Hanya 2 Kali Sidang MK Hapus Kewenangan Jaksa Ajukan PK, Kok Bisa?

Andi Saputra - detikNews
Senin, 17 Apr 2023 11:48 WIB
Sidang MK (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta -

Tidak butuh lama buat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan sehingga kini jaksa tidak boleh mengajukan PK. Cukup dua kali sidang bagi MK menghapus kewenangan tersebut. Kok bisa?

"Menyatakan Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi putusan MK yang dibacakan Ketua MK pada 14 April 2023.

Nah, berdasarkan penelusuran perkara, putusan itu diketok setelah MK menggelar 2 kali sidang. Yaitu:

23 Februari 2023
Sidang pertama dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan I

8 Maret 2023
Sidang kedua dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan II

14 April 2023
Pembacaan putusan

Menanggapi sidang yang cepat itu, jubir Fajar Laksono menyatakan sudah sesuai UU yang berlaku. Sebab tidak ada kewajiban bagi MK mendengar keterangan DPR/Pemerintah sepanjang MK menilai permasalahan yang ada sudah terang.

"Sesuai Pasal 54 UU MK," kata Fajar Laksono.

Pasal 54 UU Mahkamah Konstitusi yang dimaksud berbunyi:

Pasal 54
Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden.

Karena pasalnya berbunyi 'dapat', maka bukan menjadi kewajiban MK untuk meminta keterangan DPR/Pemerintah.

Latar Belakang Kasus

Permasalahan bermula saat Mahkamah Agung (MA) membebaskan notaris Hartono terkait tuduhan pemalsuan akta otentik pada 2021. Vonis itu diketok di tingkat PK yang diajukan oleh Hartono.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianyar, Bali tidak terima dan mengajukan PK tandingan. Jaksa mendasarkan pada Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan.

Mengetahui hal itu Hartono kaget dan mengajukan uji materi ke MK dengan harapan Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan dibatalkan. Gayung bersambut. MK mengabulkan dan menghapus pasal Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan.

"Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Rasa syukur kami tak terhingga atas diterimanya uji materiil UU Kejaksaan yang diajukan oleh klien kami di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Langkah awal ini merupakan titik terang dalam perjuangan kami, untuk memperjuangkan hak-hak klien kami," katanya.

"SITOMGUM Law Firm akan segera menginformasikan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang positif ini.
Kami teguh berkomitmen, untuk terus mencari terobosan-terobosan hukum inovatif yang mampu menegakkan keadilan bagi klien kami. Kami yakin, bahwa melalui tekad kuat dan kerja keras, hak-hak klien kami akan segera dipulihkan dan keadilan akan senantiasa berdiri tegak," kata kuasa hukum Hartono, Singgih Tomi Gumilang.

Alasan MK Menghapus Pasal Aquo

MK menilai pasal di atas telah ternyata tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam empat landasan pokok untuk mengajukan PK sebagaimana diatur dalam norma Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang telah dimaknai secara konstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

"Artinya, adanya penambahan kewenangan Jaksa dalam pengajuan PK sebagaimana diatur dalam Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU 11/2021 bukan hanya akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hukum dan ambiguitas dalam hal pengajuan PK, namun lebih jauh lagi, pemberlakuan norma tersebut berakibat terlamggarnya hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan kepastian hukum yang adil sebagaimana telah dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," ucap MK.

Menurut MK, dengan disisipkannya Pasal 30C huruf h beserta Penjelasannya dalam UU 11/2021 berarti telah menambah kewenangan kejaksaan, in casu kewenangan untuk mengajukan PK tanpa disertai dengan penjelasan yang jelas tentang substansi dari pemberian kewenangan tersebut.

"Menurut Mahkamah, penambahan kewenangan tersebut bukan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum, namun juga akan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh Jaksa khususnya dalam hal pengajuan PK terhadap perkara yang notabene telah dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum," beber MK.

Simak juga 'MKMK Tegaskan Tak Ada Persekongkolan Dalam Perkara Hakim Guntur':






(asp/yld)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork