Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyampaikan hasil evaluasi masa sidang I DPR tahun 2022-2023. Formappi mengkritik DPR terkait pengawasan kasus Ferdy Sambo hingga pencopotan Hakim Konstitusi Aswanto.
Formappi menilai DPR tidak memberikan perhatian khusus pada kasus Ferdy Sambo. Formappi kemudian menyinggung istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang sempat tak ditahan lantaran alasan kemanusiaan dan membandingkannya dengan kasus-kasus lain.
"Tidak ditahannya Putri Candrawathi (istri mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo) yang telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus penembakan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat (salah seorang ajudan Ferdy Sambo) di rumah dinas Ferdy Sambo, kompleks Polri Jalan Duren III Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022, sebaliknya perempuan-perempuan lain yang terlibat kasus pidana dan memiliki bayi atau balita tetap ditahan," kata peneliti dari Formappi, Yohanes Taryono, dalam konferensi pers di Kantor Formappi, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis (27/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terhadap kasus seperti ini, Komisi III DPR sama sekali tidak memberikan perhatian sama sekali," sambungnya.
Formappi kemudian menyoroti Tragedi Kanjuruhan. Menurutnya, DPR memiliki peran dalam mengusut tuntas dan mencegah kasus serupa terjadi.
"Tragedi ini tentu harus menjadi perhatian serius semua pihak, untuk mengusut tuntas dan mencegah kejadian serupa ke depannya. Komisi III yang bermitra dengan Kepolisian RI dan Komisi X dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga RI rencananya akan melakukan rapat di DPR bersama pihak-pihak terkait untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh, bahkan anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Yoyok Sukawi sebut Komisi X akan bentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan," kata Yohanes.
Namun, menurutnya, DPR tidak tanggap dalam kasus Kanjuruhan. Hal itu dilihat dari lambannya anggota Dewan dalam membentuk panitia khusus (pansus).
"Tetapi rencana tersebut (pembentukan pansus) terlihat lamban direalisasikan, respons DPR memang cukup cepat dengan membuat rencana ini dan itu, Formappi berharap DPR tidak 'talk only no action'," katanya.
Lebih lanjut, Formappi menyoroti anggota Dewan yang dinilai tidak mendengarkan suara rakyat. Yohanes menyebut banyak aksi yang digelar oleh rakyat untuk menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), namun DPR tidak mendengarkan aspirasi mereka.
"Terhadap tuntutan para mahasiswa dan serikat pekerja dan lain-lain agar pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi, DPR sebagai lembaga tidak mendengarkan jeritan mereka," ujarnya.
Selain itu, Formappi mengkritik DPR terkait pencopotan hakim Aswanto. Formappi menilai pencopotan hakim Aswanto oleh DPR itu dapat menginjak-injak independensi Mahkamah Konstitusi.
"DPR menunjukkan sikap arogan dan menginjak-injak independensi lembaga negara yang dibentuk berdasarkan perintah UUD 1945 maupun UU. Hal itu tampak pada pemberhentian Hakim Konstitusi, Aswanto, dan penetapan Guntur Hamzah pada rapat paripurna DPR, 29 September 2022," tuturnya.
(knv/knv)