"Juga, kami selalu terbuka dan membuka ruang untuk berdiskusi dengan rekan-rekan kelompok civilian societies dan terbuka untuk bertukar informasi termasuk mensosialisasikan rujukan regulasi yang lengkap yang dipakai oleh pemerintah di dalam proses dan mekanisme pengangkatan Pj," katanya.
"Kami Kemendagri baru mengetahui gugatan tersebut dari media. Kita menghargai hak konstitusional warga, baik individual maupun kolektif, yang melayangkan gugatan atas pengangkatan Pj Kepala Daerah. Negara kita adalah negara hukum sehingga wajar bila keberatan atau ketidakpuasan atas suatu tindakan/keputusan pemerintah ditempuh lewat jalur hukum seperti gugatan PTUN," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, kata Kastorius, perihal tersebut sudah berkali-kali dilakukan sosialisasi bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM). Salah satunya adalah pada 8 Juni 2022 dengan Perludem.
"Terus terang secara pribadi saya heran juga atas munculnya gugatan tersebut. Jauh-jauh hari, kita Kemendagri telah berulang kali melakukan sosialisasi, pertemuan dan FGD (focus group discussion) tentang mekanisme dan prosedur pengangkatan Pj dengan para pakar yang juga dihadiri oleh rekan-rekan LSM seperti FGD tentang Pj tanggal 8/06/2022 yang dipimpin oleh Bapak Sekjen Kemendagri berdiskusi dengan rekan dari Perludem," katanya.
Selain itu, tentang pengangkatan Pj ini telah dibahas oleh Ombudsman RI (ORI) dalam bentuk LAHP per tanggal 19 Juli 2022. Dan atas LAHP ORI ini, Mendagri secara resmi telah mengirimkan tanggapan tanggal 1 Agustus 2022 berisi fakta, regulasi dan analisis dengan lampiran bukti-bukti pendukung tentang pengangkatan penjabat yang telah memenuhi seluruh ketentuan Perundang-undangan.
"Pengangkatan penjabat kepala daerah yang dilakukan selama ini oleh pemerintah, dalam hal ini Mendagri, mulai bulan Mei hingga sekarang sebagai konsekuensi keserentakan Pemilu tahun 2024. Pengangkatan penjabat tersebut adalah perintah UU nomor 10/2016 kepada pemerintah untuk mencegah kekosongan kepala daerah akibat keserentakan pemilu. Pemerintah secara konsisten mempedomani seperangkat aturan hukum yang telah ada mengatur lengkap tentang pengangkatan Pj, mulai persyaratan kepangkatan, tugas dan tanggung-jawab Pj, mekanisme dan prosedur pengangkatan hingga masa tugas dan evaluasi kinerja Pj," katanya.
Lebih lanjut, dia mengutip tiga undang-undang dan satu PP sebagai aturan teknis norma hukum yang telah mengatur pengangkatan Pj. Berikut:
1. UU 23/2014 tentang Pemda
2. UU 5/2014 tentang ASN
3. UU nomor 10/2016 khususnya Pasal 201 ayat 9 tentang pengangkatan Pj untuk mengisi kekosongan Kepala Daerah
4. PP 132 nomor 6/2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan PP 49/2008 sebagai aturan perubahan atas PP 6/2005. Pasal 201 UU 10/2016 menyatakan peraturan pelaksana UU Pilkada yang diubah oleh UU 10/2016 yang memuat keserentakan Pemilu masih tetap berlaku.
"Dari keterangan ini, sangatlah absurd bila materi gugatan teman-teman LSM di PTUN itu menyatakan pemerintah, dalam hal ini Presiden dan Mendagri, melakukan abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan. Justru sebaliknya kita sangat terikat dan taat norma hukum di 5 peraturan di atas. Bila teman-teman LSM membaca secara lengkap seluruh UU dan PP yang disebut di atas, maka pemerintah dalam hal ini Mendagri justru bertindak di dalam koridor aturan hukum yang sangat jelas dan ketat di dalam pengangkatan Pj," ujarnya.
(rfs/rfs)