Saya 'Dijegal' Tak Dapat Warisan dari Ayah, Apa yang Harus Saya Lakukan?

ADVERTISEMENT

detik's Advocate

Saya 'Dijegal' Tak Dapat Warisan dari Ayah, Apa yang Harus Saya Lakukan?

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 30 Des 2022 08:32 WIB
Notarys public pen and stamp on testament and last will. Notary public tools
Ilustrasi (Getty Images/iStockphoto/Ilya Burdun)
Jakarta -

Setelah orang meninggal, maka yang meninggal mewariskan harta dan dibagi kepada para ahli waris. Tapi bagaimana bila ternyata ada pihak yang menghalangi pembagian waris itu?

Hal itu diceritakan pembaca detik's Advocate. Pembaca detikcom juga bisa mengajukan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com.

Hai detik's Advocate

Perkenalkan saya Suci

Saya adalah putri tunggal dari istri sah papa saya. Status mama saya adalah istri sah kedua papa saya.

Nah, papa saya meninggal dunia 3 tahun lalu. Setelah papa meninggal, saya tidak diberi harta waris dari istri pertama papa dan anak-anaknya. Alasannya banyak dan ujung-ujungnya tidak mau membagi waris ayah kandung saya.

Apa benar saya tidak berhak mendapatkan warisan? Bila berhak, apa yang bisa saya lakukan?

Terima kasih

Wasalam

Suci

JAWABAN:

Terima kasih atas pertanyannya. Sebelumnya pertanyaan anda sangat pendek sehingga kami akan menjawab dengan asumsi. Anda tidak menceritakan agamanya apa karena akan mempengaruhi hukum waris apa yang akan dipakai dan bagaimana cara menggugatnya. Anda juga tidak jelas menceritakan silsilah keluarga. Namun demikian, kami akan mencoba menjawab.

Prinsip pewarisan dalam KUHPerdata maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah berdasarkan hubungan darah atau hubungan perkawinan. Hal itu sebagaimana dalam Ketentuan Pasal 852 KUHPerdata berbunyi:

Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu. Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yang meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atas sebagian mewarisi sebagai pengganti.

Pasal 830 KUHPerdata:

Harta waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian.

Pasal 230 KUHPerdata:

Adanya hubungan darah diantara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris, dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia.

Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.
Pasal 171 huruf c KHI:

"Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris"

Pasal 174 KHI menyebutkan bahwa :

(1) kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
a. Menurut hubungan darah:

1. golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek
2. golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.

(2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Pasal 174 ayat (2) KHI:

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.

KESIMPULAN:

1. Anda sebagai anak almarhum ayah anda dari istri kedua adalah ahli waris yang sah. Oleh karenanya berhak atas harta waris dari pewaris.
2. Anda menempuh jalan secara kekeluargaan terlebih dahulu, berbicara dengan pihak istri pertama almarhum ayah anda. Jika diperoleh kesepakatan maka minta permohonan penetapan waris ke pengadilan (pengadilan agama jika anda beragama Islam).
3.Jika jalan kekeluargaan buntu, maka anda bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Bagi yang nonmuslim ke Pengadilan Negeri dan yang muslim ke Pengadilan Agama. Hal itu sesuai Pasal 49 huruf b UU Peradilan Agama:

"...Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: b. waris.."

Lebih detailnya bisa konsultasikan ke pengacara terdekat. Atau bila anda tidak mampu, bisa melalui lembaga bantuan hukum yang memberikan bantuan cuma-cuma (probono).

Demikian jawaban dari kami. Terima kasih.

Tim Pengasuh detik's Advocate


Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

detik's advocate

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.


Saksikan juga tayangan Detik-detik Pemilu, Airlangga Hartarto: Tahun 2023 Mega Tantangan!

[Gambas:Video 20detik]



(asp/asp)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT