Perusahaan Asal Prancis Digugat Terkait Pencemaran Sampah Plastik

ADVERTISEMENT

Perusahaan Asal Prancis Digugat Terkait Pencemaran Sampah Plastik

Angga Laraspati - detikNews
Jumat, 13 Jan 2023 14:40 WIB
Sampah plastik menjadi persoalan serius di Indonesia. Melihat hal itu, Danone-Aqua menerapkan konsep circular economy, yakni menekankan proses daur ulang sampah sehingga dapat kembali dimanfaatkan.
Foto: Yudha Maulana
Jakarta -

Perusahaan raksasa global asal Prancis, yang di Indonesia memegang merek air minum dalam kemasan (AMDK) merek terkenal, saat ini tengah didera tuntutan hukum serius.

Pasalnya, tiga organisasi lingkungan yaitu Surfrider, ClientEarth dan Zero Waste France menyeret perusahaan tersebut ke pengadilan Perancis dengan tuduhan gagal menangani masalah sampah yang diproduksi selama bertahun-tahun beroperasi di seluruh dunia.

Menurut hasil audit merek terbaru lembaga Break Free from Plastic sepanjang 2018-2022, perusahaan itu berada dalam 10 besar pencemar sampah plastik terbesar di dunia. Seorang pengacara untuk ClientEarth Rosa Pritchard mengatakan perusahaan itu terus maju tanpa rencana serius dalam menangani masalah plastik.

"(Perusahaan itu) terus maju tanpa rencana serius untuk menangani masalah plastik mereka. Meskipun sudah ada kekhawatiran yang disampaikan para pakar iklim dan kesehatan serta para konsumen... Perusahaan punya kewajiban hukum untuk menghadapi masalah ini," kata Rosa Pritchard, dalam keterangan tertulis, Jumat (13/1/2023).

Sementara, itu juru bicara untuk kampanye perlindungan laut dari lembaga Surfrider Foundation Europe Antidia Citores kepada Reuters mengatakan pihaknya ingin perusahaan tersebut memperbaiki laporan kewajibannya.

"Kami ingin (perusahaan itu) memperbaiki laporan kewajibannya dan secara khusus bertanggung jawab terhadap penggunaan plastiknya, termasuk strategi konkret untuk menguranginya," ujarnya,

Diketahui, jangkauan bisnis perusahaan asal Perancis ini memang menggurita hingga ke 120 negara. Mereka juga dominan di Indonesia dan Turki, dua negara yang banyak menerima dampak limpahan sampah plastik dari negara-negara Barat.

Dilansir dari The Guardian, berdasarkan pemeringkatan audit merek selama tiga tahun berturut-turut. ClientEarth mengatakan plastik yang digunakan perusahaan tersebut setiap tahun beratnya lebih dari 74 kali berat Menara Eiffel. Laporan keuangan perusahaan itu juga mengungkapkan bahwa pada 2021 telah menggunakan 750.000 ton plastik.

Jumlah ini jauh lebih besar dari penggunaan plastik pada 2020 yang mencapai 716.500 ton. Semua plastik yang digunakan tersebut utamanya untuk kemasan botol air mineral, kemasan yogurt dan kemasan kecil lainnya.

Tuntutan hukum dari ketiga organisasi lingkungan ini menggunakan undang-undang 'Tanggung Jawab Kerja Sama' yang diintroduksi Prancis pada 2017, yang mewajibkan perusahaan-perusahaan besar bertindak efektif untuk mengidentifikasi, dan mencegah pelanggaran hak asasi manusia dan kerusakan lingkungan dalam seluruh rangkaian aktivitas produksi.

Sejumlah perusahaan besar di Prancis memang telah merespons undang-undang ini dengan menyajikan tanggung jawab kerja sama, tetapi tidak spesifik dan kabur. Itu pula sebabnya, organisasi-organisasi lingkungan menuding perusahaan tergugat tidak memasukkan permasalahan plastik dalam rencana 'tanggung jawab kerja sama' pada 2021.

Mereka menuntut perusahaan itu untuk melakukan perbaikan serta merilis rencana baru yang mencakup fase penghapusan plastik dalam waktu enam bulan setelah dieksekusi di pengadilan. Apabila dinilai gagal melakukannya, ketiga organisasi lingkungan ini menuntut ganti rugi sebesar 100.000 euro per hari keterlambatan.

Direktur Program ClientEarth untuk Eropa Adam Weiss mengatakan, sebelumnya regulasi di Prancis tampak tidak bergigi karena persyaratannya yang tidak jelas. Tetapi, kuncinya ada pada tuntutan hukum.

Weiss mengatakan sebelumnya kelompoknya kesulitan untuk mengatasi hukum perusahaan yang 'dirancang untuk melindungi investor dan perusahaan'. Padahal, mereka berupaya keras menekan perusahaan agar lebih serius bertindak menangani masalah lingkungan.

Tetapi sekarang situasinya sudah berubah dengan keluarnya undang-undang baru Prancis, yang mewajibkan perusahaan lebih bertanggung jawab di seluruh mata rantai produk mereka. Terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan pelanggaran lingkungan.

"Sekarang, kami memiliki undang-undang yang dirancang untuk membuat perusahaan bertindak untuk lingkungan. Ini adalah perubahan besar," ujar Weiss.

Sejauh ini, perusahaan tergugat membela diri dengan mengklaim sepanjang 2018-2021 telah mengurangi penggunaan plastik hingga sebesar 12 persen. Mereka juga mengklaim berkomitmen hanya menggunakan plastik daur ulang dan guna ulang pada 2025.

Tetapi, klaim tersebut dibantah oleh lembaga Ellen MacArthur Foundation, yang bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membangun program keikutsertaan (voluntary program) yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar untuk mengatasi sampah plastik.

"Perusahaan tersebut tidak berada pada jalur yang benar untuk mencapai target tersebut," demikian tulis laporan Ellen MacArthur Foundation dikutip dari New York Times.

Lihat juga video 'Biodegradable, Solusi Atasi Permasalahan Sampah Plastik':

[Gambas:Video 20detik]



(akd/ega)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT