BPJS Kesehatan menempa layanan kepada peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan kualitas layanan. Salah satu hal yang dilakukan adalah melalui kolaborasi dengan stakeholder dan penerapan digitalisasi layanan kesehatan khususnya dilakukan di fasilitas kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan mengungkapkan kolaborasi yang dilakukan BPJS Kesehatan semakin intensif dan diharapkan memantapkan kerja sama dalam meningkatkan pelayanan kepada peserta melalui pengembangan dan inovasi digital.
BPJS Kesehatan juga bersinergi dengan Kementerian Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan seperti Perhimpunan Seluruh Rumah Sakit Indonesia (PERSI) untuk mendorong penerapan digitalisasi di fasilitas kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagi faskes yang belum siap dalam penerapan digitalisasi, kami siap membantu dan mempersilahkan faskes untuk memanfaatkan sistem yang sudah dimiliki BPJS Kesehatan. Silahkan menggunakan sistem yang sudah kita miliki, misalnya sistem antrean online, kami sudah siapkan untuk fasilitas kesehatan baik FKTP maupun rumah sakit, gratis. Kami juga siap melakukan integrasi SIM RS," ujar Ghufron dalam keterangan tertulis, Rabu (12/10/2022).
Ghufron menambahkan penerapan digitalisasi layanan bisa menjadi nilai tambah baik bagi rumah sakit maupun BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan juga sangat terbuka menerima masukan dari stakeholder terkait maupun mitra fasilitas kesehatan mengembangkan sistem digitalisasi.
Sementara itu, Ketua PERSI dr. Bambang Wibowo mengungkapkan kondisi di lapangan saat ini variasi RS sangat lebar. Ada RS yang sangat maju ada yang masih kurang. Tidak hanya sarana prasarana dan sumber daya manusia, tetapi juga pemanfaatan teknologi informasi.
PERSI melakukan survei maturitas teknologi informasi dengan sampel sebanyak 500 RS, bahwa masih ada 8% RS masih belum menerapkan teknologi informasi. Selain itu baru 12% dari sampel 500 RS yang memiliki rekam medik elektronik.
"Namun kami sangat mengapresiasi upaya BPJS Kesehatan untuk mendorong rumah sakit dalam hal peningkatan kualitas layanan melalui sistem digitalisasi. Tentu dengan semakin pendeknya waktu layanan, kami berharap bukan hanya waktunya yang menjadi target, tapi kualitas layanan juga harus didorong. Saat ini yang menjadi sorotan adalah waktu tunggu di layanan farmasi," kata Bambang.
Untuk itu upaya yang dilakukan PERSI adalah membangun sinergi bersama termasuk BPJS Kesehatan dalam hal penetapan indikator kualitas layanan.
Dengan adanya penetapan indikator kualitas layanan, misalnya waktu respon layanan, penggunaan teknologi informasi dan ada penghargaan dari BPJS Kesehatan, PERSI melihat sudah ada peningkatan rumah sakit dalam mengoptimalkan layanan.
Di sisi lain, Direktur RS Bali Mandara dr. Ketut Suarjaya mengungkapkan waktu tunggu layanan pasien rawat jalan saat ini sudah semakin pendek. Hal tersebut dilakukan karena kolaborasi yang apik antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit dalam menerapkan digitalisasi.
"Idealnya waktu tunggu pasien rawat jalan mulai dari pendaftaran sampai mendapat layanan adalah < 60 menit. Sebelum optimalisasi penerapan antrean online baru 66% yang berhasil mencapai < 60 menit, namun setelah diterapkan sebanyak 96,7% sudah mencapai < 60 menit," imbuhnya.
Berbagai pelayanan digital terus dilakukan RS Bali Mandara, mulai dari integrasi sistem informasi manajemen rumah sakit (SIM RS), penerapan antrean online, dashboard ketersediaan tempat tidur yang terintegrasi Mobile JKN hingga verifikasi digital klaim.
Sementara itu, Ketua YLKI Tulus Abadi mengungkapkan sangat mengapresiasi kolaborasi yang dilakukan BPJS Kesehatan dengan RS Bali Mandara. Keterbukaan informasi di rumah sakit juga penting untuk mencerminkan transparansi dan akuntabilitas.
"Sangat penting untuk meningkatkan literasi Program JKN kepada masyarakat. Dengan begitu masyarakat bisa terpapar product knowledge, bisnis proses, hak kewajiban dan prosedur. Harapannya masyarakat akan semakin paham dan tidak ada keluhan karena ketidaktahuan," tutur Tulus.
Senada dengan Tulus, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar juga menyoroti perlunya edukasi terkait pelayanan JKN.
"Regulasi JKN cukup banyak yang berubah, namun masyarakat mungkin tidak hafal atau paham. Kami juga berharap digitalisasi juga dilakukan efisiensi biaya, fleksibilitas administrasi layanan dan kepesertaan JKN ke depan," ungkap Timbul.
(akn/ega)