Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyurati Kementerian Keuangan terkait temuan 134 pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu yang memiliki saham di 280 perusahaan. KPK akan mengirim surat tersebut hari ini.
"Jadi hari ini, ini sebagai wujud kerja sama ya, KPK dan Kemenkeu dalam--katakanlah--program pembersihan oknum-oknum pajak yang kita sebutlah tidak berperilaku seperti seharusnya kan, kita sampaikan hari ini dengan surat saya ke Pak Irjen, 134 nama pegawai pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan tertutup," ucap Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan selepas acara Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) di kantor KemenPAN-RB, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2023).
Pahala mengatakan tujuannya adalah agar Kemenkeu menindaklanjuti lebih jauh mengenai kepemilikan saham tersebut. Dia menuturkan sebagian besar kepemilikan perusahaan yang ditemukan bukan atas nama pegawai tersebut.
"Ini bukan berarti 134 salah, tetapi dalam surat saya sebutkan tolong ditindaklanjuti. Kenapa mereka mempunyai perusahaan. Ini kan umumnya atas nama istrinya," ucapnya.
Perusahaan apa itu, ada kaitannya tidak dengan jabatan mereka. Kalau ada kaitannya kan ini ada konflik kepentingan nanti di situ. Itu yang kita akan sampaikan," tambahnya.
Kemudian, kata Pahala, KPK akan terus berkoordinasi dengan Kemenkeu mengenai hal itu. KPK, lanjutnya, akan menindak lanjuti hal tersebut pekan ini.
"Minggu depan, terjadwal Selasa-Kamis, Saudara Andhi Pramono APR dengan Saudara Wahono akan kita undang untuk kita mintakan klarifikasi, minggu depan," jelas Pahala.
Pahala juga menegaskan komitmen KPK untuk membersihkan kementerian dari oknum-oknum yang ada. Kendati begitu, dia juga tidak membenarkan narasi tidak membayar pajak yang kini tengah ramai digaungkan.
"Tapi jangan bilang kita berhenti bayar pajak. Tidak boleh. Semua orang harus melaksanakan, pajak itu kewajiban. Kalau nggak mau bayar pajak, ya jangan di Indonesia, gitu aja," imbuhnya.
Saham di Perusahaan Tertutup
Sebelumnya, KPK mengungkap temuan 134 pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang memiliki saham di 280 perusahaan. KPK memperingatkan bahwa ini tanda bahaya.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan pegawai pajak boleh memiliki saham. Namun dia menegaskan hal ini tak etis lantaran rawan membuka celah korupsi.
"Boleh, tapi bukannya boleh juga ya. Tapi tidak etis. Tidak etis," kata Pahala seusai acara Stranas PK di kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
Pahala menjelaskan aturan yang berlaku saat ini tidak melarang pegawai pajak memiliki saham di perusahaan. Menurutnya, aturan itu hanya menyebutkan hal tersebut tidak etis, tapi tidak melarang secara gamblang.
"PP di tahun 80 dilarang berbisnis, tapi PP berikutnya itu nggak jelas aturnya. Hanya bilang agar memilih kegiatan yang etis. Sekarang nggak ada (aturan yang melarang)," lanjutnya.
Pahala juga membeberkan ratusan perusahaan yang sahamnya dimiliki pegawai pajak merupakan perusahaan tertutup dan tidak terdaftar di bursa efek. Perusahaan-perusahaan tersebut di antaranya dimiliki Rafael Alun Trisambodo.
"Bukan, bukan (perusahaan terbuka). Kalau di bursa kita nggak pusing itu kan bebas investasi. Ini perusahaan tertutup, non-listing. Semua tertutup. Yang terbuka kan bebas mereka boleh dong beli saham. Ini yang tertutup dia jadi pemegang saham," katanya.
Pahala menekankan pegawai pajak yang kebanyakan memiliki perusahaan konsultan pajak ini sangat rentan membuka celah korupsi. Sebab, sebut dia, selama ini pegawai pajak punya hubungan erat dengan wajib pajak.
"Kenapa kalau ini (pegawai Pajak) punya perusahaan konsultan pajak jadi bahaya? Karena kan orang pajak berhubungan dengan wajib pajak. Wajib pajak itu kan berkepentingan membayar sedikit mungkin, petugas Pajak atas nama negara dengan wewenangnya harus bisa membuat pungutan pajak maksimum," jelas Pahala.
Tatkala hubungan itu bertemu, lanjut Pahala, di sanalah risiko korupsi bisa terjadi. Menurut dia, korupsi yang paling memungkinkan adalah gratifikasi dan suap yang dilakukan wajib pajak ke pegawai pajak agar menurunkan kewajiban pajaknya.
"Muncul risiko ketika ketemu, risiko itu yang kita bilang kita cari korupsinya. Itu yang paling mungkin dari hubungan mereka paling mungkin adalah gratifikasi dan suap. Per definisi kan penerimaan terkait jabatan dan wewenang. Bukan masalah kekayaannya nggak pusing lah kita. Tapi kalau dia ada nerima dari wajib pajak terkait wewenang dia menetapkan memeriksa, itu yang kita cari. Kalau wajib pajak ngasih ke dia kan ada deteksi bank, kalau tunai ada buktinya juga kan," ujar Pahala.
"Nah, dengan berbisnis, buka PT, apalagi konsultan pajak, dia ada kemungkinan mengalirkan pembayaran ke PT sebagai konsultan pajak baru dari situ dia ambil keuntungan sebagai pemegang saham," imbuhnya.
Pahala mengatakan gelagat pegawai pajak macam ini dimaksudkan untuk mengaburkan pendapatannya.
"Itulah opsi mengaburkan pendapatan dia. Tapi bukan konsultan pajak saja. Itu jadi etis. Betul (ada konflik kepentingan). Dia memperlebar risikonya, risikonya lebih susah lagi dicari," kata Pahala.
Simak Video 'KPK Ungkap Konsultan Pajak yang Bekerja untuk Rafael Alun':