang Tersangka
Untuk diketahui, korban yang merupakan gadis Poso disebut berangkat menjadi relawan banjir bandang di Desa Torue, Kecamatan Torue, Parimo pada 2022. Pada saat itulah korban bertemu para pelaku.
Pemerkosaan diduga dialami korban sejak April 2022 hingga Januari 2023. Kasus ini terungkap setelah korban pulang ke Parimo dan menceritakan peristiwa pilu yang ia alami kepada ibunya yang sedang menjadi asisten rumah tangga di Jakarta.
10 dari 11 terduga pemerkosa gadis ABG tersebut sudah ditetapkan tersangka dengan 5 di antaranya sudah ditahan. Sementara 5 tersangka lainnya belum ditahan karena diduga melarikan diri.
"Untuk berapa hari proses yang diperlukan (menangkap) kita relatif karena posisinya tersebar, kita nggak tahu, ada proses mungkin mereka (tahu) mau ditangkap kita butuhkan waktu," ujar Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Djoko Wienartono saat dihubungi detikcom, Senin (29/5/2023).
Djoko pun menjelaskan mengapa 10 tersangka tidak langsung ditahan semua. Menurutnya, pengungkapan dan penetapan tersangka di kasus ini dilakukan bertahap.
"Jadi kronologinya, 11 orang kan (terduga pelaku pemerkosaan, termasuk oknum Brimob) dari keterangan korban, dari penyidik melakukan pendalaman, dilakukan penyelidikan didapat 6 orang saksi, kemudian dilakukan gelar perkara, keterangan inilah yang menguatkan bahwa keterangan yang disampaikan korban kuat jadi kita mempunyai 2 alat bukti untuk melakukan penangkapan terhadap 5 orang pertama," kata Djoko.