Kenapa Lebaran Idul Fitri di Indonesia berbeda? Ini kerap kali menjadi pertanyaan ketika masa penetapan Lebaran. Tak hanya di Indonesia, sejatinya perbedaan penentuan waktu Lebaran juga biasa ditemui antar negara-negara di dunia.
Lantas mengapa perbedaan waktu Lebaran bisa terjadi? Dan apa penyebab perbedaan waktu Lebaran di Indonesia? Simak penjelasannya berikut ini:
Kenapa Waktu Lebaran di Indonesia Berbeda?
Perbedaan waktu Lebaran di Indonesia terjadi karena adanya perbedaan metode penetapan awal bulan dalam kalender Hijriah atau kalender Islam. Ini berbeda dengan sistem penanggalan kalender Masehi, yang kita gunakan saat ini. Sehingga penentuan awal bulan Hijriah perlu dilakukan melalui beberapa metode.
Di Indonesia sendiri, ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan Hijriah, yaitu metode rukyat dan metode hisab. Mengutip situs Majelis Ulama Indonesia (MUI), rukyat artinya melihat, sementara hisab artinya menghitung.
Dalam konteks penentuan awal bulan Hijriah, rukyat artinya melihat hilal atau bulan baru di ufuk baik menggunakan mata kepala secara langsung atau menggunakan alat bantu seperti teropong. Jadi, hilal atau bulan baru harus benar-benar terlihat secara pasti untuk menentukan dan memastikan apakah kita sudah memasuki awal bulan atau belum.
Sedangkan, metode hisab artinya penentuan awal bulan Hijriah mengandalkan hitungan ilmu falak atau ilmu astronomi guna memastikan apakah hilal sudah wujud atau belum. Jadi, tidak perlu benar-benar melihat hilal secara langsung. Metode hisab cukup dihitung saja dengan perhitungan matematis, astronomis.
Kriteria Penetapan Awal Bulan Hijriah di Indonesia
Selain karena adanya perbedaan metode penentuan awal bulan Hijriah, alasan kenapa Lebaran di Indonesia bisa berbeda juga karena ada beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan awal bulan Hijriah. Apa saja itu?
Seperti dilansir situs NU Online, dalam konteks negara Indonesia, terdapat beberapa kriteria penetapan awal bulan Hijriah, yaitu imkanur rukyat, wujudul hilal, imkanur rukyat MABIMS dan rukyat global. Berikut penjelasannya:
- Imkanur Rukyat
Imkanur rukyat (visibilitas hilal) adalah mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal. Kriteria ini mengharuskan hilal berada minimal 2 derajat di atas ufuk, sehingga memungkinkan untuk dilihat. Akan tetapi, adanya hilal belum teranggap sampai hilal tersebut dapat dilihat dengan mata. Kriteria ini digunakan oleh NU sebagai pendukung proses pelaksanaan rukyat yang berkualitas. - Wujudul Hilal
Wujudul hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriah dengan menggunakan dua prinsip yaitu Ijtimak (Konjungsi) telah terjadi sebelum matahari terbenam, dan bulan terbenam setelah matahari terbenam. Jika kedua kriteria tersebut terpenuhi maka pada petang hari tersebut dapat dinyatakan sebagai awal bulan. Kriteria ini digunakan oleh Muhammadiyah. - Imkanur rukyat MABIMS
Imkanur rukyat MABIMS adalah penentuan awal bulan Hijriah yang ditetapkan berdasarkan musyawarah Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Menurut kriteria ini, imkanur rukyat dianggap memenuhi syarat apabila posisi hilal mencapai ketinggian hilal 3 derajat dengan sudut elongasi (jarak antara bulan dan matahari) 6,4 derajat. Kriteria ini merupakan pembaruan dari kriteria sebelumnya, yakni 2 derajat dengan sudut elongasi 3 derajat yang mendapat masukan dan kritik. - Rukyat Global
Rukyat global adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriah yang menganut prinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa. Kriteria ini digunakan sebagian muslim Indonesia dengan merujuk langsung pada Negara Arab Saudi atau menggunakan hasil terlihatnya hilal dari negara lain.
Menyikapi Perbedaan Waktu Lebaran di Indonesia
Sementara itu, menyikapi terkait kenapa Lebaran di Indonesia berbeda, MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 2 tahun 2004 tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Fatwa ini menyatakan, penetapan awal bulan berdasarkan metode hisab dan rukyat oleh Pemerintah RI melalui Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
Selain itu, seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa ini juga mengatur bahwa dalam menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan MUI, ormas-ormas Islam dan instansi terkait.
(wia/jbr)