Isu hangat kita pada minggu-minggu ini adalah kebakaran depo Pertamina di Plumpang Jakarta Utara --semoga keluarga yang mengalami musibah dan ditinggalkan diberi ketabahan yang besar. Isu ini meninggalkan pelajaran yang sangat besar bagi kita semua, pemerintah dan masyarakat.
Trending kiranya sebuah istilah yang menyeruak di tengah isu besar ini, yaitu buffer zone atau zona penyangga. Apa itu?
Saya tak ingin mengaitkannya terlalu teknis tentang istilah buffer zone untuk kasus ini, biarlah ahli-ahli Pertamina yang menggelutinya. Yang ingin saya tekankan adalah betapa penting dan meluasnya penggunaan buffer zone ini di kehidupan kita secara umum.
Buffer zone atau zona penyangga dalam pengertian mudah adalah zona aman di mana terdapat space atau area yang memisahkan antara satu penempatan dengan penempatan lain. Hal pasti dari penerapan konsep buffer zone ini adalah tidak adanya impit-impitan antara satu tempat dengan tempat lain.
Dengan kata lain, ada semacam tempat bernapas untuk kedua lokasi yang berdekatan. Hal ini menarik karena tempat bernapas ini sangat diperlukan dalam banyak hal kegiatan kita secara umum di semua area aktivitas. Namun justru tempat bernapas ini menjadi area yang cenderung tidak diperhatikan.
Saya ingin memberi gambaran di dunia keuangan dan dunia pengaturan waktu, dunia yang sangat erat ada di seputaran kehidupan sehari-hari kita, di mana buffer zone ini memainkan peran yang cukup krusial.
Dalam dunia keuangan, istilah buffer zone bisa kita sematkan pada dana darurat kalau dalam mode formal, atau pada ketersediaan uang cash kalau pada area yang lebih praktis. Sekali lagi, buffer zone ini meniscayakan sebuah area bernapas dan sangat anti dengan impit–impitan atau mepet–mepetan.
Ruang bernapas dalam bentuk dana darurat inilah yang membuat ruang dana pendidikan, dana kesehatan, dana operasional hingga dana pemeliharaan menjadi lebih jelas dan lebih nyaman dijalankan. Seketika terjadi sesuatu hal di luar rencana, ketersediaan ruang bernapas yang disebut dana darurat inilah yang akan meminimalisasi bahkan melokalisasi masalah yang terjadi.
Bisa dibayangkan jika dana darurat ini tidak ada; bila terjadi sesuatu pada ruang keuangan kita di pendidikan atau kesehatan misalnya, mka guncangannya bisa jadi akan terasa sangat vital.
Dalam bentuk yang lebih praktis, ketersediaan dana tunai atau cash dalam saku kita juga bisa berfungsi sebagai buffer zone. Saat-saat terjadi sesuatu dan tidak bisa digunakannya teknologi dana digital, maka uang cash adalah pilihan paling aman jika ketersediaannya lengkap di saku kita.
Bisa dibayangkan jika dana tunai atau cash tidak ada di dompet atau saku kita dan kita dihadapkan pada situasi tak bergunanya teknologi dana digital?
Dari dunia keuangan kita berpindah pada dunia pengaturan waktu yang kita jalani sehari-hari. Buffer zone atau zona penyangga di area ini sangat kentara terlihat dari seberapa mepetnya waktu yang kita alokasikan untuk melaksanakan kegiatan.
Istilah paling simpelnya adalah makin mepet waktu, maka makin kacau buffer zone-nya; sebaliknya makin leluasa waktu, maka makin baik buffer zone-nya.
Namun demikian, kultur masyarakat kita yang senang sekali dengan hal-hal mendadak adalah sesuatu yang aneh yang dengan nyata memusnahkan konsep buffer zone dalam penggunaan waktu. Jargon paling populernya, kalau mendadak selalu jadi dan kalau direncanakan gagal terus adalah sebuah gambaran betapa kacaunya buffer zone di dunia pengaturan waktu masyarakat kita.
Buffer zone dalam pengaturan waktu juga berguna dalam mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama pelaksanaan aktivitas. Entah tiba-tiba terjebak macet, ban kempes, hujan turun atau apapun akan bisa lebih diminimalisasi jika buffer zone dalam pengaturan waktu itu telah tersedia dan dampak bencana atau masalahnya juga bisa dilokalisasi.
Buffer zone selain berguna untuk meminimalisasi semua masalah dan risiko juga mampu membuat si pelaku kegiatan atau pelaku aktivitasnya merasa nyaman dalam menjalankannya. Rasakan sensasi memiliki dana darurat, memiliki uang tunai di kantong saku, memiliki spare waktu dan tidak mendadak saat menjalani sesuatu. Pasti nyaman sekali dan terhindar dari stres atau tekanan akibat ketiadaan buffer zone tadi.
Bencana pertama dari ketiadaan buffer zone adalah perasaan stres, dan kejadian katastropik seperti yang terjadi di Plumpang adalah bencana berikutnya. Ini menjadi konsekuensi pengabaian bencana pertama sebagai early warning sebelum bencana yang lebih besar terjadi.
Achmad Hasmy pemerhati kebencanaan, tinggal di Bekasi