Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KBSI) menilai rencana perubahan BPJS yang tidak lagi bertanggung jawab langsung kepada presiden berpotensi menghadirkan polemik baru. Hal itu juga berisiko memberikan dampak ke pengelolaan dana serta menurunnya pelayanan kepada masyarakat.
Sebelumnya, Badan Legislasi DPR, saat ini, tengah menyusun naskah akademik terkait omnibus law RUU Kesehatan. Omnibus law tersebut mencakup sekitar 13 UU,diantaranya UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Salah satu poin penting yang menjadi polemik di masyarakat adalah wacana perubahan BPJS yang tidak lagi bertanggung jawab langsung kepada presiden, melainkan melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk BPJS Kesehatan dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPJS berkewajiban melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan secara berkala enam bulan sekali kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan atau Menteri Ketenagakerjaan dengan tembusan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Selain itu, BPJS juga diminta melaksanakan penugasan dari kementerian. Komposisi Dewan Pengawas BPJS pun turut mengalami perombakan, jumlah perwakilan serikat pekerja dan pengusaha justru dikurangi dari masing-masing dua orang menjadi hanya satu orang.
"Di UU BPJS mengamanatkan tanggung jawab Direksi dan Dewan Pengawas BPJS langsung kepada Presiden. Pelaporan pelaksanaan program pun kepada presiden. Ketika peran seperti ini diubah jadi di bawah menteri, posisi tawar BPJS menjadi kecil," kata Bendahara Korwil KSBSI Sumatera Utara Paraduan Pakpahan dalam keterangannya, Senin (20/2/2023).
Hal senada pun diungkapkan oleh Ketua Korwil KSBSI Sumut Ramlan Hutabarat. Menurutnya, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan harus dikelola dengan profesional, demokratis, transparan, dan akuntabilitas. Sebab keduanya merupakan lembaga yang diamanatkan oleh UU untuk menghimpun dana masyarakat.
Ia menjelaskan para buruh khawatir terkait perubahan wacana tersebut. Hal itu didasari karena mereka khawatir wacana tersebut bakal berimbas kepada penurunan kualitas pelayanan dan rentan mengalami intervensi dan menambah birokrasi.
Ramlan meminta agar pemerintah jangan coba-coba mewacanakan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan menjadi BUMN, karena dana yang dikelola dalam penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan adalah dana swadaya masyarakat, khususnya dari buruh dan pengusaha.
"BPJS berpotensi mendapat penugasan sesuatu (dari kementerian) yang berpotensi merugikan dana kelolaan masyarakat, seperti menempatkan ke instrumen investasi yang tidak menguntungkan. Atau, penugasan kementerian yang membuat pelayanan kepada warga/pekerja menjadi tidak terfokus. Sehingga kami sebagai serikat buruh menyarankan kepada pemerintah tetap fokus pada UU N0. 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU N0. 24 Tahun 2011, Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial," tutupnya.
(ega/ega)