Meninggal karena Jalan Rusak Salah Siapa?

Perspektif

Meninggal karena Jalan Rusak Salah Siapa?

Raja Adil Siregar, Andi Saputra - detikNews
Selasa, 27 Sep 2022 11:04 WIB
Jalan rusak di Pekanbaru.
Jalan rusak di Pekanbaru (Raja Adil Siregar/detikSumut)
Jakarta -

Bisa jadi, kelengkapan kendaraan sudah sempurna dan pengendara dalam kondisi prima. Tapi, karena jalan rusak, kecelakaan tidak terelakkan. Ada yang lecet, luka parah, bahkan hingga tewas. Lalu siapa yang bertanggung jawab?

Pertanggungjawaban dalam kasus itu diatur dalam Pasal 273 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.

Bunyi lengkap Pasal 273 adalah:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

ADVERTISEMENT

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).

(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Nah, menurut hakim yustisial Mahkamah Agung (MA), Riki Perdana Raya Waruwu, pasal di atas termasuk pasal 'tidur'.

"Memang dalam praktik, ketentuan ini belum efektif dilaksanakan," kata Riki Perdana Raya Waruwu dalam pertemuan dengan Korlantas Polri pada 8 Agustus 2022.

Riki, yang mewakili MA dalam rapat gabungan dengan Korlantas Polri, berharap penyidik tidak ragu menindak penyelenggara jalan yang lalai tidak merawat jalan hingga rusak. Akibat kerusakan itu, terjadi kecelakaan lalu lintas.

"Pertemuan ini nanti akan memudahkan dan memberikan keyakinan kepada aparat penyidik di bidang lalu lintas untuk kemudian dapat meningkatkan proses penyelidikan, penyidikan hingga ke pengadilan," ujar Riki.

MA mengakui Pasal 273 UU LLAJ adalah pasal tidur. Sebab, penyidik jarang menjerat penyelenggara jalan di kasus jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan.

"Saat ini perkara kecelakaan akibat jalan rusak dapat ditemukan dalam gugatan perdata dan putusan pengadilan terkait ganti kerugian akibat kecelakaan lalu lintas itu. Namun, dalam aspek pidananya, perlu diyakinkan penggunaan Pasal 273 UU LLAJ," beber Riki.

Simak juga 'Hindari Lubang, Pengendara Motor Tercebur ke Parit di Jaktim':

[Gambas:Video 20detik]



Sementara itu, berdasarkan data Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan bersama Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo 2017, kecelakaan disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, sebanyak 61 persen kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia, yaitu yang terkait dengan kemampuan serta karakter pengemudi. Kedua, sebanyak 9 persen disebabkan oleh faktor kendaraan (terkait dengan pemenuhan persyaratan teknik laik jalan).

Dan terakhir, sebanyak 30 persen disebabkan oleh faktor prasarana dan lingkungan. Akibat kecelakaan itu, sehari rata-rata 3 orang meninggal dunia akibat kecelakaan jalan di Indonesia.

Sedangkan menurut Global Status Report on Road Safety (WHO, 2015), disebutkan bahwa setiap tahun, di seluruh dunia, lebih dari 1,25 juta korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas dan 50 juta orang luka berat. Dari jumlah ini, 90% terjadi di negara berkembang di mana jumlah kendaraannya hanya 54 persen dari jumlah kendaraan yang terdaftar.

Saat ini, masyarakat Kota Pekanbaru di Riau melayangkan somasi ke Kementerian PUPR hingga Penjabat Wali Kota Pekanbaru Muflihun. Somasi dilayangkan terkait jalan rusak yang terjadi sejak empat tahun silam. Somasi dilayangkan Tim Advokat Pejuang Riau setelah menerima kuasa perwakilan masyarakat dan organisasi masyarakat di Pekanbaru. Mereka melakukan somasi ke pejabat terkait akibat dampak proyek yang tak kunjung tuntas.

"Somasi ini mengeluhkan proyek instalasi pembuangan air limbah (IPAL) yang telah dikerjakan PT Wijaya Karya (Wika) dan PT Hutama Karya (HK). Proyek diduga sudah menyebabkan kerusakan pada jalan-jalan di Pekanbaru," terang Ketua Tim Advokat Pejuang Rakyat, Suroto, Senin (12/9/2022).

Dalam somasi yang dilayangkan itu, masyarakat menilai sejumlah titik jalan di Pekanbaru rusak. Jalan-jalan rusak akibat proyek yang digarap sejak 2018.

"Kondisi sekarang di beberapa titik jalan di Pekanbaru masih ada yang dalam tahap pengerjaan. Tetapi banyak juga pekerjaan IPAL sudah selesai jalan dibiarkan dalam keadaan rusak dan buruk," kata Suroto.

Kondisi itu tentu menimbulkan berbagai ketidaknyamanan dan kerugian kepada pengguna jalan. Termasuk pedagang dan masyarakat di sekitar lokasi pekerjaan proyek.

"Berdasarkan surat kuasa yang diberikan kami Tim Advokat Pejuang Riau dalam sehari dua hari ini akan menyampaikan somasi kepada Kementerian PUPR, Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Riau, Direktur PT Wijaya Karya dan Direktur PT Hutama Karya," katanya.

Atas fakta-fakta di atas, warga Jakarta Barat (Jakbar) Irfan Kamil terketuk hatinya dan mengajukan gugatan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Irfan Kamil menilai UU LLAJ tidak jelas menyebutkan siapa yang bertanggung jawab apabila ada kecelakaan yang diakibatkan jalan rusak.

"Pangkal judicial review itu adalah banyak kecelakaan yang diakibatkan jalan rusak. Korbannya luka ringan hingga ada yang tewas. Tapi tidak ada penyelenggara jalan yang bisa dimintai pertanggungjawaban karena kecelakaan itu," kata kuasa hukum Irfan Kamil, Viktor Santoso Tandiasa.

Ketidakjelasan UU itu mengakibatkan kecelakaan makin banyak. Sebab, tidak ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban di kasus itu. Yang bertanggung jawab adalah:

1. Penyelenggara jalan umum nasional yang bertanggung jawab adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jalan
2. Penyelenggara jalan provinsi adalah pemerintah daerah yang bertanggung jawab adalah gubernur
3. Penyelenggara jalan kabupaten/kota yang bertanggung jawab adalah bupati/wali kota.

Irfan Kamil meminta menteri dan kepala daerah segera memperbaiki jalan rusak maksimal 10 hari sejak kejadian/pelaporan. Bila tidak, akan dipenjara. Berikut salah satu petitumnya:

Setiap penyelenggara jalan yang telah menerima laporan mengenai kerusakan jalan dan tidak melakukan tindakan perbaikan jalan yang rusak dalam waktu 10 hari yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 1 sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 12 juta.

Judicial review ini telah didaftarkan ke MK dan diproses kepaniteraan.

Lalu bagaimana menurut Anda? Siapa yang bertanggung jawab bila ada jalan rusak?

Halaman 2 dari 2
(asp/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads