Pertemuan MK Sedunia, Mongolia Ceritakan Pemilu di Negaranya

Pertemuan MK Sedunia, Mongolia Ceritakan Pemilu di Negaranya

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 07 Okt 2022 08:34 WIB
ilustrasi opini tentang pemilu
Foto: ilustrasi: edi wahyono
Jakarta -

Perwakilan Mongolia menceritakan hak konstitusional warganya yang disalurkan lewat pemilu. Selain itu, isu penggunaan teknologi dalam berperkara di pengadilan juga jadi isu utama.

Jeffrey A. Apperson yang juga Wakil Presiden Hubungan Internasional National Center for State Courts (NSCS) mengungkapkan saat ini, dunia sedang beralih dari sistem peradilan konvesional menuju peradilan yang berbasis teknologi. Ia mengungkapkan memantau sejumlah negara yang mengalami proses transisi tersebut, di antaranya Amerika Serikat, Serbia, Trinidad dan Tobago, Meksiko, serta Nigeria.

Menurutnya, proses transisi ini harus dilakukan secara bijak, semisal untuk memfasilitasi peningkatan kinerja lembaga peradilan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemanfaatan data elektronik yang efektif dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja, meningkatkan akses dan kepercayaan publik, transparansi, efektivitas peradilan, pengelolaan anggaran dan perencanaan secara umum dapat terwujud. Mungkin yang paling penting, penerapan alat teknologi yang efektif dapat menghemat waktu untuk semua orang yang terlibat jika dirancang dan diterapkan secara efektif. Dengan kata lain, untuk meningkatkan produktivitas," kata Apperson dalam Kursus Singkat Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC).

Acara itu merupakan satu rangkaian pertemuan MK sedunia yang digelar di Bali, 4-7 Oktober 2022. Untuk mencapai tujuan tersebut, Apperson menyarankan adanya pemanfaatan teknologi bagi sistem peradilan secara maksimal.

ADVERTISEMENT

"Pemanfaatan teknologi dapat merekayasa ulang proses bisnis pengadilan secara produktif untuk memfasilitasi peningkatan efisiensi pengadilan dan mematuhi nilai-nilai sosial dan konstitusi," ujarnya.

Sementara itu, perwakilan dari Mongolia, Dulamsuren Dashdondog membahas mengenai hak untuk memilih dan dipilih dalam sistem pemilihan di Mongolia. Ia mengatakan Mongolia mengadopsi Konstitusi baru yang demokratis pada 1992.

Konstitusi mengatur hak asasi manusia dan kebebasan, bentuk organisasi negara, pemisahan kekuasaan negara, dan otoritas organ eksekutif tertinggi yang menjalankan kekuasaan tersebut. Selain itu, konstitusi mendefinisikan demokrasi sebagai metode dasar pemerintahan.

"Kemudian, hak warga negara untuk memilih dan dipilih merupakan nilai fundamental demokrasi dan dasar hukum pemilu Mongolia," ujarnya.

Dikatakan Dulamsuren, Konstitusi Mongolia menyatakan bahwa:

Semua kekuasaan pemerintahan di Mongolia akan berada di tangan rakyat. Rakyat Mongolia akan berpartisipasi secara langsung dalam urusan negara, dan juga akan menjalankan kekuasaan tersebut melalui badan perwakilan kekuasaan negara yang dipilih oleh rakyat.

Oleh karena itu, pemilihan umum adalah cara utama untuk menggunakan hak pemerintahan sendiri negara bagian dan lokal bagi rakyat Mongolia.

"Sejak zaman kuno di Mongolia pemilihan atau pemungutan suara telah digunakan untuk membentuk organisasi," ucapnya.

Menurut Dulamsuren, dari akhir abad ke-18 hingga abad ke-19, sistem pemilu Mongolia mengambil bentuknya yang sekarang dan digunakan secara luas di negara-negara dunia. Pemilihan bersifat universal dan warga negara yang berhak memilih berhak untuk berpartisipasi tanpa diskriminasi berdasarkan suku, bahasa, ras, jenis kelamin, asal usul sosial, status, kekayaan, pekerjaan, posisi, agama, pendapat, atau pendidikan.

"Setiap negara telah menciptakan lembaga negaranya sendiri berdasarkan undang-undang metode dan bentuknya sendiri dalam menyelenggarakan pemilihan dan pengesahannya adalah dasar dasar untuk menjamin hak warga negara untuk memilih dan dipilih, prinsip-prinsip pemilihan, dan sistem pemilihan. Oleh karena itu, tujuan dari makalah ini adalah untuk memaparkan hak untuk memilih dan dipilih serta sistem pemilihan parlementer, pelaksanaannya, situasi saat ini, dan beberapa keputusan dari MK Mongolia yang menyelesaikan sengketa terkait dengan sistem pemilu," terang Dulamsuren.

Acara The 5th of The World Conference on Constitutional Justice (WCCJ) yang diikuti oleh 99 delegasi, terdiri dari 73 onsite dan 26 virtual telah ditutup secara resmi oleh Ketua MK RI, Anwar Usman pada Kamis (6/10) malam.

(asp/dwia)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads