Beberapa waktu terakhir, orang ramai-ramai mencoba peluang berinvestasi. Bukan hanya dalam jumlah besar, tapi juga dalam jumlah jutaan rupiah. Bagaimana bila macet?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate. Berikut pertanyaannya:
Selamat pagi, saya izin bertanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tahun 2014 silam, rekan saya ikut investasi di sebuah perusahaan. Sekitar Tahun 2016 silam saya diajak oleh dia untuk ikut juga.
Saya setuju dan masukkan uang saya sekitar Rp 30 juta dengan suratperjanjian di atas materai. Isinya kurang lebih saya akan mendapat bagi hasil tiap bulan dan jika itu tidak terpenuhi, maka dana akan dikembalikan 100%.
Di surat perjanjian itu rekan saya sebagai pihak pertama dan saya sebagai pihak kedua (tidak ada kaitannya dengan perusahaan tempat dia berinvestasi, jadi hanya antara kami berdua).
Setelah bebarapa bulan, saya dapat sekitar Rp 6,5 juta sebagai uang bagi hasil.
Tapi setelah 6 bulan berjalan, perusahaan tempat dia berinvestasi tiba-tiba bangkrut. Saya tidak tahu apakah dana dia kembali atau tidak, yangg jelas sejak saat itu saya tidak dapat bagi hasil lagi dan uang pun tidak kembali.
(Nb: sekitar tahun 2019 dia bilang tidak bisa mengharapkan dari perusahaan tempat dia berinvestasi dan akan mengembalikan dana saya setelah menjual aset berupa rumah/kos-kostan. Tapi setelah rumahnya terjual pun tidak ada basa-basi lagi)
Dikarenakan surat perjanjiannya hanya antara saya dan rekan saya, apakah sekarang saya bisa/berhak menagih uang yang saya investasikan dulu?
Terima kasih
Pembaca detikcom juga bisa menanyakan hal serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com
JAWABAN:
Terima kasih atas pertanyaannya. Saya mencoba menjawab dari sepanjang data yang anda sampaikan.
Di sini ada dua hubungan keperdataan:
1. Teman Anda dengan perusahaan investasi
2. Anda dengan teman Anda
Untuk yang pertama, maka anda tidak mempunyai hubungan keperdataan. Anda dengan perusahaan investasi tidak memiliki kausalitas.
Untuk yang kedua, anda dan teman anda telah menjalin hubungan keperdataan perjanjian. Di mana perjanjian adalah suatu perbuatan hukum para subyek hukum sebagaimana diatur Pasal 1313 KUH Perdata, berbunyi:
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Perjanjian di atas berlaku asas pacta sun servanda yaitu semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata
Untuk sahnya perjanjian harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat empat syarat (kumulatif) yang diperlukan agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah secara hukum, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Setiap perjanjian mengakibatkan kewajiban hukum bagi kedua belah pihak, bila tidak maka timbullah wanprestasi. Dari permasalahan yang Anda ceritakan, maka teman Anda telah wanprestasi.
Langkah Hukum Perdata
1. Mengirimkan somasi kepada teman anda agar segera mengembalikan dan Rp 30 juta sebagaimana yang tertuang di surat perjanjian.
2. Bila tidak maka Anda bisa menempuh langkah hukum gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) setempat karena teman anda telah melakukan perbuatan melawan hukum.
3. Gugatan juga bisa diajukan dengan cara small claim court/gugatan sederhana yaitu yata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyakRp 500 jutayang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.
Berikut grafis gugatan sederhana.
![]() |
Apakah Teman Saya Bisa Dipidanakan?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka anda harus bisa membuktikan adanya niat jahat/mensrea teman anda. Hal itu menjadi salah syarat utama bila hubungan keperdataan menjadi perbuatan pidana.
Bila terbukti ada niat jahat, maka bisa kena delik penipuan. Anda bisa melaporkan ke pihak kepolisian.
Hal itu diatur dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Bila ajakan investasi itu dilakukan lewat sarana elektronik, seperti aplikasi Hp, maka pelaku dikenakan UU ITE. Pasal 45 ayat (2) jo 28 ayat 1 UU ITE Pasal 28 Ayat (1) UU ITE berbunyi:
Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Pasal 45A Ayat (2) UU ITE:
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Demikian jawaban dari kami. Wasalam.
Tim Pengasuh detik's Advocate
![]() |
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)