Karena berbagai suatu hal, utang-piutang bisa menjadi sengketa. Untuk mengikat para pihak maka dibuat perjanjian di atas materai. Lalu apakah bila salah satu pihak tidak mematuhi perjanjian di atas materai itu bisa dipenjara?
Hal itu menjadi pertanyaan yang didapati detik's Advocate. Berikut pertanyaan lengkapnya:
Pagi detikcom
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya punya utang Rp 500 juta ke teman saya. Saya sudah bayar setengahnya. Lalu di tengah jalan, ternyata bisnis saya sulit karena berbagai faktor. Lalu saya membuat perjanjian ulang untuk melonggarkan mencicil. Perjanjian itu ditandatangani di atas materai.
Namun usaha saya makin susah. Akhirnya jadwal pembayaran cicilan macet.
Lalu apakah saya bisa dipenjara karena tidak membayar utang sesuai perjanjian di atas materai itu?
Wasalam
Pembaca lain juga bisa menanyakan hal serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com
JAWABAN:
1. Prinsipnya, utang harus dibayar. Bahkan, utang bisa diwariskan sehingga ahli waris harus ikut serta membayar utang.
2. Utang adalah ranah keperdataan, bukan pidana. Utang di atas materai atau tidak di atas materai adalah sama saja karena merupakan kewajiban yang harus dilunasi sesuai perjanjian.
Dalam Pasal 1338 KUHPerdata merumuskan:
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Sedangkan Pasal 1339 KUHPerdata:
Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.
3. Apakah bila melanggar perjanjian di atas materai bisa dipenjara?
Jawabnya tidak. Sebab melanggar perjanjian utang yang sudah ditandatangani di atas materai tidak otomatis dapat dipenjarakan. Ada proses lebih lanjut yang harus dilihat dahulu unsur-unsur pidananya. Utang piutang itu lebih dahulu diperiksa aspek perdatanya karena utang piutang merupakan persoalan hukum masuk ranah hukum perikatan perdata.
4. Larangan orang dipenjara karena utang diatur tegas dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 HAM:
Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.
5. Kesimpulan. Sebaiknya penyelesaian utang tersebut secara kekeluargaan. Namun, jika Anda gagal menunailan perjanjian tersebut maka dapat dikatakan telah terjadi cedera janji (wanprestasi) dan bisa menyelesaikan secara perdata ke Pengadilan Negeri setempat.
Demikain jawaban kami
Wasalam
Tim Pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
![]() |
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)