Sepuluh nelayan dan didukung ribuan nelayan lain di Indonesia menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka berharap hakim memerintahkan pemerintah membuka ekspor benur dan melegalkannya.
"Harapannya agar PTUN, hakim-hakim tersebut memutuskan sesuai harapan kami agar memutuskan seadil-adilnya buat kami dan harapan agar keinginan kami terpenuhi," kata Didit Alnur Pramudita kepada wartawan, Rabu (14/12/2022).
Selain Didit Alnur Pramudita, ikut pula Madroji Siswanto, Toton Sopyan, Ipik Taupik, Yayat Hidayat, Masriya, Samsul Rizal, Suhri Jalu, Arjani, dan Bambang Handoko. Gugatan tersebut akan memasuki agenda pembuktian pekan depan di PTUN Jakarta.
"Kami harap dibuka kembali untuk dilegalkan kembali benih lobster ini," ujar Didit Alnur Pramudita.
Didit Alnur Pramudita mengajukan gugatan karena larangan ekspor membuat nelayan kini terimpit kemiskinan. Banyak yang harus menjual barang rumah tangga untuk menyambung hidup. Bila sudah habis, ada yang terjebak masuk lingkaran utang bank gelap.
"Harapan seperti ini salah satu cara dengan mekanisme yang berlaku. Dibandingkan saya harus demo-demo kan. Itu tidak bagus. Saya ikuin aturan yang berlaku, semaksimal mungkin harapannya agar pengadilan TUN memutuskan seadil-adilnya dan berpihak kepada rakyat Indonesia," ungkap Didit Alnur Pramudita.
Berikut ini petitum yang diajukan nelayan:
1. Menyatakan Tindakan Pemerintahan Berupa Perbuatan Tidak Bertindak (Omission) Presiden Republik Indonesia yang tidak menerbitkan peraturan pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan merupakan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Tindakan Pemerintahan Berupa Perbuatan Tidak Bertindak (Omission) Presiden Republik Indonesia yang tidak menerbitkan peraturan pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan, merupakan Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
3. Mewajibkan Tergugat untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan
4. Mewajibkan Tergugat untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 16 ayat (2) UU Perikanan.
Jawaban Pemerintah
Pemerintah menyatakan pihaknya tidak melakukan perbuatan melanggar hukum di kasus tersebut. Oleh sebab itu, presiden yang memberikan kuasa kepada jaksa meminta gugatan itu keliru dan patut ditolak.
"Asas hak asasi manusia dan asas legalitas tidak ada relevansi dalam penilaian objek sengketa a quo sebagaimana diamanatkan Pasal 10 ayat 1 dan 2 UU 30/2004. Maka penilaian terhadap objek sengketa menggunakan asas hak asasi manusia dan asas legalitas patut ditolak," ucap pemerintah.
Dalam persidangan yang sama, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai gugatan itu prematur. Seharusnya nelayan mengajukan notifikasi terlebih dahulu.
"Hal ini berlaku ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa pengadilan berwenang menerima, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administratif. Para penggugat sama sekali belum mengajukan upaya administratif kepada Para Tergugat sehingga beralasan bagi majelis hakim pada perkara a quo untuk menyatakan gugatan Para Penggugat Premature," kata KKP.
(asp/mae)