KPAI soal Kasus Persetubuhan ABG Parimo: Jangan Seolah-olah Ada Persetujuan

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Jumat, 02 Jun 2023 08:23 WIB
Ai Maryati (Foto: dok. Istimewa)
Jakarta -

Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho mengatakan kasus ABG 15 tahun di Parigi Moutong bukanlah pemerkosaan, melainkan persetubuhan anak di bawah umur. KPAI berharap tidak ada pergeseran subjek yang seolah-olah anak memberikan persetujuan dalam kasus ini.

"Dua hal ya, tidak boleh ada pergeseran subjek seolah-olah korban ada persetujuan, karena tentu persetujuan atau tidak dengan anak merupakan tindak pidana," kata Ketua KPAI Ai Maryati kepada wartawan, Kamis (1/2/2023).

Ai mengatakan tidak sedikit yang diderita oleh korban anak dalam kasus ini. Menurutnya, anak korban kemungkinan takut untuk melaporkan kejadian persetubuhan ini.

"Tidak sedikit yang dia derita, karena apa? Takut, malu, dan lain-lain. Sehingga kan dia dimanfaatkan sekali oleh pihak-pihak ini, dianggap dengan membayar misalnya ya tidak seberapalah, ini juga disebut relasi kuasa, tidak seimbang," jelas Ai.

"Yang harus kita cermati adalah bagaimana peristiwa berulang itu tanpa mampu memutuskan. Ketika misalnya ada bujuk rayu dianggapnya, ya memang gimana ya, mau ngadu takut, kebayang-lah dalam situasi kerentanan piskologinya," lanjutnya.

Ai mengatakan KPAI berupaya melindungi korban. Saat ini KPAI berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan pendampingan kepada korban.

"Di luar itu semua, tentu KPAI berupaya juga melindungi hak-hak korban, di antaranya kami sudah menghubungi LPSK untuk segera turun karena melihat dari sisi risiko yang dialami korban sampai informasinya ditangani secara medis, mengalami penyakit yang sedemikian buruk, ini mengkonfirmasi apa yang dialami, mungkin hanya peristiwa yang biasa saja tidak akan sampai seburuk ini yang dia derita," tutur dia.

Selain itu, KPAI juga memberikan apresiasi kepada kepolisian telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini. Ai menyebut selama ini banyak kasus yang sulit diungkap ketika ada relasi kuasa.

"Kedua KPAI mengapresiasi tindakan cepat yang dilakukan Polres menetapkan tersangka dan lain sebagainya, karena dalam beberapa kasus dilakukan oleh banyak pihak terutama ada unsur eksploitasi atau memanfaatkan kerentanan anak, memberikan sejumlah uang dan sebagainya biasanya jarang tersentuh, tetapi ini menempati angka 10, bahkan ada unsur Brimob saya mengimbau segera menjawab kegelisahan di masyarakat," sebutnya.

Ai kemudian menyinggung soal penerapan pasal pemerkosaan atau persetubuhan anak di bawah umur. Ai berharap penyidik benar-benar mencermati aturan perundang-undangan agar pelaku dihukum maksimal.

"Yang berikutnya persoalan perkosaan atau bukan, lagi-lagi mencermati aturan perundangan. Kalau dulu terbatas di Undang-Undang 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak saja yang betapa kuat apa itu persetubuhan, pencabulan, lalu eksploitasi seksual dan kalau dibuka memang agak cukup ketat dan berisiko pada sanksi yang agak ringan, dan mungkin juga pasal-pasal pemberatannya itu tidak sampai karena kriteria pemberatan juga diatur sedemikian juga," katanya.

"Yang menjadi alat konfirmasi berikut adalah UU 12/2022 tentang TPKS di sini terlihat bagaimana seseorang dilakukan misalnya dia ada bujuk rayunya, kemudian dilakukan tindak kekerasan seksual untuk dimanfaatkan kepuasan seksualnya itu dan dikenai pemberatan ketika itu kepada anak, artinya tidak ada minimal di dalam UU TPKS tetapi paling lama 15 tahun plus pemberatan sepertiga dari angka itu, artinya 20 tahun. Itu kami memberi ruang yang sangat dalam kepada kepolisian untuk terus mempelajari dan menetapkan ataupun menyesuaikan aturan hukum yang berlaku," katanya.

Selengkapnya pada halaman berikut.

Simak juga 'Saat Ayah Bejat yang Tega Perkosa Anak Tiri Hingga Hamil 7 Bulan':






(lir/dhn)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork