Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Berat Masa Lalu menyampaikan hasil penyelidikannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menko Polhukam Mahfud Md menjelaskan tim ini tidak meniadakan proses yudisial.
"Tim ini tidak meniadakan proses yudisial," kata Mahfud di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023).
Mahfud melanjutkan, menurut Undang-Undang No 26 Tahun 2000, pelanggaran HAM berat harus diproses secara yudisial. Karena itu, tim PPHAM pun akan terus mengusahakan proses yudisial terhadap kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu tetap dilakukan.
"Tapi oleh karena menurut Pasal 46 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 pelanggaran HAM berat itu harus diproses, diusahakan diproses ke yudisial, ke pengadilan tanpa ada kedaluwarsa, maka kami akan terus usahakan itu dan persilakan Komnas HAM bersama DPR dan kita semua mencari jalan untuk itu," tuturnya.
"Jadi tim ini tidak menutup dan mengalihkan penyelesaian yudisial menjadi penyelesaian non-yudisial," imbuh Mahfud.
Lebih lanjut Mahfud menuturkan, menurut UU, pelanggaran HAM berat di masa lalu yang terjadi sebelum tahun 2000 diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc atau persetujuan DPR. Sedangkan yang sesudah tahun 2000 diselesaikan melalui pengadilan HAM biasa.
"Kita sudah mengadili empat pelanggaran HAM berat biasa yang terjadi sesudah tahun 2000 dan semuanya oleh Mahkamah Agung dinyatakan ditolak, semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat. Bahwa itu kejahatan berat iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda dan kalau kejahatannya semuanya sudah diproses secara hukum tapi yang dikatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," papar dia.
(mae/yld)