Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintahan desa dilibatkan dalam pemutakhiran data kemiskinan dan data kependudukan lainnya. Pemerintah desa sebagai unit pemerintahan terkecil dinilai menjadi pihak yang lebih mengetahui kondisi warganya.
Bamsoet menjelaskan data kemiskinan dan profil kependudukan lainnya bisa di-input secara digital oleh pemerintah desa dari kantor desa ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dengan demikian, Kemendagri bisa memiliki big data real time dan akurat yang bersumber langsung dari 83.458 desa/kelurahan. Baik itu tentang data kemiskinan maupun data kependudukan lainnya.
"Sehingga kita tidak perlu lagi repot mencari tahu tentang data kemiskinan. Langkah tersebut tidak terlalu sulit, karena setiap desa sudah dilengkapi komputer dan berbagai perangkat digital lainnya yang dapat menunjang kinerja pemerintah desa dalam menyiapkan data kependudukan," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Senin (13/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan demikian bisa menghindari terjadinya kesalahan data kemiskinan warga, sebagaimana yang sering terjadi selama ini. Banyak warga mampu, malah mendapatkan bantuan sosial. Sebaliknya, banyak warga tidak mampu justru tidak mendapatkan bantuan sosial. Hal ini lantaran data kemiskinan yang tidak akurat, karena tidak melibatkan pemerintah desa," sambungnya.
Diketahui, hal ini disampaikan Bamsoet usai bertemu perwakilan APDESI (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia), ABPEDNAS (Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional), dan PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia).
Dalam kesempatan ini, Bamsoet mendukung usulan berbagai organisasi desa terkait perubahan alokasi dana desa untuk bantuan langsung tunai (BLT) menjadi maksimal 40 persen. Bukannya sekurang-kurangnya 40 persen sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021.
Ia mengatakan usulan tersebut sudah disampaikan APDESI kepada Presiden Joko Widodo pada saat Silaturahmi Nasional APDESI 2022 di Istora Senayan. Saat itu Presiden Joko Widodo juga menyetujui usulan tersebut.
"Perubahan alokasi ini bisa memberikan keleluasaan bagi para kepala desa untuk mengkreasikan anggaran dana desa untuk berbagai program pembangunan yang bersifat fisik. Sehingga bisa tetap memberikan manfaat dalam penyediaan infrastruktur serta berbagai kebutuhan lainnya, dengan tetap menggerakkan berbagai sektor perekonomian rakyat," jelas Bamsoet.
Bamsoet pun mengapresiasi rencana peringatan 9 tahun lahirnya Undang-Undang Desa yang akan diselenggarakan 19 Februari 2023 mendatang. Presiden Joko Widodo dijadwalkan hadir pada acara yang akan berlangsung di Gelora Bung Karno (GBK) ini.
Lebih lanjut, ia menjabarkan jumlah dana desa yang sudah tersalurkan sejak pertama kali pada tahun 2015 hingga di tahun 2022 mencapai sekitar Rp 400,1 triliun. Dana ini digunakan untuk membangun 227.000 Km jalan desa, 4.500 embung, 71.000 unit irigasi, 1,3 juta meter jembatan, 10.300 pasar desa, 57.200 Bumdes, 6.100 tambat perahu, dan 62.500 penahan tanah.
"Pemerintah desa juga tidak perlu khawatir dalam memanfaatkan dana desa. Karena Jaksa Agung dan Kapolri telah berkomitmen untuk mengawal pemanfaatan dana desa dan memberikan bimbingan bagi perangkat desa," tutur Bamsoet.
"Selain untuk berbagai program pembangunan, Presiden Joko Widodo juga menyetujui aspirasi pemerintah desa agar pemerintah desa bisa membelanjakan 3 persen dari dana desa untuk kebutuhan belanja operasional pemerintah desa," pungkasnya.
Sebagai informasi, sejumlah pihak yang hadir dalam pertemuan ini antara lain Ketua Umum APDESI Surta Widjaja, Ketua Umum ABPEDNAS Indra Utama, Ketua Umum PPDI Widhi, Ketua MPO APDESI sekaligus Pembina ABPEDNAS Asri Anas, Sekjen APDESI Anwar Sadat, dan Sekjen ABPEDNAS Deden Syamsuddin.
Simak juga 'Risma Bantah Dana Kemiskinan Rp 500 T buat Rapat: Kita Hemat':