BPJS di Bawah Menteri dalam RUU Kesehatan, KSPI: Abuse of Power!

ADVERTISEMENT

BPJS di Bawah Menteri dalam RUU Kesehatan, KSPI: Abuse of Power!

Sukma Nur Fitriana - detikNews
Selasa, 31 Jan 2023 13:48 WIB
Presiden Partai Buruh Said Iqbal
Foto: Devi Puspitasari/detikcom
Jakarta -

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyoroti Rancangan Undang-Undang (RUU Kesehatan) yang saat ini tengah digodok DPR. Utamanya mengenai poin kewenangan BPJS yang semula berada di bawah presiden menjadi di bawah menteri.

Diketahui, dalam hal ini BPJS Kesehatan berada di bawah Menteri Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan di bawah Menteri Ketenagakerjaan.

"Di seluruh dunia tidak ada namanya jaminan sosial (BPJS) itu di bawah menteri, seluruh lembaga BPJS di seluruh dunia itu di bawah presiden atau perdana menteri, jadi di bawah langsung kepala pemerintahan," ungkap Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa (31/1/2023).

Lebih lanjut Iqbal menjelaskan hal itu bisa terjadi karena akumulasi modal berasal dari dana publik. Dana BPJS bukan dari pemerintah, meskipun ada yang Penerima Bantuan Iuran (PBI) pada BPJS Kesehatan, tapi hal tersebut diatur dalam undang-undang (UU).

Selain itu, buruh juga membayar iuran sebesar 1 persen, serta pengusaha 4 persen. Sehingga akumulasi uang di BPJS Kesehatan bukan hanya punya pemerintah.

"Apalagi dana yang ada di BPJS Ketenagakerjaan, semua dananya milik buruh dan dana pengusaha, bukan milik pemerintah," kata Iqbal.

Menurut Iqbal menteri hanya pembantu presiden, sehingga tidak punya kapabilitas untuk mengatur pengelolaan dana publik. Oleh karena itu, menurutnya menteria tidak boleh mengelola dana publik.

"Jadi kalau sampai BPJS di bawah menteri, dengan kata lain, ini abuse of power (penyalahgunaan wewenang jabatan). Kemudian, dalam UU BPJS, Dewan Pengawas (Dewas) BPJS itu disebut wali amanah, nah kalau wali amanah itu nggak boleh di bawah seorang menteri, Dewas itu harus independen," tegasnya.

Di sisi lain, jika RUU Kesehatan ini disahkan, Dewan Pengawas (Dewas) BPJS juga akan diatur oleh kementerian. Dari yang awalnya ada 7 anggota dewas dan terdiri dari 2 orang dari unsur pemerintah, dengan RUU Kesehatan maka unsur pemerintah akan ditambah 4 orang. Dikatakan penambahan dewas ini datang dari unsur buruh.

Salah satu prinsip pengelolaan BPJS itu adalah sustainable (keberlangsungan). Menurutnya jika ada sesuatu gejolak, maka presiden punya hak dalam menambah dana BPJS. Lain lagi dengan menteri karena tidak bisa dan harus melapor ke presiden.

Selain itu, Jika BPJS di bawah menteri, maka nantinya laporan BPJS juga akan disesuaikan dengan menteri. Dengan begitu, proses birokrasi akan semakin panjang. Peserta juga dinilai akan merasa tidak aman.

"Sebab, jika menterinya salah dalam mengelola uang peserta bagaimana, kita juga tahu peraturan menteri itu kan berganti-ganti terus," pungkas Iqbal.

Senada dengan itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, salah satu yang akan direvisi dalam RUU Kesehatan ini adalah UU BPJS. Menurutnya, jangan sampai BPJS itu seperti dulu lagi di bawah menteri yaitu Menteri BUMN.

Kemudian, kata Timboel, ada pasal yang mengatakan bahwa direksi wajib menjalankan penugasan dari Menteri. Hal ini akan menjadi potensi intervensi. Begitu juga dalam pelaporan yang menyangkut BPJS, akan diintervensi oleh menteri, tidak langsung dilaporkan kepada presiden.

"Dewan Pengawas dan Direksi dari BPJS akan diseleksi. Nanti ketua panitia seleksinya, ya menteri, jadi dari hulu ke hilir akan diatur menteri (pemerintah). Ini kan sama juga dengan bagaimana memposisikan Direksi dan Dewas di bawah Menteri," tutur Timboel.

Timboel menyebutkan dana BPJS Ketenagakerjaan saat ini sekitar Rp 630 triliun. Begitu juga BPJS Kesehatan yang pendapatan iurannya Rp 144 triliun dan Aset bersih Rp 56 triliun. Dana ini jangan sampai disalahgunakan.

"Jadi dana amanah ini jangan sampai disalahgunakan. Dikhawatirkan jika Lembaga BPJS di bawah menteri, maka akan berpotensi penyalahgunaan dana BPJS. Begitu juga dengan pelayanan akan terintervensi. Misalnya jika investasi gagal, artinya nantinya manfaat ke peserta akan berkurang," jelasnya.

Dikatakan Timboel pengelolaan dana BPJS, baik itu BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan, saat ini sudah baik. Jika Indepensinya diganggu, maka akan ada potensi uang yang diselewengkan. Kalaupun pemerintah mau merevisi manfaatnya, boleh saja, tapi jangan merevisi organ dari BPJS.

Simak juga 'Kala Jokowi Minta BPJS Ketenagakerjaan Hati-hati Kelola Rp 607 T':

[Gambas:Video 20detik]



(prf/ega)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT