Penjelasan Versi Pengembang soal Konflik Jual Beli Apartemen Ike Farida

Penjelasan Versi Pengembang soal Konflik Jual Beli Apartemen Ike Farida

Mei Amelia R - detikNews
Rabu, 08 Feb 2023 16:45 WIB
Advokat Ike Farida didampingi kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak mendatangi Polda Metro Jaya.
Advokat Ike Farida didampingi kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak mendatangi Polda Metro Jaya. (Wildan Noviansah/deetikcom)
Jakarta -

Konflik jual beli apartemen di Jakarta Selatan antara pengembang dan advokat Ike Farida berkepanjangan. Kedua belah pihak saling menggugat.

Pihak pengembang memberikan penjelasan duduk perkara sengketa unit apartemen yang berujung saling gugat ini.

Mulanya, pengembang melakukan pameran di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Selatan, dan Ike Farida yang saat itu datang dan tertarik untuk membeli.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sejak awal karena marketing kami mengetahui bahwa yang bersangkutan bersuamikan orang asing, kemudian disampaikan bahwa jika tidak ada perjanjian pranikah pisah harta, maka tidak bisa PPJB (Pengikatan Perjanjian Jual Beli), jadi disarankan pakai nama PT saja untuk pemesanannya," ujar kuasa hukum pihak pengembang, Wijayono Hadi Sukrisno dari S&S Law Firm dalam keterangan kepada wartawan, Senin (6/2/2023).

Saat itu Ike Farida setuju memakai nama PT untuk jual-beli unit apartemen. Ike Farida menuliskan 'Persek Farida Law Office' pada surat pemesanan.

ADVERTISEMENT

Surat pesanan unit kemudian sampai ke tangan bagian legal pengembang. Namun, 'Persek Farida Law Office' bukanlah badan hukum yang tidak bisa melakukan PPJB, sehingga bagian legal mengembalikan berkas ke bagian marketing.

Kendati demikian, "Yang bersangkutan tetap meminta agar akhirnya menggunakan nama pribadi yang sejak awal sudah diingatkan oleh bagian marketing, bahwa karena tidak ada perjanjian pranikah pisah harta, maka tidak bisa dilakukan penandatanganan PPJB," ujarnya.


Notaris Tolak Pembuatan PPJB

Singkatnya, bagian legal pengembang meminta Notaris rekanan Ike Farida untuk membuat PPJB. Namun Notaris rekanan Ike Farida juga menolak membuat PPJB tersebut, karena memang tidak ada perjanjian pranikah pisah harta yang menjadi salah satu syarat PPJB untuk WNI yang menikah dengan WNA.

"Yang bersangkutan kemudian menyomasi pengembang. Kemudian Pengembang menjawab surat somasi tersebut yang terakhir adalah pengembang bersedia mengembalikan uang sepenuhnya tanpa potongan apa pun," katanya.

Alih-alih menyetujui pengembalian uang tersebut, pada Oktober 2012 Ike Farida melaporkan pengembang ke kepolisian atas dugaan penipuan dan penggelapan. Namun laporan tersebut dihentikan penyelidikannya oleh kepolisian pada 2014 setelah dinyatakan tidak ada unsur pidana.

"Tidak ada niat dari pengembang atas perbuatan pidana yang dituduhkan itu, akhirnya pada tahun 2014, laporan tersebut dihentikan. Karena begini, apartemennya ada, uangnya bersedia dikembalikan oleh pengembang, maka itu, penipuan penggelapannya sebelah mana?" bebernya.

Uang Pesanan Dititip di PN Jaktim

Setelah laporan polisi tersebut selesai, pengembang berinisiatif mengembalikan uang pemesanan apartemen tersebut melalui penitipan pengadilan (konsinyasi) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Namun, Ike Farida tetap menolak pengembalian uang tersebut.

Ike Farida kemudian menggugat developer ke pengadilan, yang mana di tingkat pengadilan negeri dimenangkan oleh pihak pengembang.

"Dan pertimbangan majelis hakim sangatlah jelas bahwa karena tidak ada perjanjian pranikah pisah harta, maka tidak dapat dilakukan PPJB dan/atau AJB atas unit apartemen tersebut," imbuhnya.

Tak terima, Ike Farida kemudian mengajukan banding ke pengadilan tinggi.

Di tengah proses banding ini, Ike Farida juga mengajukan Uji Materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar Perjanjian Pemisahan Harta dapat dibuat setelah perkawinan dilangsungkan.

"Dari sini saja, ini bukti bahwa terlapor mengakui kebenaran dari pengembang sejak awal bahwa memang dia tidak bisa melakukan PPJB, kalau tidak kan untuk apa diajukan ke MK?" katanya.

MK kemudian mengabulkan permohonan judicial review tersebut dan mengubah bahwa perjanjian pemisahan harta bisa dibuat setelah pernikahan. Setelah itu, Ike Farida membuat perjanjian pemisahan harta dan juga mendaftarkannya pada buku nikah dia.

"Inilah yang kemudian diduga dijadikan bukti tambahan dalam perkara banding. Kenyataannya pada putusan tingkat banding, walaupun terlapor sudah membuat perjanjian pemisahan harta dan menjadikannya bukti tambahan, majelis hakim di tingkat banding juga berpendapat bahwa itu tidak bisa berlaku surut. Oleh karena itu di tingkat banding, pengembang juga menang dan pihak Ike Farida kalah," paparnya.

Baca lebih lengkap di halaman selanjutnya....

Tonton juga Video: Polda Metro Bikin 'Serangan Balik' ke Bripka Madih Usai Bongkar Pemerasan Polisi

[Gambas:Video 20detik]



Ike Farida Ajukan Kasasi

Setelah banding kandas, Ike Farida kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Menurut kuasa hukum, majelis hakim di tingkat kasasi justru menguatkan putusan pengadilan sebelumnya.

selanjutnya pihak Ike Farida mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dengan mengajukan bukti baru/ novum.

Namun demikian, "Ada dugaan pada tingkat PK, 'bukti baru' atau 'novum' yang digunakan tersebut merupakan bukti-bukti yang sudah pernah digunakan di persidangan-persidangan sebelumnya.

Padahal seharusnya menurut ketentuan hukum novum itu kan harusnya baru diketemukan, akan tetapi dalam kasus ini diduga bukti itu kan sudah ada di tangan pihak Ike Farida sejak 2017," paparnya.

Atas hal ini, pengembang kemudian melaporkan Ike Farida ke kepolisian. Pengembang membantah melakukan kriminalisasi kepada konsumen.

"Pengembang kan juga punya hak hukum dan harus juga dilindungi hak-haknya sebagai badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum negara Indonesia. Jadi pengembang ini sudah banyak diam sejak awal, hanya tindakan yang sifatnya membela diri saja, padahal kan pengembang berniat mengembalikan uang malah dilaporkan ke polisi tahun 2012, mengembalikan uangnya melalui pengadilan juga sudah, namun ditolak oleh yang bersangkutan," paparnya.

Pengacara yang akrab disapa Krisno ini menambahkan, kliennya PT Elite Prima merupakan perusahaan yang telah memiliki ribuan unit apartemen dan mengedepankan iktikad baik dalam proses jual beli.

"Pengembang ini merupakan salah satu developer besar di negara kita, ribuan unit apartemen sudah dijual, kan tidak mungkin ada pengusaha yang tidak mau dagangannya terjual. Hanya saja transaksi ini sejak awal sudah berbenturan dengan peraturan yang berlaku dan ini hubungan para pihak sudah tidak baik ya, maka itu transaksi ini tidak dapat diteruskan," tutur Krisno.

Ike Farida Minta Status DPO Dicabut


Kuasa hukum Ike Farida, Kamaruddin Simanjuntak, mengungkapkan kliennya dijadikan tersangka dalam laporan yang dilayangkan pihak pengembang itu. Ike Farida juga telah ditetapkan sebagai DPO dalam perkara tersebut.

"Mereka juga membuat laporan polisi, di mana akibat laporan mereka klien saya dijadikan tersangka. Dituduh membuat sumpah palsu. Atas laporan mereka, doktor Ike Farida ini sudah jadi tersangka membuat sumpah palsu," kata kuasa hukum Ike Farida, Kamaruddin Simanjuntak di Polda Metro Jaya, Rabu (18/1/2023).

Kamaruddin menilai Ike Farida diperlakukan seolah-olah pelaku kriminal. Padahal, lanjutnya, Ike adalah seorang advokat yang paham akan hukum.

"Karena ibu ini mendampingi suaminya ke Jepang, ketika dipanggil tidak ada di hadapan meja penyidik langsung dibikin DPO. Seolah-olah Ibu Ike Farida ini kriminal. Ini kan kejahatan, bagaimana dia kriminal orang dia saja doktor hukum," imbuhnya.

Kamaruddin mebilai, pelaporan tersebut dibuat karena pengembang ingin menguasai apartemen milik Ike Farida. Selain itu, karena mereka sudah kalah di tingkat PK, mereka akhirnya menyiasati dengan membuat balik mempolisikan Ike Farida.

Kamaruddin menyebut, tujuan kliennya datang ke Polda Metro Jaya hari ini untuk meminta penyidik melihat secara terang kasus yang ada. Termasuk mencabut laporan dan menghapus status tersangka dan DPO yang dilayangkan kepada kliennya tersebut.

"Saya minta juga cabut status DPO-nya. Saya minta segera dihentikan untuk kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan," ujarnya.

Kamaruddin menambahkan, jika diperlukan pihaknya akan mengambil upaya hukum atas hal ini.

"Rencana ke depan seperti itu (laporan balik). Jadi saya sudah meminta kepada penyidik agar supaya dia bersikap adil dan hentikan ini dan supaya ibu ini mendapatkan apa yang menjadi haknya itu yaitu apartemen," jelasnya.

Ike Farida Ajuka Judicial Review

Sengketa bermula pada 2012. Saat itu Ike yang menikah dengan WNA membeli satu unit apartemen di Kuningan dengan harga kurang lebih Rp 3 miliar. Setelah unit dibayar lunas, pengembang menolak menyerahkan unit rusunnya karena Ike kawin dengan WNA dan tidak punya perjanjian kawin.

Ike yang juga seorang advokat ini kemudian melakukan judicial review ke MK dan meminta pasal soal perjanjian kawin dilakukan judicial review. MK kemudian mengabulkan permohonan Ike dan menilai Pasal 29 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945.

MK memutuskan frasa 'pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan' dalam Pasal 29 ayat (1) dan frasa 'selama perkawinan berlangsung' dalam Pasal 29 ayat (4) UU 1/1974 adalah bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk pula selama dalam ikatan perkawinan.

Ike kemudian membawa kasus ini ke pengadilan dan menang di tingkat peninjauan kembali (PK). Majelis PK memutuskan pengembang telah melakukan wanprestasi dan menyatakan Ike adalah pembeli yang beriktikad baik dan patut dilindungi oleh hukum. MA juga menghukum penggugat untuk memproses PPJB dan AJB apartemen.

Halaman 2 dari 2
(mei/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads