Gustika Fardani Jusuf, cucu Wakil Presiden RI pertama Mohammad Hatta, menggugat Presiden Joko Widodo dan Mendagri Tito Karnavian soal pelantikan 88 penjabat kepala daerah. Kemendagri mengaku siap menghadapi gugatan tersebut.
"Bila rekan-rekan civilian societies belum merasa puas dan lalu melayangkan lagi gugatan ke PTUN, kami Kemendagri tentu siap menghadapi gugatan tersebut," kata Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (3/12/2022).
Kastorius mengatakan Kemendagri terbuka untuk berdiskusi mengenai regulasi pengangkatan penjabat kepala daerah ini. Namun, katanya, Kemendagri turut menghormati atas gugatan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Juga, kami selalu terbuka dan membuka ruang untuk berdiskusi dengan rekan-rekan kelompok civilian societies dan terbuka untuk bertukar informasi termasuk mensosialisasikan rujukan regulasi yang lengkap yang dipakai oleh pemerintah di dalam proses dan mekanisme pengangkatan PJ," katanya.
"Kami Kemendagri baru mengetahui gugatan tersebut dari media. Kita menghargai hak konstitusional warga, baik individual maupun kolektif, yang melayangkan gugatan atas pengangkatan PJ Kepala Daerah. Negara kita adalah negara hukum sehingga wajar bila keberatan atau ketidakpuasan atas suatu tindakan/keputusan pemerintah ditempuh lewat jalur hukum seperti gugatan PTUN," tambahnya.
Padahal, kata Kastorius, perihal tersebut sudah berkali-kali dilakukan sosialisasi bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM). Salah satunya adalah pada 8 Juni 2022 dengan Perludem.
"Terus terang secara pribadi saya heran juga atas munculnya gugatan tersebut. Jauh-jauh hari, kita Kemendagri telah berulang kali melakukan sosialisasi, pertemuan dan FGD (focus group discussion) tentang mekanisme dan prosedur pengangkatan PJ dengan para pakar yang juga dihadiri oleh rekan-rekan LSM seperti FGD tentang PJ tanggal 8/06/2022 yang dipimpin oleh Bapak Sekjen Kemendagri berdiskusi dengan rekan dari Perludem," katanya.
Selain itu, tentang pengangkatan Pj ini telah dibahas oleh Ombudsman RI (ORI) dalam bentuk LAHP per tanggal 19 Juli 2022. Dan atas LAHP ORI ini, Mendagri secara resmi telah mengirimkan tanggapan tanggal 1 Agustus 2022 berisi fakta, regulasi dan analisis dengan lampiran bukti-bukti pendukung tentang pengangkatan penjabat yang telah memenuhi seluruh ketentuan Perundang-undangan.
"Pengangkatan penjabat kepala daerah yang dilakukan selama ini oleh pemerintah, dalam hal ini Mendagri, mulai bulan Mei hingga sekarang sebagai konsekuensi keserentakan Pemilu tahun 2024. Pengangkatan penjabat tersebut adalah perintah UU nomor 10/2016 kepada pemerintah untuk mencegah kekosongan kepala daerah akibat keserentakan pemilu. Pemerintah secara konsisten mempedomani seperangkat aturan hukum yang telah ada mengatur lengkap tentang pengangkatan pj, mulai persyaratan kepangkatan, tugas dan tanggung-jawab pj, mekanisme dan prosedur pengangkatan hingga masa tugas dan evaluasi kinerja pj," katanya.
Lebih lanjut, dia mengutip tiga undang-undang dan satu PP sebagai aturan teknis norma hukum yg telah mengatur pengangkatan pj. Berikut:
1. UU 23/2014 tentang Pemda
2. UU 5/2014 tentang ASN
3. UU nomor 10/2016 khususnya Pasal 201 ayat 9 tentang pengangkatan PJ untuk mengisi kekosongan Kepala Daerah
4. PP 132 nomor 6/2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan PP 49/2008 sebagai aturan perubahan atas PP 6/2005. Pasal 201 UU 10/2016 menyatakan peraturan pelaksana UU Pilkada yang diubah oleh UU 10/2016 yang memuat keserentakan Pemilu masih tetap berlaku.
"Dari keterangan ini, sangatlah absurd bila materi gugatan teman-teman LSM di PTUN itu menyatakan pemerintah, dalam hal ini presiden dan Mendagri, melakukan abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan. Justru sebaliknya kita sangat terikat dan taat norma hukum di 5 peraturan di atas. Bila teman-teman LSM membaca secara lengkap seluruh UU dan PP yang disebut di atas, maka Pemerintah dalam hal ini Mendagri justru bertindak di dalam koridor aturan hukum yang sangat jelas dan ketat di dalam pengangkatan pj," ujarnya.
Sebelumnya, Gustika Fardani Jusuf, cucu Wakil Presiden RI pertama Mohammad Hatta, menggugat Presiden Joko Widodo dan Mendagri Tito Karnavian. Gustika keberatan dengan pelantikan 88 penjabat kepala daerah.
Gugatan itu dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dilihat di SIPP PTUN Jakarta, selain Gustika, ada empat penggugat lainnya. Mereka adalah Adhito Harinugroho, Lilik Sulistyo, Suci Fitriah Tanjung, dan Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Tergugatnya tertulis Presiden RI dan Mendagri RI. Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 422/G/TF/2022/PTUN.JKT.
"Menyatakan tindakan pemerintahan yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II berupa melakukan serangkaian tindakan mengangkat dan melantik 88 Pj (Penjabat) Kepala Daerah: Pj Gubernur Provinsi sebanyak 7 orang, Pj Walikota sebanyak 16 orang, dan Pj Bupati sebanyak 65 orang selama kurun waktu sejak 12 Mei 2022 sampai dengan 25 November 2022 yang berpotensi mengandung unsur penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)," bunyi petitum gugatan seperti dilihat, Jumat (2/12).
Gustika dkk juga meminta agar majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan pelantikan 88 penjabat kepala daerah batal.
"Menyatakan batal atau tidak sahnya tindakan Tergugat I dan Tergugat II dalam pengangkatan dan pelantikan 88 Pj (Penjabat) Kepala Daerah: Pj Gubernur Provinsi sebanyak 7 orang, Pj wali kota sebanyak 16 orang, dan Pj Bupati sebanyak 65 orang selama kurun waktu sejak 12 Mei 2022 sampai dengan 25 November 2022 yang mengandung unsur penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan konflik kepentingan," tulis gugatan itu
Simak juga 'Tito Jelaskan soal SE Pj Gubernur Bisa Pecat-Mutasi Pegawai':