Atas berbagai pertimbangan, Badan Perkreditan Rakyat (BPR) akhirnya melakukan likuidasi. Namun bagaimana pemenuhan hak-hak pihak terkait pasca likuidasi?
Berikut pertanyaan pembaca yang diterima detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com.
Apakah ada yang bisa bantu saya tentang
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Bagaimana penyelesaian BPR yang telah dilikuidasi/proses likuidasi selesai dinyatakan selesai oleh LPS?
2. Bagaimana dengan deposito komisaris yang masih dinyatakan tidak layak bayar walaupun sudah diajukan keberatan dengan bukti-bukti tindakan komisaris yang mencegah kerugian dan menegor direksi namun tidak ditanggapi oleh direksi? Bahkan komisaris beberapa kali minta mengundurkan diri namun tidak ditanggapi oleh pemegang saham.
Terimakasih.
Alfian Noer
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H. Berikut penjelasan lengkapnya:
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara sampaikan. Oleh karena pertanyaan di atas nampaknya tidak saling berkaitan, maka kami akan menguraikan jawabannya satu per satu.
Jawaban 1 :
Menurut Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1 Tahun 2022 (PLPS 1/2022), likuidasi bank adalah tindakan penyelesaian seluruh aset dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Setelah proses likuidasi, maka proses pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan mengacu kepada ketentuan Pasal 54 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU 24/2004) Juncto Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang (UU 7/2009), yang menyatakan :
(1) Pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
a. Penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang;
b. Penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai;
c. Biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, dan biaya operasional kantor;
d. Biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS dan/atau pembayaran atas klaim penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS;
e. Pajak yang terutang;
f. Bagian simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminannya dan simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dijamin; dan
g. Hak dari kreditur lainnya.
Dikutip dari situs www.lps.go.id, terkait dengan pembayaran kewajiban bank yang dilikuidasi kepada para kreditur dapat terbagi menjadi 2 (dua) periode yaitu :
1) Selama Pelaksanaan Masih Berlangsung
Pembayaran kewajiban kepada kreditur berasal dari hasil pencairan aset dan/atau penagihan piutang yang dilakukan secara bertahap selama masa likuidasi atau sekaligus pada akhir pelaksanaan likuidasi. Tata cara pembayaran kewajiban dilakukan oleh Tim Likuidasi secara langsung kepada kreditur (cash) atau ditransfer ke rekening kreditur. Dua bulan sebelum berakhirnya pelaksanaan likuidasi, Tim Likuidasi akan mengumumkan tanggal pembayaran terakhir kepada kreditur termasuk tindak lanjut apabila kreditur tidak mengambil bagiannya dalam jangka waktu sampai dengan tanggal pembayaran terakhir. Dalam hal kreditur belum mengambil bagiannya sampai dengan batas akhir pelaksanaan likuidasi, maka dana yang menjadi bagian kreditur dititipkan kepada LPS. Tim Likuidasi dianggap telah melakukan pembayaran kepada para kreditur setelah dititipakannya bagian kreditur yang belum diambil.
2) Pelaksanaan Likuidasi Telah Berakhir
Setelah pelaksanaan likuidasi berakhir, dimungkinkan terjadi pembayaran kepada para kreditur apabila :
(1). Kreditur belum mengambil bagiannya sampai batas waktu setelah tanggal pembayaran terakhir dan berakhirnya pelaksanaan likuidasi; dan
(2). Terdapat pembayaran oleh para debitur setelah berakhirnya pelaksanaan likuidasi.
Mengacu kepada ketentuan Pasal 43 PLPS 1/2022, proses pelaksanaan likuidasi bank dapat diakhiri dalam hal terpenuhinya kondisi :
a. Seluruh kewajiban bank dalam likuidasi telah dibayarkan;
b. Seluruh aset bank sudah dicairkan sehingga tidak ada lagi aset bank dalam likuidasi;
c. Tidak ada lagi potensi pencairan aset yang dapat digunakan untuk membayar kewajiban atau potensi pencairan aset diperkirakan tidak menutup biaya operasional likuidasi bank; dan/atau
d. Berakhirnya jangka waktu pelaksanaan likuidasi bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
Pasal 52 Ayat (1) PLPS 1/2022 lebih lanjut menyatakan bahwa dalam hal seluruh kewajiban bank dalam likuidasi telah dibayarkan kepada kreditur dan masih terdapat sisa aset, sisa aset tersebut diserahkan kepada pemegang saham lama. Kemudian Ayat (2) menyatakan dalam hal seluruh aset bank telah habis dalam proses likuidasi bank dan masih terdapat kewajiban bank kepada pihak lain, kewajiban tersebut wajib dibayarkan oleh pemegang saham lama yang terbukti menyebabkan bank menjadi bank gagal.
Kami kurang memahami maksud pertanyaan mengenai deposito Komisaris. Namun kami akan berusaha menjelaskan secara singkat tentang tugas dan tanggung jawab Komisaris serta mekanisme pengunduran diri seorang Komisaris di suatu perusahaan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 108 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU 40/2007), Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. Lebih lanjut, Pasal 114 Ayat (2) UU 40/2007 menyatakan setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 Ayat (1) untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseoran apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 114 Ayat (3) UU 40/2007.
Berdasarkan ketentuan Pasal 114 Ayat (5) UU 40/2007, anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan apabila dapat membuktikan :
a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Anggaran Dasar perseroan mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, termasuk juga pengunduran diri anggota Dewan Komisaris. Umumnya, yang bersangkutan harus mengajukan surat pengunduran diri kepada perusahaan dalam jangka waktu tertentu sebelum tanggal pengunduran dirinya, sesuai yang diatur di dalam Anggaran Dasar. Perseroan wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memutuskan pengunduran diri anggota Dewan Komisaris dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar setelah diterimanya surat pengunduran diri. Dalam hal perseroan tidak menyelenggarakan RUPS dalam jangka waktu tersebut, maka dengan lampaunya kurun waktu itu, pengunduran diri anggota Dewan Komisaris menjadi sah tanpa memerlukan persetujuan RUPS.
Dari penjelasan di atas dihubungkan dengan pertanyaan Saudara, maka sepanjang anggota Dewan Komisaris sudah melaksanakan kewajibannya dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan sesuai peraturan perundang-undangan, maka anggota Dewan Komisaris tidak dapat diikutsertakan memikul tanggung jawab akibat dari perbuatan Direksi yang menyebabkan kerugian bagi perseroan.
Selain itu, Komisaris berhak mengajukan pengunduran diri dengan mekanisme sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dan mendapatkan persetujuan otomatis apabila dalam jangka waktu tertentu sesuai Anggaran Dasar, tidak juga diselenggarakan RUPS setelah diterimanya surat pengunduran diri.
Sehubungan dengan masih adanya hak dari anggota Dewan Komisaris yang tidak dipenuhi atau tidak diberikan oleh perusahaan karena alasan tertentu, padahal ia telah melaksanakan seluruh tugas dan tanggung jawabnya kepada perseroan berdasarkan hukum, menurut pendapat kami, yang bersangkutan dapat menempuh upaya gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan :
"Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya, untuk menggantikan kerugian tersebut".
Lebih lanjut, Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. dalam bukunya K.U.H. Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, menerangkan tentang unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum dalam Pasal 1365, yaitu :
β’ Harus ada perbuatan;
β’ Perbuatan itu harus melawan hukum;
β’ Ada kerugian;
β’ Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
β’ Ada kesalahan.
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat bermanfaat. Salam.
![]() |
Yudhi Ongkowijaya, S.H., M.H.
Partner pada Law Office ELMA & Partners
www.lawofficeelma.com
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
![]() |
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.