Jakarta -
Tim penasihat hukum Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, yang dipimpin Ronny Talapessy, menghadirkan ahli pidana yang keterangannya di persidangan dapat meringankan kliennya. Seperti diketahui, Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat.
Ahli pidana itu adalah Albert Aries. Albert adalah ahli pidana dari Universitas Trisakti
Dalam sidang lanjutan, Rabu (28/12/2022), Ronny Talapessy menyebut Albert adalah anggota tim pembahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), sekaligus juru bicara RKUHP atau KUHP yang baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ahli yang kita hadirkan adalah ahli pidana yang merupakan pengajar hukum pidana Universitas Trisakti. Ahli juga sebagai salah satu anggota tim pembahas RKUHP dan juga sekaligus salah satu jubir dari RKUHP atau KUHP, Yang Mulia," kata Ronny dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).
Albert kemudian mengawali keterangannya dengan menyampaikan kehadirannya dalam sidang merupakan secara pro deo pro bono alias gratis dan untuk meringankan Eliezer. Ronny lalu mulai melontarkan pertanyaan demi pertanyaan kepada Albert, dimulai dari pertanyaan Ronny soal pengertian perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana.
Berikut 3 poin keterangan Albert untuk Bharada Eliezer:
1. Poligraf Alat Bukti Sah
Ronny juga bertanya soal sah atau tidaknya hasil tes poligraf atau lie detector untuk dijadikan alat bukti dalam kasus ini. Albert menjelaskan aturan soal barang bukti telah diatur dalam Pasal 39 KUHP dan alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHP.
Dia mengatakan, bila ada metode yang mungkin belum termaktub dalam KUHP, itu karena prinsip hukum acara tersebut limitatif dan interaktif, terbatas dan memaksa.
"KUHP membedakan alat bukti dengan barang bukti. Barang bukti diatur dalam Pasal 39 KUHP, alat bukti diatur (Pasal) 184 KUHP yang limitatif ada saksi ada surat ahli petunjuk keterangan terdakwa. Ketika ada metode seperti itu yang mungkin belum termaktub atau diatur dalam KUHP karena prinsip hukum acara itu limitatif dan interaktif, terbatas dan memaksa," kata Albert.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Albert mengatakan KUHP ini tidak terbaharui dengan perkembangan teknologi terkini. Untuk itu, kata Albert, terkait hasil lie detector ini tentu bisa dijadikan alat bukti yang sah bila diterangkan ahlinya di persidangan.
"Kita ketahui KUHP ini dari tahun 81 banyak tidak update dengan perkembangan terkini, teknologi sebagainya. Maka ketika hasil metode itu dibunyikan, maka ketika hasil pemeriksaan itu dibunyikan oleh keterangan ahli, maka dia bisa menjadi alat bukti yang sah dan sepenuhnya pertimbangannya otoritatif hakim untuk menilai," kata Albert.
2. Kemungkinan Vonis Bebas
Albert Aries lalu mengatakan seorang hakim bisa membebaskan Bharada E bila merasa ragu tentang Bharada Eliezer bersalah atau tidak. Penjelasan itu diungkapkan Albert untuk menanggapi pertanyaan Ronny Talapessy.
"Ada dua jawaban yang saya akan sampaikan dengan singkat. Yang pertama sesuai adagium in criminalibus debent esse luce clariores, badan dalam hukum pidana itu bukti-bukti harus seterang cahaya artinya memang harus betul-betul memiliki suatu kekuatan pembuktian yang bersifat meyakinkan hakim," terang Albert.
Albert lalu berbicara tentang Pasal 138 KUHAP yang menjelaskan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana bila tidak ada dua alat bukti. Perbuatan pidana, kata Albert, harus ada keyakinan bahwa telah terjadi suatu peristiwa dan yang menjadi terdakwa itu lah yang betul-betul melakukannya.
"Yang kedua kalau bicara tentang Pasal 183 KUHAP yang dikatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kalau sekurang-kurangnya tidak ada dua alat bukti dan disertai keyakinan bahwa telah terjadi suatu peristiwa pidana dan terdakwalah yang betul-betul melakukannya, " jelas Albert.
Menurut Albert, hakim bisa menggunakan asas in dubio pro reo bila ada sesuatu keragu-raguan. Keragu-raguan itu, kata Albert, soal apakah terdakwa salah atau tidak dan kemudian majelis hakim harus membebaskan terdakwa.
"Pasal 183 ini dirumuskan secara negatif bahwa izin yang mulia, hakim tidak boleh. Nah berarti memang berlaku lah adagium in dubio pro reo bukan in dubio pro lege artinya dalam keragu-raguan hakim harus membebaskan terdakwa," ungkap Albert.
Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Senin (26/12/2022). (Andhika Prasetia/detikcom) |
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
3. Unsur Keterpaksaan dalam Jalankan Perintah Atasan
Lebih lanjut, tim pengacara Eliezer juga bertanya terkait kemungkinan Eliezer terbebas dari pidana meski mengakui menembak Brigadir Yosua. Albert Aries kemudian menjelaskan tentang Pasal 51 KUHP ayat 1. Bunyi pasalnya: 'Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana'.
Albert kemudian mengutip penjelasan Prof Van Bemmelen dalam Buku Hukum Pidana menyatakan bahwa ketika seseorang menerima perintah, dalam hal ini perintah melakukan tindak pidana, dari penguasa atau pejabat yang berwenang, maka sesungguhnya penerima perintah ini sesungguhnya dalam keadaan terpaksa.
"Kalau menurut Prof Van Bemmelen mohon izin, ketika seseorang menerima perintah jabatan dari penguasa atau pejabat yang berwenang, maka sesungguhnya Prof Van Bemmelen dalam bukunya Hukum Pidana 1 mengatakan si penerima perintah ini sesungguhnya dalam keadaan terpaksa," kata Albert.
"Karena dia menghadapi konflik, apa itu konfliknya? adalah di satu sisi dia tidak boleh melakukan suatu tindak pidana dan kemungkinan kalau dia melakukan tindak pidana dapat dipidana, tapi di satu sisi ada perintah jabatan yang harus ditaati atau dilaksanakan oleh si penerima perintah tersebut," sambungnya.
 Foto: Bharada Eliezer (kiri) dan pengacaranya, Ronny Talapessy (kanan) di PN Jaksel, Selasa (25/10/2022). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Karena itulah, kata Albert, ketika seseorang melakukan tindak pidana karena ada paksaan atau keadaan darurat, seseorang itu tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana.
"Yang melakukan tindak pidana karena ada daya paksa atau overmacht atau keadaan darurat noodweer itu juga tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana," ungkapnya.
Dakwaan Jaksa atas Bharada E
Eliezer didakwa bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat. Eliezer disebut dengan sadar dan tanpa ragu menembak Yosua.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (18/10).
Eliezer didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini