Muhammadiyah Usul Sistem Pemilu Diubah, Soroti Komposisi MPR

Muhammadiyah Usul Sistem Pemilu Diubah, Soroti Komposisi MPR

Kanavino Ahmad Rizqo - detikNews
Senin, 26 Sep 2022 15:45 WIB
Sekum Muhammadiyah Abdul Muti
Abdul Mu'ti (Kanavino Ahmad Rizqo/detikcom)
Jakarta -

Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo bakal membahas isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. Salah satu yang bakal dibahas adalah sistem pemilu di Indonesia, yang dinilai Muhammadiyah sudah bermasalah.

"Sistem pemilu kita ini kan sudah bermasalah, menurut Muhammadiyah. Karena pemilihan langsung dengan sistem proporsional terbuka itu akhirnya menimbulkan ekses yang sangat besar terhadap money politics, yang memang itu sudah ditandai dari awal pada saat pencalonan dan pada saat pemilihan. Jadi terjadi candidacy buying dan vote buying. Itu terjadi karena memang sistemnya seperti itu," kata Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam perbincangan dengan detikcom beberapa waktu lalu.

Mu'ti menilai sistem pemilu saat ini cenderung membuat kelompok mayoritas menjadi semakin dominan. Sementara itu, kelompok minoritas dinilai semakin terpinggirkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Muhammadiyah mengusulkan supaya sistem pemilu ini diubahlah, disempurnakan, supaya tetap mencerminkan keterlaksanaan demokrasi tapi juga ada pemihakan terhadap representasi," ujar Mu'ti.

Usulan agar sistem pemilu diubah ini sebenarnya sudah disampaikan Muhammadiyah dalam rumusan Indonesia berkemajuan di sidang tanwir 2015. Bukan hanya sistem pemilu, sistem ketatanegaraan juga dinilai perlu disempurnakan.

ADVERTISEMENT

"Termasuk di dalamnya misalnya terkait dengan komposisi keanggotaan di MPR. MPR kan sekarang 100 persen dipilih, 100 persen dari DPR, 100 persen dari DPD. Nggak ada yang diangkat, DPD juga populis kan. Satu provinsi empat orang," imbuh Mu'ti.

Mu'ti menyinggung spirit konstitusi terkait komposisi keanggotaan MPR. Menurut Mu'ti, seharusnya sebagian anggota MPR juga ada yang diangkat tanpa melalui pemilu.

"Padahal kalau kita kembali ke semangat UUD, MPR itu kan harus menjadi lembaga yang memang menjadi wadah bagi semua kelompok, di negara ini. Karena itu, ada yang diangkat, diangkat itu kan utusan daerah dan golongan. Sekarang kan kelompok golongan itu mungkin nggak punya wakil. Karena kalau mereka maju nggak terpilih," ujar dia.

Baca berita selengkapnya di halaman berikutnya

Muhammadiyah Soroti Regimentasi Paham Agama

Mu'ti juga mengungkap isu keagamaan dan keumatan yang bakal disinggung di Muktamar Muhammadiyah. Dia menyoroti soal adanya fenomena regimentasi paham agama.

"Misalnya ada fenomena yang disebut rezimentasi paham agama. Jadi ada paham agama yang kemudian seakan-akan mendapatkan legitimasi dari pemerintah. Padahal negara ini kan bukan negara agama, Indonesia itu tidak seperti Malaysia, tidak seperti Arab Saudi," ujar Mu'ti.

Mu'ti mencontohkan adanya bupati dari kelompok tertentu yang memaksakan pemahaman keagamaannya menjadi bagian kehidupan keagamaan di masyarakat. Mu'ti menilai hal itu tidak sehat karena Indonesia merupakan negara Pancasila.

"Negara itu harus berdiri di atas semua golongan. Tidak boleh berada di atas golongan tertentu. Walaupun dia mungkin secara kepartaian, diusung oleh partai politik tertentu. Atau dia punya paham agama tertentu, tapi begitu dia menjadi pejabat publik, dia menjadi pejabat negara, dia harus berpikir dan bertindak sebagai pejabat negara. Sehingga tidak ada satu kelompok yang dia termarginalkan atau terpinggirkan atau mungkin dinihilkan karena dia tidak bagian dari mainstream satu kekuasaan," beber Mu'ti.

Halaman 2 dari 2
(knv/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads