Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung meminta seluruh pihak menghentikan politisasi terhadap insiden kebakaran pipa di Depo Pertamina Plumpang yang terjadi pada 3 Maret 2023 lalu. Ia menegaskan insiden ini seharusnya dilihat secara obyektif, bukan malah melakukan politisasi.
"Hal-hal seperti ini ketika dipolitisasi tentu akan menjadi runyam, mengaburkan masalah dan akhirnya (kita) tidak bisa mengambil keputusan-keputusan yang penting, yang harus diambil, karena (pertimbangannya) kemudian menjadi populis atau tidak," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (15/3/2023).
Hal ini ia paparkan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI bersama Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dan jajaran di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/3).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Martin menjelaskan sesuai paparan Dirut Pertamina, persoalan pemukiman masyarakat yang berada di dekat lokasi Depo Plumpang sudah berlangsung lama hingga berpuluh-puluh tahun. Sehingga, semua pihak sudah tahu akan risiko kebakaran yang mungkin terjadi di lokasi tersebut.
"Karena memang dekat sekali risikonya terhadap sumber bahaya itu. Nah, tapi keputusan-keputusan yang benar, walaupun pahit, tidak bisa diambil karena menjadi politis," imbuhnya.
Martin meminta semua pihak untuk menghentikan politisasi terkait insiden kebakaran Depo Pertamina Plumpang. Karena jika ditelaah lebih jauh, ada banyak pihak yang memiliki kontribusi terhadap persoalan ini.
"Faktanya, setiap calon gubernur membuat kontrak politik kok. Jadi please, kita setop persoalan itu, kita lihat masalahnya (secara obyektif)," tegasnya.
Martin mengungkapkan berdasarkan peta yang disampaikan oleh Pertamina, sejak 1986 sudah ada masyarakat yang menghuni sekitar lokasi Depo BBM Plumpang. Selain itu, ada juga informasi di berbagai berita yang menyebut masyarakat di sana sudah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak tahun 1986. Menurutnya, pajak PBB itu tentunya dibayarkan atas hak alas tertentu.
"Saya minta kepada semua pihak, please stop politisasi, supaya kita bisa ambil keputusan yang terbaik," ucapnya.
Martin juga meminta Pertamina melakukan audit atau kajian terhadap keamanan dari seluruh fasilitas Pertamina, khususnya kilang, depo BBM dan sejenisnya. Sehingga, dapat diketahui mana fasilitas yang berisiko tinggi, sedang dan aman agar segera dicarikan solusinya.
Kegiatan ini, sambung Martin, tentunya akan memakan biaya. Tapi hal tersebut perlu dilakukan agar insiden kebakaran tidak terulang kembali.
"Pasti ini juga akan mempengaruhi pembiayaan misalnya, nah berarti juga ada (peran) dari kita, DPR, ya mungkin nanti harus kita lihat dari sisi keuangan Pertamina, apakah ini memang mempengaruhi profit, yang akhirnya berujung kepada dividen. Ini kita harus tegas di sini," jelasnya.
"Ada konsekuensi-konsekuensi yang terjadi, tapi selesai masalahnya. Daripada kemudian kita lihat ini terus-terus menerus secara populis dan tidak menyelesaikan masalah," lanjut Martin.
Martin pun meminta kajian terhadap keamanan seluruh fasilitas Pertamina ini segera dilakukan, agar langkah-langkah mitigasi ke depannya dapat segera diputuskan.
"Ini menjadi satu pelajaran berharga yang tidak boleh lagi terulang. Jadi apa yang harus dilakukan ke depan? Tentu kita harus tahu dulu duduk masalahnya, review, audit seluruh fasilitas Pertamina, lalu kita baca sama-sama, apa langkah-langkah ke depan," ujarnya.
"Jadi, ayo kita hadapi, ayo kita atasi. Dan juga kita minta seluruh lembaga terkait untuk bersama-sama menyelesaikan masalah ini," tandas Martin.
(prf/ega)