KPK Tegaskan Tak Pernah Tangani Kasus Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli

Mulia Budi - detikNews
Selasa, 28 Mar 2023 15:57 WIB
KPK (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)
Jakarta -

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan praperadilan terkait penghentian penyidikan kasus dugaan gratifikasi mantan Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. KPK menegaskan tak pernah menangani kasus tersebut.

"Bahwa dalil pemohon tentang adanya penghentian penyidikan secara materiil (diam-diam) sangatlah tidak berdasarkan atas fakta hukum maupun tidak berdasar atas hukum. Senyatanya termohon I (KPK) tidak pernah menangani dugaan tindak pidana korupsi sehubungan dengan dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kepada Lili Pintauli Siregar (yang saat peristiwa terjadi masih menjabat sebagai Komisioner KPK) atas sejumlah fasilitas tiket nonton dan penginapan selama kurang lebih 1 minggu untuk menonton pertandingan balap Moto GP di Mandalika," kata Koordinator Tim Biro Hukum KPK, Iskandar Marwanto dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa (28/3/2023).

Iskandar mengatakan perkara dugaan gratifikasi Lili Pintauli hanya pernah ditangani di Dewan Pengawas (Dewas KPK). Dia mengatakan KPK tak pernah menangani perkara tersebut secara formal.

"Berkenaan dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kepada Lili Pintauli Siregar atas sejumlah fasilitas tiket nonton dan penginapan selama kurang lebih 1 minggu untuk menonton pertandingan balap Moto GP di Mandalika, yang pernah ditangani oleh KPK hanyalah dilakukan pemeriksaan oleh Termohon II (Dewas KPK)," ujar Iskandar.

"Dengan demikian Termohon I (KPK) tidak pernah secara formal baik itu Surat Perintah (penyelidikan, penyidikan, maupun tuntutan) menangani perkara tersebut," tambahnya.

Dia mengatakan dalil gugatan MAKI tentang adanya penghentian penyidikan dugaan gratifikasi Lili Pintauli disebut tidak berdasar pada hukum. Dia menyebutkan KPK tak pernah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan perkara tersebut.

"Bahwa dalil pemohon (MAKI) tentang adanya Penghentian Penyidikan secara materiil (diam-diam) sangatlah tidak berdasarkan atas fakta hukum maupun tidak berdasar atas hukum. Senyatanya Termohon I (KPK) tidak pernah menangani perkara a quo. Oleh karenanya sampai dengan perkara permohonan praperadilan a quo diperiksa di persidangan saat ini, Termohon I tidak pernah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atas perkara tindak pidana korupsi yang dipersoalkan oleh pemohon," tuturnya.

Iskandar menerangkan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No 4 Tahun 2016, penghentian penyidikan suatu kasus tidak termasuk dalam kewenangan praperadilan. Menurutnya, gugatan praperadilan MAKI seharusnya ditolak hakim.

"Lebih lanjut, Pasal 2 PERMA 4 Tahun 2016 menentukan objek Praperadilan terbatas pada sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan, serta ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Dengan demikian, berdasarkan regulasi di atas penghentian penyidikan secara diam-diam tidak termasuk dalam ranah kewenangan Praperadilan," tutur Iskandar.

"Dengan demikian, berdasarkan uraian yang Termohon I sampaikan di atas, maka dalil pemohon tentang penghentian penyidikan secara diam-diam sangat tidak beralasan dan tidak berdasar atas hukum, oleh karena itu sudah seharusnya Hakim Praperadilan mengesampingkan dalil tersebut dan menyatakan bahwa permohonan a quo tidak dapat diterima," lanjutnya.

Sebagai informasi, termohon dalam gugatan praperadilan ini adalah pimpinan KPK sebagai termohon I dan Dewas KPK sebagai termohon II. Adapun permohonan MAKI sebagai berikut:

1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan memutus permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan atas perkara quo
3. Menyatakan Pemohon sah dan berdasar hukum sebagai pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan praperadilan atas perkara a quo
4. Menyatakan secara hukum TERMOHON (KPK) telah melakukan tindakan PENGHENTIAN PENYIDIKAN secara tidak sah menurut hukum terhadap Perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kepada Lili Pintauli Siregar (yang saat peristiwa terjadi masih menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
5. Memerintahkan TERMOHON (KPK) melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu segera melakukan Penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kepada Lili Pintauli Siregar (yang saat peristiwa terjadi masih menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Subsider: memeriksa dan mengadili Permohonan Pemeriksaan Praperadilan ini dengan seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (ex aequo et bono).




(yld/yld)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork